ABC

Goana Diajarkan untuk Tidak Memangsa Katak Tebu Beracun

Invasi katak tebu terus menjadi ancaman bagi kelestarian hidup satwa liar khas Australia. Lantaran banyak dari mereka mati setelah memangsa katak beracun tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, ilmuwan Australia berusaha mengajarkan Goana salah satu predator hewan hama itu untuk tidak memangsa katak tebu beracun tersebut.

Sebuah Program yang bertujuan untuk mengajarkan goanna untuk tidak memakan katak tebu beracun dilakukan di Australia Barat. Sebagai predator, goanna menjadi salah satu hewan khas Australia yang paling parah  terdampak oleh invasi katak tebu.

Selama beberapa bulan terakhir, ilmuwan dan penjaga hutan pribumi yang terlibat dalam program ini telah menanamkan alat pelacak gelombang radio pada lebih dari 40 ekor goanna di wilayah pedalaman Kimberley Timur.

Tim yang dipimpin oleh Georgia Ward-Fear dari Universitas Sydney ini kemudian memonitor pergerakan reptil itu dan menawarkan mereka katak tebu berukuran kecil yang mengandung kadar racun sedikit untuk dimakan, sehingga hanya akan membuat mereka sakit tidak sampai mematikan.

“Pada dasarnya kami berusaha mengekspose goanna-goana itu dengan dosis kecil dari racun katak tebu yang tidak mematikan sebelum mereka benar-benar menghadapi serangan dengan katak beracun tersebut, dan kami berharap dengan demikian mereka bisa belajar bahwa katak tebu bukan mangsa yang baik untuk diserang dan dimakan, "kata Ward-fear.

Ward-Fear menambahkan banyak dari goanna yang diikutkan dalam program yang disebut dengan “Guru Katak Tebu” di  Oombulgurri sudah bisa belajar kalau katak tebu tidak cocok untuk mereka.

"Kami mendapati kalau goanna-goana yang sudah diperkenalkan dengan dosis kecil racun katak tebu memilih menghindar menggigit katak tebu yang diumpankan kepada mereka dalam percobaan berikutnya. Sehingga tampaknya kita berhasil memunculkan semacam respon penolakan-rasa yang kita harapkan,” katanya.

Menurut Ward-fear kemampuan goanna mengenali katak tebu sebagai hewan yang berbahaya untuk dimangsa ini penting untuk melindungi populasi mereka.

"Karena seiring dengan tingginya populasi katak tebu, jumlah kematian goanna juga sangat tinggi dalam sepekan atau dua pecan anda bisa melihat bangkai goanna dimana-mana sebagaimana kami saksikan di sejumlah wilayah di Australia,’”

Para peneliti berharap dapat membuktikan konsep ini sehingga nantinyaprogram ini bisa diterapkan dalam skala yang lebih besar.

Program ini merupakan proyek bersama antara Universitas Sydney, Departemen Taman dan Satwa Liar Australia Barat serta polisi hutan di wilayah Balanggarra.

Dr. David Pearson dari Departemen Taman dan Satwa Liar Australia Barat mengakui kalau penerapan program ini dalam skala besar akan sangat menantang.

"Program ini tentu saja akan sangat mahal,karena kita perlu membiakkan katak tebu dengan karakteristik tertentu dan kemudian perlu mendistribusikannya di  wilayah-wilayah yang banyak terdapat predator hewan tersebut,” tambahnya.

"Saya hendak melihat situasi dimana kita bisa memelihara wilayah yang merupakan kantung populasi goanna itu melalui pendekatan lansekap sehingga mereka bisa memiliki kemampuan untuk membangun kembali populasi mereka di kawasan itu setelah masalah kelebihan populasi katak tebu ini berhasil diatasi,” katanya.

Invasi katak tebu meluas dan semakin cepat

Invasi katak tebu ke Australia Barat terjadi sejak lima tahun lalu, mereka menyeberang dari perbatasan Kawasan Teritori Utara.

Sejumlah relawan sudah berusaha memperlambat penyebaran mereka di wilayah Kimberley, namun skala masalah invasi katak tebu ini sudah sangat luas.

Satu katak tebu betina diperkirakan bisa memproduksi 30 ribu sampai 35 ribu telur setiap tahun.

Pemerintah Australia Barat juga sudah menginvestasikan uang senilai AUD$7.8 juta untuk membiayai riset terkait katak tebu dan kegiatan lain untuk mengatasi invasi hewan hama ini di lapangan sejak 2008.

Meski demikian sampai saat ini serbuan katak hama itu belum juga bisa teratasi. Bahkan katak tebu saat ini diperkirakan bepergian lima kali lebih cepat dari kemampuan invasi mereka sebelumnya menuju ke arah Barat menyeberangi Kimberley sekitar 50 kilometer per tahun.

"Ada cukup banyak riset yang dilakukan oleh CSIRO untuk mencari patogen yang cocok yang dapat mempengaruhi katak tebu beracun ini dan bukan katak asli Australia, namun sejauh ini belum ada titik terang dalam hal pengendalian biologis kodok, " kata Dr. David  Pearson dari Departemen Taman dan Satwa Liar, Australia Barat.