ABC

Joki Makin Terang-Terangan di Australia, Apakah Mahasiswa Indonesia Terlibat?

Jasa joki di kalangan mahasiswa sudah berkembang menjadi bisnis global, menurut sebuah artikel dari jurnal berjudul “Penilaian dan Evaluasi Pendidikan Tingkat Tinggi yang dikeluarkan 30 September 2019.

  • 10 persen mahasiswa Australia menggunakan layanan joki (contract cheating)
  • Mahasiswa Indonesia pakai joki menilai waktu pengerjaan tugas kurang banyak
  • Beberapa mahasiswa Indonesia menolak joki karena hasil tidak pasti

Sebesar 10 persen mahasiswa di Australia kemungkinan membayar orang lain untuk menulis esai atau mengerjakan tugas mereka, menurut Phillip Dawson, Profesor dari Deakin University yang meneliti hal tersebut.

Jasa joki ini pun turut dimanfaatkan oleh salah satu mahasiswa Indonesia di sebuah universitas di Melbourne, Australia bernama samaran Agus.

Mahasiswa S1 jurusan Pemasaran tahun ketiga ini awalnya merasa takut untuk menggunakan jasa dari seorang penyedia joki yang ia kenal dari teman-teman kampusnya.

Rasa takut akan tindakan curang itu namun hilang setiap kali ia merevisi hasil kerja joki yang telah lunas dibayar sebelum mengumpulkan.

“Awalnya saya takut [menggunakan jasa joki]. Tapi biasanya tugas itu saya revisi lagi sebelum dikumpul, jadi tidak takut. Penyedia jokinya sudah profesional juga.”

Kurangnya waktu pengerjaan menjadi alasan utama Agus untuk menggunakan jasa joki dari seorang ibu rumah tangga berkewarganegaraan Indonesia yang identitasnya ia rahasiakan itu.

“Waktunya tidak cukup kadang untuk mengerjakan tugasnya dan kadang saya pakai juga kalau ada beberapa tugas yang waktu kumpulnya bersamaan.”

Harga capai 42 juta rupiah

Survei kalangan mahasiswa secara umum di tahun 2018 menemukan bahwa jumlah penggunaan jasa joki meningkat dari 3,5 persen menjadi 16 persen.

Dengan mengetik kata “bayar esai” di kolom pencarian Twitter, peneliti yang berbasis di Kanada dan Inggris dalam laporan itu dapat menemukan 28 penyedia jasa joki dari Amerika Serikat.

Penyedia jasa joki ini ditemukan melayani tugas dengan disiplin ilmu yang bervariasi dengan Matematika, Sejarah, Bahasa Inggris sebagai tiga mata pelajaran dengan peminat terbanyak.

Menurut wawancara yang dilakukan ABC Indonesia, harga dari penyedia jasa joki bervariasi bagi tiap penggunanya.

“Harganya tergantung tugasnya ada berapa jumlah kata dan tingkat kesulitannya.” kata Agus yang pernah membayar Rp 8 juta untuk satu tugas.

Agus mengatakan dengan membayar harga terendah sebesar Rp 2.5 juta ia selalu mendapatkan nilai yang bagus yaitu di atas angka 60.

Sementara, seorang mahasiwa Indonesia lainya di Melbourne Josua mengatakan bahwa harga yang ditawarkan penyedia jasa joki di sekolahnya berada di kisaran AUD$150 (Rp 1.4 juta ) sampai AUD$500 (Rp 4.8 juta).

“Dengan harga sebesar itu, kebanyakan mereka lolos tapi ada yang tertangkap basah.” kata Josua yang mengatakan secara pribadi belum pernah mengggunakan jasa joki namun tahu teman yang melakukannya.

Menurut survei, harga dari jasa joki yang dapat dengan mudah ditemukan di media sosial adalah sebesar AUD$49 atau Rp 468.000 per 1000 kata.

Beberapa siswa bahkan rela membayar joki dengan harga AUD$4444 (Rp 42 juta) demi menyelesaikan satu tugas.

Video still: University students sitting in a lecture theatre
Di Australia, 10 persen mahasiswa menggunakan jasa dari penyedia layanan joki.

ABC News

Hasil joki belum tentu bagus

Menurut Josua mahasiswa jurusan Manajemen Proyek tahun kedua di sebuah universitas di kota Melbourne, Australia, jasa joki digunakan teman-temannya yang suka bolos kelas.

“Mereka [pengguna jasa joki] jarang masuk kelas, jadi tidak tahu perkembangan kelas dan hanya tahu batas waktu pengumpulan tugas saja. Mereka bisa pergi jalan-jalan atau kerja.” katanya kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

Di tengah relatif banyaknya pengguna jasa joki di kelasnya, Josua menolak untuk menggunakan jasa joki karena merasa lebih puas mengerjakan tugas sendiri.

“Lebih baik tahu kemampuan diri daripada pakai kemampuan orang yang belum tentu hasilnya bagus,” katanya.

“Kalau sudah bayar dan ternyata nilainya pas-pasan tetap saja tidak enak. Kalau pakai kemampuan sendiri biar pun nilai pas-pasan sudah puas.”

Siska mahasiswi sebuah universitas di Melbourne yang sedang menyelesaikan studinya di jurusan Pendidikan juga tidak mau menggunakan jasa joki karena hasil pengerjaan yang tidak pasti.

“Kalau dengar dari cerita teman-teman hasilnya tidak pasti. Kalau dapat joki bagus ya [hasilnya] bagus, kalau tidak ya tidak,” katanya.

“Lagipula saya sudah bayar kuliah mahal-mahal. Buat apa kalau tidak belajar?” katanya lagi.

Pemerintah Australia kecam joki

Pada tanggal 8 April 2019, pemerintah Australia menunjukkan sikap tegas terhadap pihak yang terlibat dalam penyediaan jasa joki.

Pemerintah sudah mengajukan rancangan undang-undang (RUU) yang akan mengkriminalisasi praktek jasa joki dengan ancaman penjara dua tahun serta denda hingga 210 ribu dollar (sekitar Rp 2,1 miliar).

Menteri pendidikan Australia, Dan Tehan mengatakan bahwa kejahatan cheating turut mengancam integritas sistem pendidikan tinggi Australia.

“Jika Anda menulis makalah kuliah untuk orang lain, maka itu suatu bentuk kecurangan,” katanya.

“Anda telah merusak kerja keras mahasiswa lainnya dan merusak sistem pendidikan kami yang kelas dunia.”

Para peneliti mengatakan penyedia jasa joki di internet pada umumnya berasal dari negara berpendapatan rendah.

Menurut laporan, 28 dari 93 perusahaan penyedia layanan joki berasal dari Kenya.

Laporan itu menunjukkan bahwa 20.000 orang di Kenya yang bekerja di bawah judul “penulis akademik” sesungguhnya mengerjakan tugas para mahasiswa di Amerika Serikat, Inggris dan Australia.

Simak berita-berita lainya dari ABC Indonesia