ABC

Impor Daging Kerbau India Ancam Ekspor Sapi Australia ke Indonesia

Terlepas dari peningkatan akses pasar, ekspor daging sapi dan ternak hidup Australia ke Indonesia terancam oleh impor murah daging kerbau India.

Pemerintah Indonesia telah membatalkan pembatasan terhadap daging sapi ‘secondary cut’ ( daging yang berasal dari bagian sapi yang banyak digunakan untuk bekerja sehingga otot-ototnya menjadi kencang) dari Australia -perdagangan yang bernilai lebih dari 40 juta dolar (atau setara Rp 400 miliar) setahun sebelum dihentikan pada tahun 2015.

Ini adalah kabar baik bagi Ketua Dewan Industri Daging Australia, Lachie Hart, tapi ia memeringatkan bahwa daging sapi Australia menghadapi persaingan yang ketat di pasar Indonesia.

“Keputusan, yang dibuat pada bulan Agustus, ini adalah terobosan bagi industri kami. Akses pasar adalah pilar utama bagi rantai pasokan kami, mengingat fakta bahwa hampir 75% dari apa yang kami produksi ditujukan ke pasar ekspor,” terangnya.

"Hal yang sangat penting bahwa pemerintah kami mengejar pembukaan pasar yang menyediakan akses bagi daging sapi berkualitas baik kami,” jelas Lachie Hart.

Sebelum larangan pada bulan Januari 2015, Australia mengekspor 20.000 ton daging ‘secondaru cut’ dan jeroan ke Indonesia senilai kurang lebih 42 juta dolar (atau setara Rp 420 miliar) dari total perdagangan daging sapi potong ke Indonesia senilai 327 juta dolar (atau setara Rp 3,27 triliun).

Lachie mengatakan, di saat Pemerintah Indonesia memberlakukan pembatasan, negara ini berjuang untuk menyeimbangkan antara ekspor ternak domestik mereka sendiri dengan impor daging sapi potong.

“Hal ini berpengaruh pada harga domestik mereka dan salah satu cara yang mereka pikir bisa memperlambat volume daging sapi yang masuk ke pasar itu adalah dengan membatasi impor daging sapi potong,” sebutnya.

Lachie menyebut, hilangnya akses merupakan sebuah kompensasi sampai batas tertentu karena Australia mampu mengalihkan produk ke pasar lain, tetapi ia mengatakan, isu akses pasar terus-menerus berada di garis depan negosiasi.

"Hal itu muncul di saat pasar akan menjadi sangat berharga bagi kami," ungkap Lachie Hart.

Kekurangan ternak dan harga daging sapi akan tantang daya saing Australia

Meski demikian, Lachie memeringatkan situasi itu muncul di saat pasokan rendah dan harga begitu tinggi.

“Akan menjadi tantangan untuk kembali ke volume [20.000 ton per tahun] itu murni karena harga kami akan sangat sulit bersaing di pasar tersebut,” akunya.

Menurut Lachie, periode kekeringan dan permintaan yang kuat telah mengurangi jumlah ternak Australia, tapi hujan di Queensland akan membuat kawanan ternak kembali merumput.

Meski demikian, butuh beberapa tahun untuk memulihkan jumlah mereka.

"Saya pikir itu adalah berita bagus bagi produsen kami, [hujan] memberi mereka kemampuan untuk kembali meningkatkan kapasitas pembiakkan dan mudah-mudahan kami bisa kembali ke perdagangan normal dalam beberapa waktu tahun ke depan," harap Lachie Hart.

“Sampai itu terjadi, akan menjadi sulit bagi kami untuk kembali ke tingkat yang kami rasakan beberapa tahun lalu,” imbuhnya.

Daging kerbau India ancaman besar bagi ekspor Australia

Lachie mengatakan, tantangan terbesar yang dihadapi ekspor daging sapi dan ternak hidup Australia ke Indonesia, adalah impor murah daging kerbau India.

“Ini adalah sesuatu yang kami perhatikan dengan sangat hati-hati, kami prihatin dalam beberapa bidang,” utaranya.

“Ini adalah protein yang sangat murah -daging kerbau dari India. Ini tentu akan bersaing langsung dengan daging ‘secondary cut’ dan jeroan kami di pasar khusus itu,” ujar Lachie Hart.

“Tapi saya khawatir bahwa kami tak melihat impor daging kerbau India merusak seluruh pasar di Indonesia,” lanjutnya.

Ia menerangkan, “Hal yang penting bagi warga Indonesia, bahwa mereka mempertahankan tingkat harga dasar untuk memastikan produksi dalam negeri mereka sendiri sungguh layak dan berkelanjutan dalam jangka panjang.”

Lachie mengatakan, anggota dewan khawatir bahwa daging kerbau akan menantang keamanan dan keselamatan pasar daging merah, seperti penyakit potensial yang ada dalam daging.

"Saya bahkan mengungkit lebih jauh dan mengatakan itu bahkan bisa memiliki dampak yang lebih besar pada perdagangan ekspor ternak hidup kami," aku Lachie Hart.

Ia berkata, “Jika Anda punya produk impor yang sangat murah masuk ke pasar, itu bahkan akan menantang rumah pemotongan domestik yang mengakses sapi Australia.”

“Hal ini akan membuat bisnis mereka kurang layak, itu bisa menjadi tantangan besar bagi produksi dalam negeri Indonesia agar bisa berkelanjutan,” tuturnya.

Lachie mengatakan, ada kemajuan penting yang terus dilakukan di dalam Kemitraan Komperehensif Indonesia-Australia, yang akan menikmati akses yang lebih besar dan pengurangan hambatan perdagangan.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

Diterjemahkan: 18:45 WIB 23/09/2016 oleh Nurina Savitri.