ABC

Ini Sikap Empat Caleg Indonesia Terhadap Hukuman Mati Bagi Buruh Migran

Ada sekitar 128 TKI atau buruh migran Indonesia di luar negeri yang saat ini berada dalam daftar hukuman mati. Empat calon legislator (caleg) Indonesia dari berbagai partai politik punya pendapat beragam mengenai persoalan ini. Benarkah pencabutan hukuman mati di dalam negeri bisa menjadi solusi?.

Menurut data organisasi Migrant Care, dalam satu dekade terakhir, enam buruh migran Indonesia dieksekusi mati tanpa pemberitahuan resmi. Semuanya, sebut Migrant Care, adalah TKI yang bekerja di Saudi Arabia.

Pemberlakuan hukuman mati di dalam negeri, seringkali terhadap narapidana kasus narkoba, dianggap bisa mengganjal terbebasnya buruh migran Indonesia dari hukuman serupa di luar negeri.

Mantan Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), yang juga caleg dari Partai Hanura, Arief Patramijaya atau yang akrab dikenal Patra M Zen, mengatakan harus ada kesesuaian antara apa yang diharapkan Pemerintah Indonesia dari negara lain dengan hukum di dalam negeri.

“Pertama soal norma. Norma ini tidak boleh dia, pada waktu, tempat itu berbeda. Ini problem ya. Norma itu harus satu waktu, di semua waktu di manapun kita, sama.”

“Tapi ketika itu dibawa ke ranah domestik, di sisi lain bilang bahwa kita perlu hukuman mati, apapun alasannya,” jelas Patra kepada ABC ketika ditemui dalam diskusi seputar buruh migran di Jakarta Selatan (27/3/2019).

Ia menilai Pemerintah Indonesia seharusnya konsisten. Terlebih jika tujuan dari hukuman mati adalah untuk mencegah kejahatan berulang, Patra menyebut hukuman mati semestinya diganti dengan hukuman yang lebih efektif.

“Hukuman modern adalah hukum yang mengoreksi seseorang. Hukuman mati itu tidak bisa dikoreksi, sekali kita menghukum orang, ternyata dia tidak bersalah, minta ke mana kita koreksinya? ,” paparnya.

Pandangan senada juga disampaikan politisi muda, Tsamara Amany. Menurut caleg dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini, hukuman mati jelas tidak menyelesaikan persoalan kriminal, apalagi mencegah eksekusi mati terhadap para TKI.

“Kalau kita mau menyelamatkan warga negara kita di luar yang dihukum mati, ya kita tidak boleh menerapkan standar ganda pada diri kita sendiri.”

“Kita mulai dari diri sendiri, kita revisi hukuman kita, baru kita bilang lagi bahwa kita sudah mengikuti standar hak asasi manusia,” ujarnya dalam diskusi serupa yang dihadiri Patra.

caleg indonesia
Christina Aryani (jas kuning), Patra M Zen (jas coklat), Dian Fatwa (tengah), dan Tsamara Amany (jaket putih) dalam diskusi tentang buruh migran.

ABC; Nurina Savitri

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN), Dian Fatwa, turut membenarkan argument Patra. Namun sebagai politisi, ia kerapkali dihadapkan pada keinginan konstituen yang masih mendukung hukuman mati.

“Saya secara pribadi tidak sepakat hukuman mati karena saya percaya orang berhak mendapat kesempatan kedua. Kalau kita melakukan hukuman mati, kita harus konsekuen karena kita punya banyak ratusan pekerja migran di luar negeri yang menunggu hukuman itu.”

“Masalahnya sebagai politisi kita dihadapkan pada konstituen. Di dapil saya, konstituen masih menganggap hukuman mati itu perlu. Ini kan dilema,” tuturnya dalam diskusi buruh migran di Jakarta tersebut.

Di sisi lain, tak semua politisi sepakat dengan penghapusan hukuman mati untuk membantu menyelamatkan TKI di luar negeri.

Politisi Golkar, Christina Aryani, mengatakan ada kalanya hukuman mati bisa dilakukan.

“Contoh, tapi dengan amat sangat terbatas, ada seseorang memperkosa anak kecil berkali-kali sampai mati, disiksa sampai kadang-kadang begitu biadab, apakah orang seperti itu masih bisa dikoreksi?,” ujar Bendahara Badan Pengendalian dan Pemenangan Pemilu (BAPPILU) DPP Partai Golkar ini.

Wahyu Susilo dari Migrant Care mengatakan, ada tahapan-tahapan dalam politik terkait isu hukuman mati dan perlindungan buruh migran. Ia menganggap, tahapan yang paling radikal menyatakan bahwa Indonesia tidak memberlakukan lagi hukuman mati atau menghentikan pemidanaan hukuman mati sebagai hukuman wajib.

“Yang paling radikal adalah ada pernyataan politik Pemerintah tidak akan melakukan eksekusi hukuman mati. Itu tentu sangat radikal ya.”

“Tapi dalam realitas politik di Indonesia, saya melihat bahwa yang lebih realistis adalah cara yang gradual. Misalnya tahun ini saja, kita kan tidak melakukan eksekusi mati. Kita ingin itu berlanjut terus,” utara Direktur Eksekutif Migrant Care ini.

Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.