ABC

Gereja ‘Start-up’ Bermunculan di Pedalaman Australia

A service at the Oasis church in Kalgoorlie, WA.
Peribadatan gereja Oasis di Kalgoorlie, kota pedalaman di Australia Barat.

ABC Goldfields: Tom Joyner

Tatkala Bill Kirkland menyiapkan mobil dan membawa keluarganya meninggalkan Canberra, dia belum menyadari dampak keputusannya itu sampai melintsi dataran Nullarbor ke arah pedalaman Australia.

Bersama istri serta tiga anaknya yang masih kecil, keluarga ini pindah ke sana untuk memulai gereja Injili. Tiba-tiba dia merasa ketakutan dengan keputusannya.

“Saya ingat melintasi Nullarbor ke daerah Goldfields, memikirkan bagaimana nanti menyediakan kebutuhan keluarga,” ujar Kirkland kepada ABC.

“Kami merasa harus datang. Kami merasakan adanya panggilan yang kuat,” tambahnya.

Pada mulanya…

Saat itu pertengahan 1990-an, Kirkland dan istrinya Helen tidak punya dana membiayai gereja mereka.

Berawal ruangan sewaan di gedung sekolah setempat, lalu pindah ke suatu tempat di dekat situ.

Akhirnya mereka membeli tempat permanen di Kalgoorlie, menyatu dengan sebuah pusat belanja, sampai kini.

“Kami percaya entah bagaimana Tuhan akan memberi, dan sudah dilakukan-Nya,” kata Kirkland.

Pastor Bill Kirkland and his wife in Kalgoorlie, WA.
Pastor Bill Kirkland dan istrinya Helen.

ABC Goldfields: Tom Joyner

Maraknya jamaah keagamaan

Uniknya, di Kalgoorlie, kota pertambangan yang sudah melewati masa keemasannya, gereja Kirkland ini hanyalah satu dari sekian gereja ‘start-up’ yang dibangun atas dasar kepercayaan semata.

Kini Pastor Kirkland menyelenggarakan kebaktian mingguan secara teratur yang dihadiri 100-an jamaah.

Dia salah satu dari sekian banyak pastor di kota-kota pedalaman Australia yang mengubah pandangan tradisional orang tentang gereja.

Jamaah-jamaah gereja ini dapat beribadah dimana saja, termasuk di gedung balaikota, sekolah dan bahkan ruang keluarga.

Di Kalgoorlie, kebanyakan jamaah ini terkait dengan gerakan Injili, yang berpusat pada sosok karismatik seperti Pastor Kirkland.

Mereka memulainya dengan segelintir jamaah dari keluarga atau teman. Namun berkembang dalam waktu singkat.

Children gather on stage at a church service in Kalgoorlie, WA.
Pastor setempat mengatakan yang utama bukan bangunan gerejanya melainkan masyarakatnya.

ABC Goldfields: Tom Joyner

Dengan menjauhkan diri dari tradisi, gereja-gereja ini menganut gaya khotbah yang lebih santai, tanpa embel-embel dan melibatkan elemen kontemporer seperti musik pop.

Di Kalgoorlie yang didominasi gereja Injili, mereka juga mewakili agama dengan jamaah generasi muda dan multikultural.

Ekonomi gereja ‘start-up’

Menurut Dave McDonald dari Persekutuan Gereja Injili Independen, membangun gereja baru juga memiliki risiko keuangan.

“Kami menginginkan berdirinya gereja-gereja yang baik di kota besar, khususnya di pedalaman,” katanya.

“Kita perlu memperhatikan kota dan juga pedalaman,” tambahnya.

Rock of Ages pastor Wanz on his motorcycle in Kalgoorlie, WA.
Pastor Wanz dari gereja Injili Rock of Ages.

ABC Goldfields: Tom Joyner

Di Kalgoorlie, penduduk yang datang dan pergi menyebabkan jamaah gereja juga memiliki perputaran yang tinggi.

“Untuk mempertahankan jumlahnya, selalu diperlukan jamaah baru yang dapat dijangkau sepanjang waktu,” kata McDonald. “Jadi itu tidaklah mudah.”

Organisasi ini menerapkan proses pemeriksaan dan pelatihan ketat untuk mempersiapkan para pastor baru, sebelum mereka membangun gerejanya sendiri.

“Ini pekerjaan yang sepi dan sulit, khususnya di daerah-daerah terpencil,” katanya.

Penyebaran gereja mengingatkan kembali pada asal-usul Kekristenan, namun dalam dunia modern hal itu mirip dengan mendirikan perusahaan teknologi yang baru berkembang.

Pastor Jaco Classen sits by the window in his Kalgoorlie home.
Pastor Jaco Classen mengaku mendapat hidayah Tuhan dari Afrika Selatan untuk membangun gereja di Kalgoorlie.

ABC Goldfields: Tom Joyner

Para penyebar tidak bisa mengandalkan panggilan dari Tuhan semata. Mereka pun butuh pendanaan, konsultan, investor dan pemasaran.

Untuk setiap gereja yang berhasil menarik jamaah dan bertahan secara finansial, selalu ada gereja lainnya yang gagal.

Memodernisasikan ajaran Alkitab

Jika gereja Injili Australia berkembang, sebaliknya mereka yang menyebut dirinya sebagai gereja Anglikan atau Katolik justru mengalami kemunduran.

Data sensus 2016 menunjukkan jumlah warga Australia yang “tidak beragama” melampaui jumlah penganut Katolik untuk pertama kalinya.

Sekitar separuh penduduk Australia mengindentifikasikan diri sebagai penganut Kristen pada 2016, turun dari hampir 90 persen dibandingkan 50 tahun lalu.

Anglican priest Rev. Elizabeth Smith inside St John's church in Kalgoorlie.
Elizabeth Smith dari gereja Anglikan.

ABC Goldfields: Tom Joyner

Dan di kota-kota pedalaman seperti Kalgoorlie, gereja-gereja Injili yang lebih kecil tampaknya jadi kekuatan pengganggu bagi denominasi yang lebih besar dan lebih mapan.

Menurut Elizabeth Smith dari Gereja Anglikan Goldfields, kebiasaan beribadah orang Australia yang berubah menjadi tantangan penting bagi gerejanya.

Pendeta Elizabeth mengatakan meski lembaga keagamaan telah berbuat banyak di bidang pendidikan dan kesehatan di seluruh dunia, namun tanpa mengadaptasikannya akan berisiko menjadi tidak relevan.

“Bagaimana kita membuatnya menarik atau segar? Bagaimana membuatnya terdengar baru?” ujarnya.

“Gaya Anglikan, kadang-kadang berfungsi dengan baik. Namun dunia telah berubah dan beberapa pola yang digunakan sudah tidak berfungsi sebaik dulu,” tambahnya.

Kekuatan dalam pendekatan baru

Para pastor di gereja-gereja Injili mengatakan kemampuan beradaptasi dengan kebiasaan peribadatan modern dan menarik jamaah baru, telah membedakan mereka dari denominasi yang lebih mapan.

Musicians play on stage at a church service in Kalgoorlie, WA.
Gereja Injili berhasil menarik jamaah generasi muda dan multikultural.

ABC Goldfields: Tom Joyner

“Gereja tidak akan tumbuh jika hanya tergantung pada acara kelahiran dan perkawinan demi meningkatkan jumlah jamaah,” kata Jaco Classen, seorang pastor di Kalgoorlie.

Jika tetap seperti itu, katanya, hal ini akan ditinggalkan. “Ini bukan tentang bangunan gerejanya,” katanya.

Menurut dia, sebelumnya masih seperti itu dan orang masih menyebut gereja itu suci.

“Tidak ada apa pun di gereja yang suci. Justru orang-orangnya (yang utama),” katanya.

Bagi McDonald, gereja Injili itu seperti perusahaan teknologi yang disruptif.

“Beberapa gereja baru jauh lebih gesit dan mudah beradaptasi,” katanya. “Sejumlah denominasi besar sangat kesulitan.”

“Kita bisa menunggu adanya perubahan, bisa membenturkan kepala ke dinding demi mengubah struktur keyakinan. Atau justru kita bisa memulai sesuatu yang segar,” ujar McDonald.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.