Inilah 4 Karakter ‘Toxic Worker’ yang Patut Diwaspadai
Atasan Anda boleh jadi menyukai karyawan yang berprestasi tinggi, percaya diri dan penjilat, tapi menurut riset terbaru ternyata karyawan semacam ini justru menjadi karyawan bermasalah alias toxic worker di lingkungan kerja dan merugikan perusahaan.
Peneliti dari Harvard Business School berhasil membuat profil atau karakter dari toxic workers ini dengan menganalisa data dari 50 ribu karyawan di 11 perusahaan.
Riset ini mengungkapkan bahwa pekerja bermasalah ini sangat beragam karakternya mulai dari karyawan yang usil hingga karyawan yang suka melakukan bullying.
Ada empat karakter utama untuk mengidentifikasi karyawan bermasalah di sebuah lingkungan kerja berdasarkan riset ini, dimana tenyata karyawan yang memiliki produktivitas tinggi juga masuk didalamnya.
"Kita mendapati ternyata karyawan bermasalah ini cenderung lebih produktif dibandingkan karyawan pada umumnya," tulis peneliti riset ini.
Karakter lainnya adalah karyawan yang memikirkan diri sendiri dan terlalu percaya diri.
"Karyawan yang terlalu percaya diri – kita dapat menghubungkan karakter terlalu percaya diri ini dengan kemungkinan melakukan kesalahan, "kata para penulis.
Akhirnya karakter utama karyawan yang merusak adalah mereka yang cenderung sangat ketat mengikuti aturan.
"Sikap ini juga bisa meliputi mereka yang mengklaim kalau aturan harus diikuti dengan tertib adalah mereka yang secara alamiah memiliki kecenderungan menjadi pengikut aliran Machiavelli, yang mengaku akan menerima apapun aturan yang disodorkan, karakteristik atau keyakinan mereka ini kemungkinan besar menjadi alasan mereka mendapatkan pekerjaan,' tulis laporan ini.
"Ada bukti kuat bahwa pengikut aliran Machiavellianisme ini mengarah ke perilaku menyimpang."
Dan ternyata bukan hanya rekan kerja saja yang tersiksa dengan kehadiran karyawan bermasalah ini tapi pengusaha juga dirugikan karena harus mengeluarkan banyak uang untuk mengatasi masalah yang diciptakan karyawan bermasalah ini.
"Bahkan pada karyawan yang memiliki level merusak relatif normal saja bisa memicu banyak pengeluaran anggaran bagi organisasi, termasuk kehilangan konsumen, hilangnya moral karyawan, tingginya angka keluar masuk karyawan (turnover) dan hilangnya legitimasi diatara stakeholder eksternal penting mereka," ungkap laporan penelitian ini.
Penelitian ini menemukan biaya yang ditimbulkan dari tingginya kasus turnover karyawan, yakni anggaran yang dikeluarkan untuk mempekerjakan karyawan pengganti lantaran hadirnya seorang pekerja yang merusak didalam sebuah tim bisa mencapai $17.330 dan ini belum termasuk biaya potensial lainnya seperti masalah litigasi, sanksi regulator dan hilangnya semangat kerja.
Direktur Manager perusahaan konsultan Calder, James Calder mengatakan berdasarkan pengalamannya pekerja yang memiliki sifat merusak (toxic workers) paling umum muncul dilingkungan kerja yang memiliki budaya kompetitif.
"Alasan yang bisa saya jelaskan adalah ketika Anda bekerja untuk sebuah organisasi dengan kebudayaan yang berbeda, jenis kepribadian merusak seperti itu tidak akan ada,"
Menurut Calder menghindari pekerja dengan karakter merusak seperti ini sangat tergantung pada bagaimana suatu bisnis menempatkan dirinya sejak awal.
"Banyak orang baik terpaksa meninggalkan perusahaan dan mendirikan perusahaan sendiri karena mereka muak menghadapi orang dengan kepribadian tersebut."