ABC

Imbangi Pembangunan, Warga Desa Papua Nugini Gelar Festival Budaya

Sejumlah warga desa paling terpencil di Papua Nugini didorong untuk merayakan budaya mereka demi menyeimbangkan dampak negatif dari ekspolarasi dan pembangunan sumber daya.

Festival Danau Kutubu Kundu dan Digaso di Provinsi Dataran Tinggi Selatan diramaikan dengan tarian, seni pembuatan kostum, dan panen minyak alami. Festival ini adalah salah satu festival budaya paling terpencil di Papua Nugini.

Anak dengan Pakaian Tradisional
Para penari yang lebih tua khawatir kaum muda di desa mereka kehilangan sentuhan budaya.

ABC; Eric Tlozek

Beberapa ritual kuno diajarkan dalam festival ini, dengan harapan agar masyarakat yang bangga akan budaya mereka juga melindungi lingkungan yang menaunginya.

Penyelenggara festival, Saina Jeffrey, dari organisasi World Wildlife Fund (WWF), mengatakan, ada kebutuhan mendesak untuk mempromosikan budaya karena posisinya terancam.

“Pembangunan infrastruktur yang pesat di kawasan ini kemungkinan akan menyebabkan beberapa perbedaan dan juga gangguan dalam pelestarian budaya mereka,” jelasnya.

Warga Periksa Kulit kundu drum
Praktek-praktek kuni diajarkan dalam festival ini agar masyarakat yang bangga akan budaya mereka juga melindungi lingkungan yang menaunginya.

ABC; Eric Tlozek

"Jika kami mendidik warga, masyarakat lokal, untuk melindungi dan melestarikan lingkungan mereka, secara tak langsung mereka akan melestarikan budaya mereka juga, karena lingkungan adalah tempat di mana budaya mereka berasal," tutur Saina Jeffrey.

Festival ini adalah kesempatan langka bagi para penampil dari -apa yang dinamakan -kelompok ‘Sing-Sing’ untuk melihat tarian dan kostum tradisional masing-masing. Bepergian di dalam wilayah terpencil ini masih sulit dan kebanyakan orang tak mampu untuk pergi jauh dari rumah mereka.

Pria Bawa Batang pohon
Cabang pohon yang dibakar digunakan untuk menyediakan asap bagi kelompok ‘Sing-Sing’.

ABC; Eric Tlozek

Ketua kelompok, Ara Kowo, bepergian dengan perahu, bus dan berjalan kaki untuk membawa siswa sekolah dan para sesepuh dari desanya ke pegunungan tempat festival berlangsung.

“Dibutuhkan dua hari, dari pantai, tepat di pantai,” sebutnya.

Pria Berkostum
Festival Danau Kutubu Kundu dan Digaso di Provinsi ‘Southern Highlands’ adalah salah satu festival budaya yang paling terpencil di  Papua Nugini.

ABC; Eric Tlozek

"Saya merasa sangat bangga karena ini adalah budaya dari pantai. Dari kawasan pesisir, saya datang dari pantai ke acara ini supaya warga pegunungan tahu budaya saya, dan saya juga sangat tertarik untuk melihat budaya mereka," aku Ara Kowo.

Alasan lain mengapa banyak penari yang lebih tua ikut serta adalah kekhawatiran mereka jika kaum muda dari desa akan kehilangan sentuhan budaya.

“Sekarang ini banyak teknologi modern masuk dan hal-hal baru terjadi, jadi saya tak ingin kehilangan budaya saya, saya benar-benar ingin mempertahankan budaya saya,” ungkap Ara.

Gadis Kenakan Baju Serat Kayu
Festival ini adalah kesempatan langka bagi para penampil dari –apa yang disebut –kelompok ‘Sing-Sing’ untuk melihat tarian dan kostum tradisional masing-masing.

ABC; Eric Tlozek

Ada sejumlah tanda yang mengisyaratkan bahwa inisiatif ini berhasil, atau setidaknya menjadi populer.

Ada 27 kelompok ‘Sing-Sing’ di festival tahun ini, padahal lima tahun lalu ketika festival ini pertama kali dimulai, hanya ada 7 kelompok yang bergabung.

Popularitas festival ini terus meningkat, dan begitu juga dengan laju pembangunan, terutama dalam bidang infrastruktur seperti jalan.

Pria Berpakaian Tradisional
Pembuatan kostum menjadi salah satu kegiatan dalam festival budaya paling terpencil di Papua Nugini ini.

ABC; Eric Tlozek

Penemuan minyak timbulkan dampak negatif

Minyak ditemukan di dekat Danau Kutubu 30 tahun yang lalu dan membuat Kutubu menjadi ladang minyak komersil pertama di Papua Nugini.

Kini, gas alam juga dieksplorasi dan pipa gas utama disalurkan melalui daerah itu.

Norman Ba’abi adalah ketua Otoritas Misi Khusus Danau Kutubu, yang mengelola royalti bagi masyarakat setempat.

Gadis Berpakaian Tradisional dari Wilayah Kikori
Popularitas festival ini meningkat begitu pula laju pembangunan.

ABC; Eric Tlozek

"Ada kalanya saya duduk dan berkata, ‘Seandainya saja tidak ada jalan dan seandainya saja juga tak ada minyak’, karena dampak negatif yang ditimbulkan pada masyarakat jauh lebih besar daripada dampak positifnya," ujar Norman Ba’abi.

Perusahaan minyak dan gas ‘Oil Search’ serta ‘ExxonMobil’ merupakan sponsor utama dari festival tersebut.

Turis Jerman Stefanie Stallmeister
Saat ini, pariwisata diabaikan, meski area ini memiliki atraksi alam yang nyata.

ABC; Eric Tlozek

Beberapa warga lokal, seperti Norman, ingin mengembangkan industri seperti pariwisata, agar bersiap ketika minyak dan gas telah habis.

“Setelah minyak dan gas habis, itulah akhir dari pendapatan tunai. Pariwisata adalah bidang yang berkelanjutan,” kata Norman.

Saat ini, pariwisata diabaikan, meski daerah ini memiliki wisata alam yang nyata.

Penonton Saksikan Tarian di Festival Danau Kutubu
Ada sejumlah pertanda yang menunjukkan festival ini semakin populer.

ABC; Eric Tlozek

Danau Kutubu sendiri merupakan salah satu rumah terbesar bagi satwa liar unik dan situs osuarium (pemakaman) yang tak biasa -di mana mayat warga setempat ditinggalkan di tepian tebing dekat air.

Situs Osuarium
Danau Kutubu adalah rumah bagi situs osuarium (pemakaman) tak biasa di mana mayat warga lokal ditinggalkan di tebing dekat air.

ABC; Eric Tlozek

Industri minyak dan gas akan terus membangun infrastruktur, yang pada saatnya nanti digunakan untuk melayani para wisatawan.

Banyak warga lokal berharap, dampak dari pembangunan dan peningkatan migrasi ke daerah ini tak akan merusak apa yang nantinya bisa mereka nikmati.

Danau Kutubu
Penyelenggara mengatakan, ada kebutuhan mendesak untuk mempromosikan budaya di festival Danau Kutubu.

ABC; Eric Tlozek

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

Terjemahkan: 17:47 WIB 10/10/2016 oleh Nurina Savitri.