ABC

Grace Monica, Perempuan Muda Aktivis Kesehatan

Grace Monica adalah aktivis HIV AIDS yang sudah melanglang buana ke berbagai benua. Grace, yang menempuh pendidikan dokter ini, pernah mencicipi pengalaman bekerja di markas besar WHO di Jenewa, dan mendapat beasiswa "Asia Pacific Leadership Program" di Hawaii. Penerima penghargaan "Australian Development Scholarship" ini menaruh perhatian besar pada dunia kesehatan Indonesia.

Grace mengisahkan, sedari kecil dirinya sudah tak memiliki ayah. "Ibuku itu’single mother’, dari aku umur 3 tahun. Dari aku umur 3 tahun si  mamah ini selalu bilang, pokoknya mama mau anak mama satu jadi dokter umum, satu jadi dokter gigi.., ” ungkapnya kepada Nurina Savitri dari ABC.

Itulah awal mula kiprah Grace Monica di dunia kesehatan. Grace yang kala itu masih bocah, tentu tak mengetahui bahwa jalan hidupnya ke depan, bermula dari permintaan sang ibu.

Grace yang kini aktif memberikan edukasi HIV AIDS di Indonesia melalui badan PBB UNESCO, mengawali karirnya di bidang kesehatan dengan menjadi dokter umum. Tak lama berurusan dengan pasien, Grace kemudian mendapat beasiswa Australian Development Scholarship untuk melanjutkan pendidikan pasca sarjana dengan jurusan kesehatan masyarakat, di University of New South Wales, Sydney. Di tengah studinya, ia berkesempatan untuk mencicipi pengalaman kerja di Departemen HIV AIDS, di markas besar World Health Organization atau WHO, Jenewa, Swiss.

Perempuan kelahiran 31 tahun yang lalu ini, sedari kecil memang gigih mengejar cita-citanya, dan tentu saja prestasinya menonjol dibanding teman-teman sebaya-nya.

Ibunda Grace menuturkan, "Waktu SMA itu, kebetulan kan dia anak yang paling dibanggakan di sekolahnya. Nah dia tuh orang pertama di SMA-nya yang dapet PMDK di UI sampe diciumin sama ibu gurunya.. .”

Ketekunan Grace juga dibenarkan rekan seangkatannya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fonda.

“Dia juga rajin sekali ya, tiap ada tugas selalu dikerjakan paling dulu…dateng kuliah juga selalu 15 menit lebih awal. Itu yang salah satu yang sering di-fotokopi catetannya itu Grace,” kenangnya.

Grace punya perhatian khusus terhadap bidang kesehatan masyarakat. Bukannya mempersiapkan pendidikan spesialis, ia justru menjadi dokter relawan di Gorontalo, selepas menyelesaikan kuliah di FK UI.

“Kalau di antara temen-temen kita pengen jadi dokter bedah, pengen jadi dokter anak atau apa…kalau Grace bicarakan penyakit-penyakit yang mempengaruhi masyarakat banyak, seperti malaria..TBC..,” urai Fonda.

Grace tak hanya berhati sosial tapi juga berprestasi. Lagi-lagi ia mendapat beasiswa Asia Pacific Leadrship Program dari East West Center di Hawaii, Amerika Serikat, saat baru menyelesaikan kuliah di UNSW.

Selama studi S2-nya di Sydney, Grace memiliki kesan mendalam terhadap perilaku masyarakat di sana.

“Kalau di Australia kita bisa makan bareng sama dosen beli di kantin, antri sama-sama terus duduk di taman bareng-bareng makan. Kalau di sini itu udah hampir nggak mungkin kali ya. Hal-hal ‘simple’ yang kaya naik bis bareng karena semuanya memang juga naik bis, parkir terlalu mahal, jadinya buat kita itu lebih nyaman, lebih enak tidak merasa bahwa kita itu di bawah dari orang lain,” ujar anak bungsu dari dua bersaudara ini. 

Pentingnya peran Ibu

Sosok ibu, bagi Grace, sangat berpengaruh besar terhadap perjalanan hidupnya.

“Mamaku itu… tadi aku sudah bilang ya, mamaku ‘single mother’ dari aku umur 3 tahun. Dan waktu itu dia tidak bekerja, jadi memang ‘struggling’ sendiri dengan 2 anak, tapi tidak pernah satu kalipun ngomong hal yang negatif, selalu ditanamkan di pikiran kita sesuatu yang positif…Nggak apa-apa kita sekarang susah tapi nanti kita akan berjuang menjadi lebih maju… dan itu terus-terusan sampai sekarang,” tegas perempuan muda kelahiran 2 April ini.

Ya, berpikir positif, itulah yang selalu diutamakan Grace dalam memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi, yang menjadi bagian rutinitasnya sebagai aktivis HIV AIDS.

Tak heran jika Grace juga sangat optimis terhadap dunia kesehatan dan peran kaum muda di Indonesia.

“Dunia kesehatan di Indonesia itu ‘getting better very slowly’ ya. Universal Health Care di Indonesia yang baru diterapin itu BPJS, JKN, Jaminan Kesehatan Nasional menuai banyak sekali protes di Indonesia, tapi terus terang kalau menurutku ini salah satu langkah yang sebenernya bagus. Kita ada 240 juta, remajanya saja mungkin 30 jutaan, mungkin lebih. Dari 30 juta aku yakin sekitar 10 jutanya itu masihlah ada orang-orang yang peduli,” tuturnya.

Komitmen, kecintaan dan kerja keras Grace sebagai aktivis kesehatan ditangkap betul oleh rekan kerjanya di UNESCO, Dwi.

“Kalau saya lihat sih dengan seringnya dia ikutan 'meeting-meeting' dengan semua partner-partner terutama pemerintah, dari Depkes dan sebagainya itu cukup serius dengan apa yang dia lakukan ya..maksudnya benar-benar meyakini bahwa ya ini yang harus dilakukan bagi kesehatan. Bahwa dia ikut kerja sosial ke pelosok-pelosok Indonesia dan selalu memikirkan bagaiman caranya supaya kalau mengadakan satu kegiatan itu tepat sasaran,” urai Dwi tentang sosok Grace di lingkungan kerja.

Berpikir positif, tekun dan bekerja keras adalah resep Grace Monica dalam mencapai kesuksesannya sekarang ini. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan Grace untuk memperbaiki kesehatan masyarakat Indonesia, utamanya di bidang HIV AIDS.