ABC

Ibrahim Malik Angkat Bicara Soal Surat yang Ia Dapatkan Dari Kepolisian Australia

Ibrahim Malik menggugat Universitas Islam Indonesia (UII) karena mencabut gelar ‘Mahasiswa Berprestasi’ yang diberikan kepadanya tahun 2015.

Menurut UII, dasar pencopotan tersebut adalah pertimbangan etis.

Sidang pertama gugatan Ibrahim Malik berlangsung di PTUN Yogyakarta dengan agenda sidang pertama pemeriksaan kesiapan, Senin pekan lalu (28/09).

“Gugatan terkait dengan surat yang dikeluarkan oleh rektor UII kepada klien kami. Di mana UII mencabut status mahasiswa berprestasi se-universitas pada tahun 2015,” kata Abdul Hamid, kuasa hukum Ibrahim Malik, kepada wartawan di PTUN Yogyakarta.

Sebelumnya Abdul Hamid mengatakan pencabutan gelar Ibrahim Malik dilakukan UII tanpa dasar, karena kliennya belum pernah dilaporkan ke polisi dan belum dinyatakan bersalah atas dugaan pelecehan seksual, seperti dilaporkan Tirto.id.

Abdul juga menyinggung hasil investigasi yang dilakukan University of Melbourne.

“Dari investigasi tersebut, diputuskan bahwa tidak ada kesalahan apapun,” ujarnya seperti yang dikutip dari Kompas.com.

“Sehingga pihak kepolisian dan kejaksaan di Melbourne juga sudah mengeluarkan surat bahwa klien kami tidak melanggar hukum, pidana, atau kriminal apalagi tuduhan yang tersebar di medsos,” tambahnya.

Pada Mei 2020 lalu LBH Yogya mengumumkan menerima sedikitnya 30 laporan kekerasan seksual yang diduga dilakukan atas nama Ibrahim Malik, alumni UII yang lulus pada 2016, yang saat itu sedang menempuh studi di Universitas Melbourne, Australia.

Kepada ABC Indonesia, dua orang perempuan menceritakan dugaan pelecehan seksual oleh Ibrahim saat mereka berada di Melbourne.

A photo taken from above showing university square at the University of Melbourne.
Universitas Melbourne sempat melakukan investigasi berdasarkan laporan resmi dari seorang perempuan.

Wikimedia Commons

Surat keterangan dari polisi Australia

Ketika dihubungi oleh ABC Indonesia untuk mengklarifikasi pernyataan kuasa hukumnya terkait “surat yang dikeluarkan oleh kepolisian dan kejaksaan di Melbourne”, Ibrahim mengaku kemungkinan adanya “misinterpretasi penyampaian”.

University of Melbourne pernah melakukan investigasi independen, tanpa melibatkan kepolisian dan kejaksaan, berdasarkan pengaduan formal dari seorang perempuan ke pihak kampus.

Hasil penyelidikan menunjukkan “tidak ada cukup bukti” untuk membuktikan dugaan pelecehan.

“Mahasiswa University of Melbourne tersebut tidak melanggar kebijakan atau kode etik Universitas dan tidak ada cukup bukti bahwa ia bertindak melawan hukum,” demikian keterangan resmi dari Universitas Melbourne yang diterima oleh ABC, akhir Juli lalu.

Namun Ibrahim mengaku jika ia pernah mengajukan pembuatan surat keterangan dari kepolisian di Australia.

“Selain mendapatkan hasil investigasi [dari kampus], kebetulan sebelum pulang ke Indonesia saya membuat SKCK [surat kelakuan baik] untuk melihat Criminal Record dan hasilnya memang nihil,” jelas Ibrahim Malik kepada ABC.

Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang dimaksud Ibrahim di Australia dikenal dengan nama National Police Check (NPC).

Sama halnya dengan SKCK di Indonesia, NPC dibuat berdasarkan biodata seseorang, seperti nama lengkap dan tanggal lahir, yang dicocokkan dengan pusat data untuk melihat apakah seseorang tersebut memiliki sejarah berurusan dengan polisi.

Dengan investigasi yang hanya dilakukan di lingkup University of Melbourne dan tidak pernah dilaporkan ke polisi setempat, tuduhan terhadap Ibrahim memang tak pernah tercatat dalam oleh kepolisian Australia.

Pencabutan gelar adalah ‘kewenangan UII’

Pihak UII mengatakan alasan pencabutan gelar mahasiswa beprestasi yang pernah diberikan kepada Ibrahim Malik adalah soal “etis”.

“Lebih ke pertimbangan etis, seorang yang berprestasi seharusnya bersih dari isu-isu dan pertimbangan lain yang diberikan penyintas,” ujar Wakil Rektor 3 UII Rohidin.

Dalam menghadapi gugatan Ibrahim Malik, UII membentuk tim khusus berisikan 5 anggota yang diketuai oleh Nurjihad.

Kepada ABC Indonesia Nurjihad mengatakan, pencabutan gelar mahasiswa berpresetasi Ibrahim Malik adalah kewenangan UII untuk menegakkan marwah lembaga melalui keputusan yang diambil.

Lebih lanjut menurut Nurjihad, gelar ‘Mahasiswa Berprestasi’ merupakan produk milik UII, sehingga UII punya hak terhadap produk tersebut.

“Contohnya, meskipun ini tidak terkait kasus ini, mungkin enggak sebuah lembaga mencabut ijazah? Ini kan terkait lembaga yang menerbitkan ijazah itu,” jelas Nurjihad.

UII juga masih akan menunggu materi gugatan yang akan disampaikan oleh Ibrahim Malik pada sidang Senin mendatang, setelah pada sidang perdana yang lalu ada sejumlah perbaikan yang harus dilakukan pihak penggugat.