ABC

Hubungan RI – Australia Membaik Meski Jokowi Batal Berkunjung

Presiden Indonesia Joko Widodo memang membatalkan kunjungannya resmi pertamanya ke Australia, namun di balik layar, hubungan bilateral kedua negara tetap tumbuh pesat.

Menteri Perdagangan Australia Steve Ciobo menggelar pertemuan dengan mitranya Menteri Pedagangan Enggartiasto Lukita di Sydney, dalam pertemuan terbaru negosiasi kesepakatan perdagangan bebas (FTA) antara kedua negara.

“Baik Australia maupun Indonesia tetap berkomitmen menjadikan hubungan ini semakin kuat,” kata Menteri Ciobo.

Menteri Ciobo mengatakan mereka berhasil mencapai kemajuan mengenai Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Australia Indonesia (IA-CEPA), yang menurutnya berjalan sesuai agenda hingga akhir tahun 2017.

Indonesia dengan populasi sekitar 255 juta jiwa memiliki kelas menengah yang diperkirakan akan terus tumbuh menjadi 135 juta orang pada tahun 2020.

“Ada potensi besar antara Australia dan Indonesia dan itulah mengapa kedua negara sangat berkomitmen untuk proses ini,” kata Menteri Ciobo.

Samantha hawley dan Presiden Joko Widodo
Kepala Biro ABC di Indonesia, Samantha Hawley berbicara dengan President Joko Widodo mengenai pentingnya membangun kembali kepercayaan antara Indonesia dan Australia, dan hukuman mati di Indonesia.

Sementara bagi komunitas bisnis Australia kini merupakan saat-saat kritis. Menurut Presiden Dewan Bisnis Australia-Indonesia (AIBC) Debnath Guharoy, saatnya mengatasi perbedaan budaya yang selama ini menghambat peluang.

“Ada perbedaan budaya, perbedaan cara kedua negara melihat satu sama lain, melihat dunia,” kata Guharoy.

“Kita perlu memahami kalau dalam pembahasan apapun yang sering mengalami kesulitan, kita perlu bersikap kuat dan saling mengerti secara bersamaan,” ujarnya. “Kita perlu lebih bersikap akomodatif, lebih dari biasanya.”

Hubungan ekonomi Australia dan Indonesia masih memiliki ruang untuk dikembangkan. Pada 2015, total nilai perdagangan dua arah di kedua negara mencapai sekitar $15 miliar, dibandingkan dengan Australia dan Selandia Baru yang mencapai $23 miliar.

Menghidupkan kembali kesepakatan perdagangan merupakan cara mengatasi hal tersebut dan Pemerintah Australia menegaskan kalau Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Australia – Indonesia merupakan salah satu prioritas.

Ini adalah dokumen dimaksudkan untuk mengatasi hambatan budaya sehingga kedua negara dapat bekerja sama lebih baik.

Budaya bisnis Australia

Sementara itu menurut Danny Burrows dari perusahaan perdagangan dan investasi Asia, Tradeworthy, warga Australia perlu melakukan penyesuaian pemikiran dan kebiasaan praktek bisnis jika ingin berhasil di Indonesia.

“Warga Australia perlu lebih baik lagi dalam menghadapi ketidakpastian di Indonesia … Mereka perlu belajar menghadapi lingkungan yang tidak pasti,” katanya.

“Para pebisnis Indonesia senantiasa beroperasi di dalam lingkungan yang tidak pasti seperti itu dan harus bisa beradaptasi dalam mengelola lingkungan tersebut,” jelas dia.

Namun Indonesia juga diminta mengupayakan cara mengurangi resiko dari sisi mereka. “Saya kira kita berperan penting agar tetangga kita memahami disiplin, perlunya peraturan yang pasti, itu penting bagi masa depan mereka sendiri,” kata Guharoy.

Burrows menambahkan perusahaan Jepang, Korea dan Jerman menyadari bisnis mereka mungkin tidak akan mendatangkan laba atas investasi selama lima tahun atau lebih. Sementara pebisnis Australia bekerja menurut pelaporan triwulanan – budaya bisnis yang dapat merusak kepercayaan di Indonesia.

“Australia dipandang sebagai pihak yang mau untung sebesar-besarnya, dalam kurun waktu sesegera mungkin, ketimbang menjalankan model lain yang mungkin lebih fleksibel,” jelasnya.

Opini publik

Bagi sebagian orang, kurangnya pemahaman budaya merupakan gejala dari menurun drastisnya studi mengenai Bahasa Indonesia.

Laporan yang dirilis Asia Education Foundation (AEF) pada 2010 mendapati studi Bahasa Indonesia menurun tajam, kurang dari 10.000 mahasiswa setiap tahunnya yang mengambil studi ini dalam 5 tahun.

“Ini bukan hanya berkomunikasi: bahasa memungkinkan anda menyelami kebudayaan dan memahami sebuah budaya, dan keterlibatan internasional, apakah itu untuk perdagangan atau urusan luar negeri dan lainnya. Jadi bahasa menjadi hal yang lebih kompleks saat ini,” kata Direktur Eksekutif AEF, Kathe Kirby.

Menurut Kirby, persepsi publik mengenai Indonesia memainkan peran besar terkait apakah Bahasa Indonesia akan dipelajari.

“Bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa yang terpengaruh oleh opini publik dan oleh event dalam hubungan antara kedua negara kita,” katanya.

Hubungan itu sempat menghadapi saat-saat sulit, terkait perhatian meningkat mengenai isu pencari suaka, terorisme dan perdagangan ternak.

‘Betapa samanya kita’

Pelajar Heathmont College berbicara dengan pelajar Indonesia
Pelajar Heathmont College berkomunikasi melalui internet dengan rekan sesama pelajar di Indonesia.

ABC News: Helen Brown

Di beberapa negara bagian di Australia situasi pembelajaran Bahasa Indonesia sudah berubah.

Di Heathmont College di pinggiran Melbourne, jumlah murid yang mengambil kelas Bahasa Indonesia mengalami peningkatan sejak diperkenalkannya proyek sekolah BRIDGE, yang langsung menghubungkan pelajar di sana dengan rekan mereka di Indonesia.

Para murid ini saling berbicara melalui panggilan video dan pemahaman antarbudaya pun di antara mereka semakin berkembang.

Koordinator kelas Bahasa Indonesia di Heathmont College, Prema Devathas, melihat jumlah pendaftar di kelas Bahasa Indonesia meningkat pesat sehingga dia memperkirakan kelasnya akan penuh tahun depan di seluruh kelas 3.

“Ini seperti proses pembelajaran yang sangat disesuaikan, seperti ruang kelas tanpa batas,” katanya.

“Anda belajar dengan murid di sana sehingga terbangun hubungan dan solidaritas ketika mereka saling berbagi,” jelasnya.

“Mereka menyadari kalau mereka bukan satu-satunya yang berstatus remaja. Semua remaja di seluruh dunia sama,” tambah dia.

Bagi para murid tersebut, melakukan penyesuaian secara budaya dengan tetangga terdekat Australia telah lebih mudah untuk dilakukan.

Diterjemahkan pada pukul 23:00 WIB, 6/11/2016, oleh Iffah Nur Arifah. Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.