ABC

Hapus Perbudakan, Konglomerat Australia Gandeng Pemimpin Agama

Konglomerat tambang Australia, Andrew Forrest, meluncurkan sebuah organisasi untuk mengakhiri perbudakan modern, dengan dukungan Paus Fransiskus dan Imam Besar al-Azhar. Saat ini sedikitnya 29 juta orang masih hidup dalam kondisi perbudakan.

Global Freedom Network diluncurkan di Vatikan, dihadiri oleh Pemimpin Gereja Katolik, Gereja Anglikan dan Islam Sunni dalam upaya bersama untuk mencegah perbudakan modern.

Paus Fransiskus, Uskup Agung Canterbury Justin Welby, dan Imam Besar al-Azhar, duduk dalam dewan pimpinannya.

Para pemimpin lintas-agama itu diajak untuk bergabung dalam jaringan tersebut.

Berbicara pada event peluncuran, Forrest mengatakan, kampanye itu akan disebar ke gereja-gereja dan masjid-masjid di seluruh dunia.

Global Slavery Index, yang disusun oleh Walk Free Foundation yang dibentuk Forrest, memperkirakan, sekitar 16-juta orang diperbudak di Pakistan dan India saja.

Pada Januari lalu, Forrest mengumumkan sebuah rencana yang dikatakannya akan membebaskan 2,5 juta orang dari perbudakan di Pakistan.

Forrest menandatangani deal dengan negara bagian Punjab di Pakistan yang memberi akses ke teknologi Australia, yang dapat mengubah batubara muda menjadi diesel.

Sebagai imbalan, katanya, Pakistan setuju untuk mengeluarkan UU yang melarang perbudakan atau kerja paksa untuk membayar hutang.

Forrest mengatakan, ia terdorong untuk mengambil tindakan setelah bertemu dengan seorang anak perempuan yatim piatu 9 tahun dari Nepal yang menjadi korban perdagangan manusia.

Konsep itu mendapat pujian dari mantan perdana menteri Inggris Tony Blair, yang melukiskannya sebagai contoh yang sangat baik dari filantrofi Australia.

Forrest sebelumnya membiayai prakarsa bernilai jutaan dolar untuk membuka lapangan kerja bagi bumiputra Aborigin di Australia, dan di tahun 2012 mendirikan yayasan Walk Free, sebuah badan amal yang berfokus pada penghapusan perbudakan di seluruh dunia.

Ia juga membantu meluncurkan Indeks Perbudakan Global, bersama Blair dan mantan menteri luar negeri AS Hillary Clinton, yang mendapati bahwa 29 juta orang hidup dengan kondisi perbudakan modern di seluruh dunia.