Habiskan Dana Lebih dari $1 Triliun, Apa saja Hasil dari Proyek OBOR China?
Proyek pembangunan infrastuktur 'One Belt One Road' (OBOR), yang dijalankan Pemerintah China di bawah pimpinan Presiden Xi Jinping, sudah berlangsung satu dekade.
Yang terbaru, sejumlah proyek direncanakan untuk dibahas pada KTT China-Asia Tengah akhir pekan lalu, saat Presiden Xi berjanji membangun lebih banyak rel kereta api untuk menghubungkan Asia tengah.
"Kita perlu memperluas hubungan ekonomi dan perdagangan," ujarnya di hadapan pemimpin Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan.
KTT ini bertepatan dengan pertemuan G7 yang dihadiri PM Australia Anthony Albanese, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan para pemimpin lainnya di Jepang.
Mampukah proyek OBOR menantang pengaruh AS dalam perdagangan di Asia dan kawasan dunia lainnya?
Berapa biayanya dan apa yang sudah dibangun?
Proyek-proyek OBOR yang ingin menghubungkan Asia dengan Eropa Barat dan Afrika melalui jaringan kereta api berkecepatan tinggi dan jalur laut, membutuhkan biaya besar.
Meski sulit memastikan angkanya, namun diperkirakan proyek OBOR sejauh ini menelan biaya lebih dari $1 triliun.
Sebagian besar pengeluaran ini adalah untuk infrastruktur energi dan transportasi, selain juga untuk membiayai proyek real estat, teknologi, dan pariwisata.
Profesor Jane Golley dari Universitas Nasional Australia menjelaskan 152 negara sudah menandatangani proyek OBOR tersebut.
Karena sifat perjanjian pinjaman dan struktur investasi, sulit untuk menentukan angka pastinya, tapi para analis yakin proyek termahal yang dilakukan sebagai bagian dari OBOR adalah proyek Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC) senilai $92,5 miliar.
Di bawah CPEC, pelabuhan, bandara, rel kereta api, jaringan pipa minyak, dan jaringan kabel serat optik sudah, dan sebagian masih dibangun di seluruh Pakistan, tapi fokusnya adalah pembangkit listrik bahan bakar fosil dan tenaga surya, hidro dan angin, serta pembangkit nuklir.
Proyek CPEC akan memberi China akses darat ke pelabuhan laut dalam Pakistan di Laut Arab, serta ke pasar domestik dari 231 juta orang yang sebagian besar berusia muda.
"
Proyek-proyek besar OBOR lainnya meliputi pipa gas ke Asia Tengah, pembangunan kereta api cepat di Indonesia, Malaysia dan Kenya, dan investasi di Pelabuhan Piraeus Yunani.
"
Banyak perjanjian yang ditandatangani dan juga MoU dengan negara seperti Italia, tapi detail proyek sebenarnya tidak selalu jelas.
Namun, tidak semua yang direncanakan berjalan dengan baik.
Pada tahun 2021, Pemerintah Australia secara tegas mengakhiri perjanjian OBOR antara negara bagian Victoria dengan Pemerintah China.
Laporan kantor berita Reuters menyebutkan proyek senilai $17,4 miliar di Malaysia telah dibatalkan antara tahun 2013-2021, serta proyek $2,25 miliar dibatalkan di Kazakhstan dan lebih dari $1,5 miliar di Bolivia.
Karena proyek OBOR mahal, China harus membayar lebih banyak karena negara-negara yang kesulitan mengimbangi nilai utang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek.
Penelitian dari Bank Dunia, Harvard Kennedy School, AidData, dan Kiel Institute for the World Economy menunjukkan bahwa China telah menghabiskan $359 miliar untuk menyelamatkan 22 negara termasuk Argentina, Mongolia, dan Pakistan, antara tahun 2008 dan 2021.
Menurut Profesor Golley, meski proyek infrastruktur masih menghabiskan sebagian besar pengeluaran, area lain semakin diprioritaskan.
"Proyek jalan dan rel kereta api masih mendominasi, tapi ada pula pertumbuhan konektivitas digital dan sektor kesehatan," jelasnya.
Nadege Rolland dari National Bureau of Asian Research, sebuah lembaga 'think tank' di Amerika Serikat, menjelaskan China membuat daftar lima bidang fokus untuk OBOR: koordinasi kebijakan, pembangunan infrastruktur, perdagangan tanpa hambatan, integrasi keuangan, dan program pertukaran.
Menurutnya, sejak tahun 2015, OBOR memasukkan "rencana nyata spesifik" di berbagai bidang lain termasuk pendidikan, budaya, pertanian, energi, kerja sama maritim, kesehatan, dan kerja sama ilmiah.
Bisakah China mewujudkannya?
Menurut Rolland, tujuan akhir dari OBOR bukanlah untuk meningkatkan konektivitas, tapi, seperti yang disebutkan oleh Presiden Xi, untuk "bergerak menuju komunitas masa depan bersama".
"
"OBOR harus dipahami sebagai tulang punggung tatanan dunia baru yang dibentuk sesuai dengan keinginan China,” katanya.
"
Menurut Elena Collinson, kepala analisis di Institut Hubungan Australia-Tiongkok di Universitas Teknologi Sydney, realisasi proyek OBOR telah dan akan terus menjadi tantangan serius bagi Beijing.
"Proyek-proyek ini penuh komplikasi seperti reaksi di negara-negara peserta terhadap ketidakjelasan tata kelola proyek, penundaan dan masalah lingkungan," jelasnya.
Profesor Golley berpendapat kemajuan OBOR memang melambat karena pandemi COVID, tapi tidak akan gagal.
Direktur La Trobe Asia Bec Strating sependapat.
Menurutnya, OBOR tidak akan kehilangan prioritasnya.
"Ini bagian penting dari bagaimana Presiden Xi mengejar kekuasaan dan pengaruh di panggung global," katanya.
"Tampaknya OBOR berkembang ke fase yang berbeda."
Apa fokus OBOR?
Dr Strating menjelaskan inti dari OBOR adalah menciptakan visi tatanan global yang terpusat pada China, menjadikan sebagai sebuah alternatif dari visi tatanan dunia yang dipimpin Amerika Serikat.
Pada tahun 2017 OBOR ditulis dalam konstitusi Partai Komunis, dan Presiden Xi menggambarkannya sebagai "proyek abad ini".
Ada juga elemen pertahanan dalam proyek OBOR, di mana China mengindikasikan kerja sama militer dengan mitra seperti negara-negara di Pasifik Selatan dan Karibia.
Profesor Golley mengatakan OBOR sejak awal merupakan strategi pembangunan ekonomi.
"Saya tidak melihat OBOR sebagai alat untuk memengaruhi negara lain," katanya kepada ABC.
"Saya melihatnya sebagai alat untuk memperluas hubungan perdagangan dan investasi China, terutama dengan tetangga terdekatnya."
Menurut Rolland, sejak 2017, fokus proyek OBOR tidak lagi pada infrastruktur keras.
Salah satu contohnya adalah KTT China–Arab Desember lalu, di mana peluang diplomatik dan perdagangan didiskusikan.
Di forum tersebut, Presiden Xi berjanji mengimpor lebih banyak minyak dan gas alam dari negara-negara Teluk dengan menggunakan mata uang Yuan.
Bisakah OBOR menantang pengaruh AS?
Dr Strating menyebut di bawah Presiden Xi, tampaknya China akan menggunakan OBOR untuk membangun hubungan dengan negara-negara lain di Asia dan Pasifik.
"Ini bukan hanya soal melawan AS, tapi juga soal meningkatkan posisi global China dan kemampuan untuk memberikan pengaruh di negara lain," katanya.
Collinson mengatakan AS sendiri belum berhasil menawarkan alternatif untuk OBOR.
"Inisiatif Build Back Better World yang diajukan Pemerintahan Joe Biden di G-7 pada Juni 2021, dikemas ulang sebagai Kemitraan untuk Infrastruktur dan Investasi Global pada Juni 2022, masih kekurangan dalam pembiayaan," katanya.
Mengutip penelitian dari IMF, Profesor Golley mengatakan bahwa pada tahun 2022, setengah dari perdagangan global terjadi di Asia.
"Apakah China akan berhasil di sini? Tentu saja," katanya.
"China akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar dan kekuatan perdagangan dan investasi terpenting," kata Profesor Golley.
Bagi Profesor Golley, pertanyaan kuncinya adalah, "Apakah OBOR akan menjadikan kekuatan global bersaing di kawasan paling dinamis di dunia", yaitu Asia Pasifik?
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News yang selengkapnya dapat dibaca di sini.