ABC

Indonesian Career Expo: Menjemput Mahasiswa Indonesia di Australia

Taktik ‘jemput bola’ ke Australia dilancarkan oleh sejumlah perusahaan besar yang bermarkas di Indonesia demi mendapatkan sumber daya berkualitas dalam bentuk warga Indonesia yang menimba ilmu di luar negeri.

Suasana Indonesian Career Expo Sabtu, 17 Mei 2014
Sebagai wadah dan penggeraknya adalah acara ICare, yang merupakan singkatan dari Indonesian Career Expo. Acara ini diadakan di University of Melbourne, tanggal 16 dan 17 Mei lalu.
Dalam acara tersebut, diadakan sejumlah seminar oleh perusahaan dan lembaga peserta, termasuk diantaranya Bank Mandiri, Bank Indonesia, Chevron dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam seminar OJK, misalnya, dijelaskan tentang keberadaan OJK sendiri sebagai lembaga pengawas keuangan, proses perekrutan, tenaga apa yang dibutuhkan, serta kesempatan pengembangan karir apa saja yang diberikan oleh lembaga bagi karyawannya.
Selain itu, perusahaan-perusahaan dan lembaga peserta ICare pun membuka ‘kios’ di lokasi acara.
Di kios-kios tersebut, para pencari kerja atau peminat bisa mencari informasi tentang perusahaan yang bersangkutan, termasuk informasi tentang manfaat yang bisa mereka dapatkan bila bekerja di perusahaan tersebut.
Puteri A Komarudin dari panitia penyelenggara ICare menyatakan bahwa ada sekitar 500 orang yang menghadiri expo hari kedua, yaitu hari Sabtu tanggal 17 Mei 2014. Sedangkan jumlah perusahaan yang terlibat sebesar 15 perusahaan.

Para mahasiswa menulis harapan-harapan mereka untuk Indonesia di papan yang disediakan di acara ICare.
Dyanti Permatasari, Human Resources Specialist GMF AeroAsia, menyatakan bahwa selama kios GMF AeroAsia dibuka dari pagi hingga sore hari Sabtu itu, ada sekitar 200 orang yang menghampiri kios tersebut untuk berbagai keperluan, seperti menaruh curriculum vitae (CV), mengisi data, dan juga mencari informasi.
“Biasanya mereka tanya lowongannya apa aja. Untuk rekrutmen, tahap-tahap rekrutmen,akan dihubungi kapan. diproses kapan,” ceritanya.
Hanya satu-dua orang yang menanyakan gaji, tambah Dyanti.
GMF AeroAsia, yang bergerak di bidang perawatan pesawat, membuka lowongan untuk mereka yang menjalani pendidikan baik di dalam dan di luar negeri, jelasnya, namun ada kelebihan-kelebihan tertentu yang dimiliki mereka yang pernah bersekolah di luar negeri. Salah satunya adalah bahasa Inggris.
“Di aviasi, kita perlu skill bahasa Inggris karena berhubungan [dengan] customer luar negeri,” ucap Dyanti. Selain itu, bahasa Inggris juga diperlukan untuk mendalami manual berbagai pesawat.
Menurut rekan Dyanti, Jawahir, selain bahasa Inggris ada juga beberapa kelebihan yang mungkin dimiliki mereka yang pernah menimba ilmu di negara lain.
“Kita ingin jadi perusahaan kelas dunia. Tentu culture kelas dunia. gimana disiplin, kerja keras. bahasa Inggris bagus, profesional. Barangkali dengan mengambil dari orang yang sekolah di luar negeri sudah terbiasa dengan culture luar negeri,” katanya.
Jawahir menolak bila dikatakan bahwa di Indonesia terjadi brain drain, alias kekurangan tenaga profesional akibat banyak yang ‘hijrah’ ke luar negeri.
“Dimanapun orang bagus ada. Kita coba menjembatani barangkali ada orang yang sekolah di luar negeri yang cocok dengan kebutuhan kita. Belum tentu yang di dalam negeri kalah. tapi seiapa tahu di luar negeri ada baberapa yang punya kelebihan bahasa, culture, yang mungkin match dengan kebutuhan di Indonesia,” ucapnya.

Disiplin dan kemampuan ber bahasa Inggris dengan baik disebut-sebut sebagai kelebihan mereka yang pernah bersekolah di luar negeri.
Disiplin juga disebut-sebut oleh Hernawan sebagai salah satu kelebihan mereka yang pernah bersekolah di luar negeri. Kelebihan lain yang mungkin dimiliki adalah bersifat inovatif dan bisa bekerja secara mandiri.
“Di sini setahu kami mereka mempunyai kemampuan inovatif lebih besar. karena wawasannya, serta dia bisa adapt berbagai culture yang ada. mudah komunikasinya,” jelasnya.
Sri Hendawati dari perusahaan Chevron mengatakan bahwa salah satu tujuan perusahaannya mengikuti acara ICare adalah agar memiliki sumber daya manusia yang bervariasi.
Tak banyak kesulitan mencari lulusan baru untuk direkrut, namun yang sulit adalah mencari yang berpengalaman, ucapnya. Tapi, untuk yang berpengalaman, lain lagi ceritanya, karena banyak ahli teknik bidang ekstraktif yang memilih pindah dari Indonesia, terutama ke kawasan Timur Tengah.
“Kita banyak kehilangan orang dan kita harap mereka mau kembali ke Indonesia,” ucapnya.

Ikhsan, mahasiswa University of Queensland, memilih menapak karir di luar negeri
Salah satu warga Indonesia yang memilih menapak karir di luar negeri setelah lulus adalah Ikhsan Angga Kusumo, yang belajar ilmu keuangan (finance) di University of Queensland.
“Jujur aja aku nyari penghasilan yang lebih besar karena orang tua udah investasi cukup besar juga untuk pendidikan ku. Kedua, aku merasa Australia beri kesempatan lebih besar untuk aku berkembang,” jelasnya.
Meskipun begitu, Ikhsan mengaku tak akan melupakan Indonesia dan akan mencoba memberi sumbangan ke Indonesia dari luar.
Contohnya, dengan cara bekerja di bank atau perusahaan keuangan di Australia, kemudian mengundang Badan-badan Usaha Milik Negara Indonesia untuk melakukan studi banding kebijakan dan sistem yang berjalan di Australia.
“Saya harus memulai pekerjaan saya di sini dulu untuk mengerti sistem seperti apa yang bisa membuat Australia ini maju. Baru saya belajar apa yang membuat kita kalah,” jelas Ikhsan.

Lieanto Agni berencana pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya.
Sedangkan Lieanto Agni, mahasiswa yang tengah mempelajari bidang Keuangan dan Manajemen, bercerita bahwa awalnya Ia berencana akan tinggal di Australia setelah menyelesaikan studinya, namun saat ini malah berencana kembali ke Indonesia setelah lulus.
Selain karena ingin membangun perusahaan keluarganya, Ia juga merasa bahwa sebenarnya banyak prospek yang bisa diraih.
“Menurut saya kebanyakan perusahaan Indonesia itu belum bisa mengeluarkan potensi yang sebenarnya dengan resource yang ada di Indonesia,” ucapnya.
Ada berbagai sebab mahasiswa Indonesia yang belajar di Australia enggan kembali ke Indonesia, jelas Puteri Komarudin, yang juga ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia University of Melbourne, antara lain keseganan menjalani kualitas hidup yang lebih rendah ketimbang di Australia, dan perolehan pendapatan yang tak sebanding yang sudah dikeluarkan untuk studi di Australia.
Namun, ada juga yang merasa kurang percaya diri mencari kerja di Indonesia karena merasa tidak memiliki koneksi atau pengetahuan tentang cara mencari kerja.
Karena itulah, ICare diadakan, jelas Puteri. "Tujuan pertama adalah menyambungkan teman2 yang sekolah di sini dengan company-company di indonesia, karena kebanyakan, apalagi untuk teman-teman yang sudah lulus, yang sudah balik ke Indonesia, untuk cari kerja itu buat mereka nggak gampang.." ucapnya.
Selain itu, ICare juga bertujuan menunjukkan prospek bekerja di Indonesia, tambah Puteri.
Memang, ada hal-hal lain yang membuat gentar mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri untuk pulang, dan hal-hal tersebut tidak bisa diatasai melalui acara semacam ICare, antara lain infrastruktur yang kurang baik atau kualitas hidup yang rendah dibandingkan Australia.
Namun, menurut Hernawan dari OJK, sebaiknya kegentaran tersebut disikapi dengan berkontribusi semaksimal mungkin untuk memperbaiki keadaan macam itu. “Harus sabar, jangan jadi frustrasi,” ucapnya, “Kalau begitu berarti kita sudah frustrasi kan.”
Ikuti Kompetisi Belajar Bahasa Inggris di Australia – Klik tautan berikut: https://apps.facebook.com/australiaplus – See more at: http://australiaplus.com/indonesian/2014-05-19/10000-lapangan-kerja-hilang-di-sektor-pertambangan-australia/1313306#sthash.PRA1E8oA.dpuf

Ikuti Kompetisi Belajar Bahasa Inggris di Australia – Klik tautan berikut: https://apps.facebook.com/australiaplus