ABC

Ilmuwan Perempuan yang Berkeluarga Sulit Mendapat Kesetaraan Karir

Hasil survei terbaru menunjukkan, sepertiga dari ilmuwan dan insinyur perempuan Australia menganggap prospek karir mereka begitu suram sehingga mereka tidak akan berada di sektor itu dalam lima tahun.

Profesional Australia, organisasi yang mewakili para ilmuwan dan insinyur, melakukan survei terhadap 432 perempuan yang bekerja di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, teknik dan matematika.

Survei itu menemukan, 31% dari mereka berharap untuk meninggalkan sektor ini dalam lima tahun ke depan.

Kepala eksekutif ‘Profesional Australia’, Chris Walton, mengatakan, masalah pertama yang harus ditangani adalah kesenjangan gaji.

Perempuan yang bekerja penuh waktu dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, teknik atau matematika memperoleh gaji 24% lebih sedikit dari laki-laki.

"Sekarang, banyak dari hal itu tentu saja karena perempuan tidak mendapatkan promosi dan kemajuan karir yang mereka butuhkan," jelas Chris.

Berkeluarga adalah masalah besar bagi ilmuwan perempuan

Robyn Porter memiliki gelar dalam bidang kimia dan menghabiskan sekitar 10 tahun bekerja di ilmu pertanian dan bioteknologi, tetapi harus meninggalkan laboratorium ketika ia ingin membangun sebuah keluarga.

"Anda hanya bisa lepas dari penelitian selama maksimum tiga tahun, jika tidak, anda tak akan ada di garis depan dalam bidang ini dan keterampilan Anda menjadi terlalu usang," katanya.

Ia menambahkan, "Dan bahkan jika Anda cukup beruntung untuk memiliki majikan yang bisa membantu Anda bertahan dalam penelitian, itu benar-benar sulit karena penelitian Anda tak berlangsung dari jam sembilan hingga jam lima; penelitian Anda bekerja 24 jam sehari tujuh hari seminggu.”

"Bagaimana Anda bisa mengatur waktu dengan keluarga?," sambungnya.

Kini, Robyn, memiliki posisi honorer yang tak dibayar di ‘Profesional Australia’, organisasi yang mewakili para ilmuwan dan insinyur.

Ia mengatakan, dirinya mendorong anak perempuan dan perempuan muda yang ingin berkarir dalam penelitian, tetapi ia menyarankan mereka untuk menyadari bahwa mereka mungkin harus berkompromi jika mereka ingin membangun keluarga.

Perusahaan perlu merubah sistem kerja

Chris mengutip sebuah contoh dalam ilmu penelitian, di mana kemajuan seseorang didasarkan pada publikasi mereka dan kemunculan nama mereka berbagai konferensi dan jurnal.

"Jika Anda memiliki jeda karir, Anda langsung dirugikan, karena Anda memiliki jurnal lebih sedikit dan karena itu kurang kesempatan untuk mendapatkan dana penelitian putaran berikutnya," ungkapnya.

Ia mengatakan, lembaga donor penelitian perlu menyadari bahwa penilaian terhadap penelitian saat ini, secara langsung sungguh diskriminatif terhadap perempuan.

"Mereka harus mengubah tahapannya. Anda tak bisa hanya melihatnya dari jumlah publikasi, dan Anda harus bisa memiliki jeda karir," utaranya.

Sekitar 61% responden dalam survei itu mengatakan bahwa mereka percaya bekerja paruh waktu memiliki dampak negatif pada karir mereka.

"Banyak dari sistem ilmu benar-benar bekerja melawan jam kerja yang fleksibel atau kerja paruh waktu," sebut Chris.

Ia lantas menerangkan, "Seperempat dari mereka yang bekerja paruh waktu mengatakan, mereka diabaikan untuk promosi dan banyak yang mengatakan mereka dikeluarkan dari pekerjaan karena mereka adalah bekerja paruh waktu.”

"Hingga masalah tersebut diatasi, para perempuan tidak akan mendapatkan kesempatan karir yang sama," lanjutnya.

Chris mengatakan, para perempuan menjelaskan bahwa mereka merasa seperti harus selalu membuktikan diri, sedangkan -seringkali –apapun yang dilakukan rekan pria mereka diterima begitu saja.

"[Dalam survei] 41% mengatakan, mereka cenderung kurang disimak jika mereka adalah perempuan di bidang teknik. Perusahaan harus menghadapi hambatan budaya ini," pintanya.