ABC

Ilmuwan Peringatkan Kerusakan Global Akibat Perubahan Iklim

Lebih dari 15.000 ilmuwan iklim terkemuka dari 180 negara memberikan peringatan keras: waktu kita hampir habis untuk mencegah kerusakan lingkungan secara global.

Ini menjadi jumlah ilmuwan paling besar yang pernah terlibat dalam sebuah studi dengan fokus pada perubahan iklim.

Kebanyakan ilmuwan berasal dari negara-negara berkembang.

Mereka memprediksi peningkatan suhu udara dan perubahan pola cuaca, yang keduanya bisa berdampak pada kerusakan dunia yang menyebar luas.

Tetapi laporan dari penelitian ini mengatakan masih belum terlambat bagi pemerintah untuk berbuat sesuatu yang dapat mencegah kerusakan ini.

Profesor Bill Laurence dari James Cook University di Queensland, Australia adalah salah satu penulis utama dalam laporan penelitian tersebut.

“Kita membahas soal pengurangan jumlah ikan di lautan, penebangan hutan, jumlah dari hewan-hewan yang terancam punah, ancaman polusi air jernih, juga kehidupan di perkotaan termasuk ledakan penduduk… jadi bukan hanya soal perubahan iklim, meski ini menjadi hal yang kritis,” ujar Profesor Laurence.

Penelitian ini menggambarkan kerusakan berat yang akan dialami planet Bumi, akibatnya butuh adanya pembatasan jumlah penduduk serta anjuran agar pemerintah negara-negara tidak hanya terfokus pada pertumbuhan ekonomi.

Menurut Profersor Laurence, kebanyakan pemerintahan masih hanya berpikir jangka pendek, seperti contohnya pemerintah Australia.

“Australia sendiri sudah mundur banyak dalam lima hingga sepuluh tahun terakhir, misalnya saja menghapus pajak karbon, padahal pajak karbon adalah satu hal yang sangat progesif yang memberikan stabilitas pada investasi, juga memberikan insetif bagi skema energi alternatif dan energi hijau,” ujarnya.

Laporan studi ini diterbitkan di jurnal ‘Bioscience’, hari Selasa (14/11). Peluncuran ini berbarengan dengan data terbaru yang menunjukkan emisi karbondioksida global telah meningkat, untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir.

Data CO2 ini dikumpulkan oleh kelompok Global Carbon Project, yang menyalahkan peningkatan penggunaan listrik tenaga batu bara di dunia. Menurut mereka peningkatan emisi ini diakibatkan oleh konsumsi minyak dan gas di China.

Para ilmuwan khawatir penggunaan energi yang merusak ini akan terus berlanjut, sehingga sulit untuk bisa mengikuti Kesepakatan Paris, yang salah satunya adalah menjaga ambang batas kenaikan suhu Bumi di bawah dua derajat celsius.

“Terlihat dari tahun 2017, tidak ada penurunan, malah lebih banyak emisi rumah kaca.. kita tidak melihat adanya perubahan untuk bisa mencapai Kesepakatan Paris,” ujar Profesor Frank Jotzo dari Australian National University di Canberra.

Anda bisa mendengarkan laporan selengkapnya di program AM dari Radio ABC lewat tautan berikut.