ABC

Imigran Anak Asal Iran Menang Gugatan Atas Penahanannya di Pulau Christmas

Pemerintah Federal Australia setuju untuk membayarkan penyelesaian yang bersifat rahasia kepada pencari suaka asal Iran yang berusia 9 tahun atas penahanannya di Pulau Christmas.

Pengacara anak perempuan tersebut, yang berusia 5 tahun ketika ditahan menuduh kliennya telah menerima perlakuan yang tidak layak di pusat penahanan Pulau Christmas dimana dia ditahan disana selama 13 bulan pada tahun 2013 hingga 2014.
Pengacara juga beralasan kliennya mengembangkan gangguan pasca trauma (PTSD), infeksi gigi berulang, kegelisahan, kecemasan akibat dipisahkan dengan keluarganya dan depresi berat.
Penyelesaian antara kuasa hukumnya dan Pemerintah Federal Australia ini disetujui oleh Mahkamah Agung Victoria menjelang persidangan selama 8 pekan yang dijadwalkan akan dimulai hari ini (26/4/2017).
Ketentuan-ketentuan dalam penyelesaian itu tetap dirahasiakan.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Departemen Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan mengatakan bahwa Negara Persemakmuran tidak mengakui pertanggungjawaban semacam ini.
“Mengingat masalah ini masih mendahului putusan pengadilan terkait dengan beberapa isu yang diluar kebiasaan, maka tidak pantas departemen berkomentar lebih jauh,” katanya.
Gadis pencari suaka yang tidak diungkapkan identitasnya itu, tiba di Pulau Christmas dengan kapal bersama keluarganya dan sekarang tinggal di Australia dengan visa kerja sementara.

Suster Brigid Arthur, Thomas Valentine dari kantor pengacara Maurice Blackburn
wali litigasi anak perempuan pencari suaka asal Iran, Suster Brigid Arthur, bersama dengan Thomas Valentine, pengacara yang menangani kasus ini.

ABC News: Emma Younger

Wali litigasinya, Suster Brigid Arthur, mengatakan keluarga gadis itu merasa lega karena kasus anaknya berhasil diselesaikan.
“Meskipun ini merupakan upaya untuk mendapatkan keadilan, tapi ini juga merupakan trauma tambahan bagi mereka dan masalah lain yang responnya masih mereka nantikan,” katanya.

Kasus ini awalnya diluncurkan sebagai tindakan class action atas nama pencari suaka lainnya yang mengatakan bahwa mereka juga menderita luka saat ditahan di pulau tersebut.
Sekitar 35.000 orang ditahan di pusat penahanan lepas pantai di Pulau Christmas selama periode yang dicakup dalam gugatan class action ini, yakni antara Agustus 2011 dan Agustus 2014.

Gugatan individual

Namun pengadilan sebelumnya memutuskan bahwa kasus tersebut harus dilanjutkan sebagai klaim individual hanya karena klaim yang dibuat oleh anggota class action itu terlalu berbeda.
Pengacara Thomas Ballantyne dari Maurice Blackburn mengatakan meskipun pengadilan menolak untuk menyidangkan kasus tersebut sebagai gugatan class action, para pencari suaka harus didorong untuk mengajukan tuntutan ganti rugi secara individu.
“Kasus ini benar-benar akan membuat kasus selanjutnya jauh lebih mudah,” katanya.
“Sangat penting juga bahwa proses pengadilan ini terus menyoroti apa yang terjadi di Pulau Christmas.
“Jadi, dalam hal ini kami juga berharap akan ada lebih banyak orang yang mengajukan tuntutan.”

Diterjemahkan pukul 17:30 WIB, 26/4/2017 oleh Iffah Nur Arifah. Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.