Importir Daging Australia di Indonesia Mengaku Tidak Banyak Dapat Keuntungan
Sejumlah importir daging dan peternak penggemukan sapi di Indonesia mengaku keuntungan mereka telah menurun dengan harga daging sapi Australia yang mencapai rekor.
Harga jual sapi potong yang diekspor ke Indonesia dari Australia meningkat tajam dalam 18 bulan terakhir, dari AU$2,5 (sekitar Rp 25.000) per kilogram menjadi AU$ 3,9 sekitar Rp 39.000.
Importir juga harus membayar lebih dari AU$4 atau Rp 40. 000 per kilogram untuk biaya pengiriman.
Sementara harga daging sapi di pasar tradisional di Jakarta, misalnya, saat ini berkisar Rp 115.000 per kilo-nya. Dengan kisaran harga ini sejumlah peternak penggemukan sapi merasa tidak bisa mendapat keuntungan yang cukup.
Tetapi jika harga daging di pasar lokal menjadi terlalu mahal, para konsumen pun akan berhenti membeli daging sapi impor, sehingga mereka akan mencari sumber protein seperti sapi lokal dengan harga yang lebih murah.
William Bulo, dari peternak penggemukan sapi Juang Jaya Abdi Alam di Lampung mengatakan tahun ini ia harus membayar lebih untuk ternak Australia, tetapi tidak bisa menaikkan harga jualnya.
"Pada trimester pertama, kami membeli ternak dari Australia sekitar AU$ 4,80 sampai 4-90, [atau sekitar Rp 48.000-49.000 per kilogram]," katanya.
"Kemudian kita harus menjual di sini untuk harga AU$4,10 sampai 4,20 [sekitar Rp 41.000-42.000 per kilogram]."
"Kami mencoba untuk bisa tetap bertahan dalam menjalankan bisnis dan mudah-mudahan situasi akan berubah dan bisa mendukung kami lagi," tambahnya.
Harga daging di pasaran tradisional saat ini telah dianggap mahal, dan pemerintah Indonesia mencoba menekan harga sekitar Rp 85.000 per kilogram.
"Bahkan harga di atas Rp 100.000 masih belum cukup untuk menutupi biaya kami," kata William.
"Dengan harga sapi dari Australia saat ini, kami harus menjual di harga Rp 130.000 hingga 140.000, sehingga cukup ekonomis bagi kita untuk melakukan bisnis," ujarnya.
"Tapi hal tersebut bukan pilihan, karena tidak ada yang akan membeli daging dengan harga setinggi itu."
"Warga Indonesia tidak memiliki pendapatan per kapita setinggi di Australia, tapi kita harus membeli daging Australia lebih mahal dari orang-orang Australia sendiri," jelasnya.
Sementara itu Dhimas Brahmantya dari Widodo Makmur Perkasa, yang mengoperasikan dua peternakan penggemukan mengatakan ia belum pernah membayar lebih untuk ternak sapi, seperti di tahun ini.
"Keadaanya sulit, karena pemerintah menekan kami untuk menurunkan harga daging sehingga dapat terjangkau bagi pasar," katanya. "Harga yang pemerintah tetapkan sebenarnya jauh lebih rendah dari biaya yang kami keluarkan."
Menurutnya, harga daging di kisaran Rp 100.000 – 115.000 per kilogram akan membantu bisnis ternak sapi untuk bisa berkelanjutan.
"Semua pihak kemudian diuntungkan," tambah Dhimas. "Penjual daging senang, pemotong sapi ternak senang dan mudah-mudahan pelanggan juga bahagia, asalkan daging berkualitas bagus."
Dengan musim panen hewan ternak di Kawasan Australia Utara sekarang ini, diharapkan harga sapi potong bisa turun.