Ilmuwan Australia Miliki Inti Es Purba Paling Dicari dalam Riset Iklim Antartika
Misi untuk mengungkap rahasia inti es berusia jutaan tahun dari kedalaman Antartika akan ditampilkan dalam konferensi ilmiah mengenai perubahan iklim yang akan digelar selama sepekan di Hobart mulai hari ini.
Sekitar 200 ilmuwan dari 22 negara berada di Tasmania untuk menghadiri event Konferensi Kemitraan Internasional di bidang Ilmu Inti Es yang diselenggarakan oleh Divisi Antartika Australia dan Pusat Kerjasama Penelitian Iklim dan Ekosistem Antartika.
Meskipun penemuan bongkahan es purba berusia jutaan tahun merupakan benda paling dicari selama ini dalam riset inti es, Namun fokus utama dari konferensi ini adalah mempelajari, temuan awal dari ekspedisi yang diketuai oleh Australia di tahun 2013 dan 2014 tersebut.
Ketua konferensi Dr Tas van Ommen mengatakan riset yang dilakukan di Aurora Basin, sebuah pesisir di Antartika yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya.
"Ada terpaut setengah jalan antara catatan inti es yang paling lama yang digali di daratan antartika oleh orang Eropa dengan catatan yang kita miliki sekarang yang berasal dari daerah pesisir Antartika,” kata Dr van Ommen.
"Melalui penelitian ini Kita ingin mengetahui bagaimana iklim berubah,”
"Untuk pertama kalinya, kita mampu melihat adanya kaitan yang amat kuat antara suhu selama 200 tahun terakhir di pesisir dan juga daratan,’
"Dan temuan ini cukup temuan penting."
Dr van Ommen mengatakan inti es memiliki kaitan yang kuat dalam memahami perubahan iklim dan lingkungan di Australia.
"Hal ini benar-benar penting bagi iklim Australia yang mengontrol kebakaran hutan, seperti El Nino dan curah hujan yang berasal dari Samudra Selatan – semua meninggalkan jejak di inti es," katanya.
"Es adalah perekam yang fantastis dari banyak hal berbeda didalam iklim dan lingkungan."
Profesor Eric Wolff dari Cambridge University memainkan peran penting dalam memetakan yang diketahui sebagai inti es tertua di dunia, sampel berusia 800.000 tahun yang diambil dari daerah Dome C di Antartika Plateau.
"Temuan utamanya dalah membuktikan bahwa catatan karbon dioksida dari 200 tahun terakhir benar-benar tidak biasa dibandingkan dengan 800.000 tahun sebelumnya dan apa yang telah kita lakukan ke atmosfer dalam 200 tahun terakhir adalah sesuatu yang baru,” kataya.
"Kita sekarang menginginkan inti es yang lebih tua dan kembali ke jutaan tahun lalu,”
Professor Wolff mengatakan angka jutaan tahun itu tidak hanya merupakan angka – tapi juga mewakili point penting dalam sejarah iklim.
"Kita tahu kalau catatan dari sedimen laut menunjukan bagaimana iklim bekerja sebelum satu juta tahun yang lalu itu berbeda dengan hari ini,” katanya.
"Kita perlu meneliti transisi itu karena dengan melakukannya kita akan mengetahui bagaimana karbon dioksida masuk kedalam dan disingkirkan dari atmosfir, yang penting untuk memahami bagaimana perubahan iklim saat ini akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama,”
Professor Wolff mengatakan salah satu kesulitan dalam melokasikan usia jutaan tahun dari inti es ini adalah adanya batuan panas di bawah permukaan bumi yang akan melumerkan lapisan yang lebih dalam,”
Dia mengatakan diharapkan lokasi yang tepat akan dapat ditemukan dan mulai digali pada tahun 2020 nanti.
Profesor dari Oregon State University, Ed Brooks juga ikut memfasilitasi event ini.
"Kami sedang membangun sebuah rig pengeboran yang sangat canggih yang dirancang untuk mengebor lapisan es Antartika dalam dua minggu, dan mengumpulkan sampel yang tepat di bagian bawah dan bor ke batu di bawah es, "katanya.
"Idenya adalah untuk menemukan lokasi yang menjanjikan di mana kita berpikir mungkin ada es juta tahun, dan sampel yang cepat.
"Kami tidak akan mampu mengumpulkan seluruh inti es, tapi kami akan dapat mengumpulkan es dari lapisan bawah untuk memeriksa apakah kita memiliki tempat yang tepat dan akan melahirkan proyek pengeboran besar lainnya setelah pengeboran tersebut.”