ABC

Gereja Anglikan Sydney Larang Pernikahan LGBT Dan Yoga di Propertinya

Gereja Anglikan Sydney berusaha untuk meyakinkan pihak berwenang agar tidak ada layanan pernikahan atau resepsi pernikahan sesama jenis, yoga meditatif atau upacara asap tradisional diadakan di salah satu dari begitu banyak properti mereka, termasuk sekolah, properti sewaan dan gedung gereja.

Sebanyak 900 properti yayasan gereja yang dimiliki oleh Keuskupan Anglikan Sydney akan dimasukkan, bersama dengan aset komersil yang disewa dari gereja oleh organisasi atau bisnis sekuler – serta badan usaha, organisasi, sekolah atau asosiasi Anglikan seperti Anglicare dan Youthworks.

Dapat dipahami bahwa hal ini akan mencakup, misalnya, toko-toko yang dimiliki oleh gereja di arcade Sydney Town Hall, Sydney Square dan St Andrew’s House, serta properti seperti yang disewa sebagai ruang pengacara di St James.

Pemimpin komunitas LGBT Anglikan dan Aborijin mengungkapkan kemarahan dan kekhawatiran mereka di saat para pengacara berusaha untuk memahami implikasi penuh dari apa yang mereka katakan sebagai hukum yang belum teruji.

“Ini adalah suara-suara yang mengkhawatirkan,” kata mantan pendeta Anglikan dan salah satu pemimpin kelompok Equal Voices, Joel Hollier.

“Ada begitu banyak orang Anglikan LGBT di dalam gereja-gereja kami yang sudah lama ingin diakui dalam gereja. Kami setia, sangat terlibat dan berusaha untuk menjadi bagian dari komunitas gereja kami.”

Satu jemaat lesbian di gereja Sydney, yang tak bisa disebutkan namanya karena takut retribusi dan stigma, mengatakan ia menangis ketika ia mendengarnya, lalu menulis: “Saya terkejut bahwa tokoh-tokoh terkemuka yang kami dengar memperjuangkan ‘kebebasan beragama’ di beberapa minggu terakhir sekarang membawa RUU ini, yang secara efektif akan menutup kebebasan beragama di setiap properti gereja.”

Namun para pemimpin Anglikan mengatakan RUU -yang saat ini berada di tangan Sinode (dewan) gereja, yang diadakan minggu ini dan selanjutnya di pusat kota Sydney -itu hanya bertujuan untuk memperjelas doktrin yang ada.

Doktrin pernikahan belum berubah

Inti dari proposal -yang diajukan oleh Kelompok Referensi Kebebasan Agama, yang diketuai oleh Uskup Michael Stead -itu adalah bahwa “properti gereja tidak boleh digunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan doktrin, ajaran dan keyakinan keuskupan”.

Contoh yang diberikan termasuk advokasi aborsi, melakukan riset sel induk, membuat senjata perang dan “advokasi untuk ideologi transgender (misalnya, ketidakstabilan gender)”.

Kelas yoga yang lebih dari sekedar posisi yoga dan melibatkan praktek meditasi dan nyanyian dari agama Hindu juga akan dilarang.
Kelas yoga yang lebih dari sekedar posisi yoga dan melibatkan praktek meditasi dan nyanyian dari agama Hindu juga akan dilarang.

Supplied: Bhanu Bhatnagar

Uskup Michael Stead mengatakan: “Inti dari kebijakan ini adalah bahwa properti gereja tidak boleh digunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan doktrin gereja. Karena Pemerintah Federal (Australia) telah mengubah definisi pernikahannya, kebijakan tersebut memperjelas doktrin gereja tentang pernikahan tidak berubah dan skenario penggunaan properti hanya berhubungan dengan pernikahan laki-laki / perempuan.

“Kebijakan baru ini tidak mewakili perubahan dalam posisi kami dan saya tidak berharap itu akan berpengaruh pada setiap kegiatan yang saat ini terjadi di properti yayasan gereja.”

“Penggunaan properti gereja selalu diatur oleh berbagai peraturan dan kebijakan terbaru tersebut hanya mengkonsolidasikan ini menjadi satu dokumen yang jelas.”

Kebijakan tersebut menyatakan bahwa salah satu doktrin sentral Keuskupan Sydney adalah bahwa hanya ada dua “ekspresi seksualitas yang setia” – “perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan atau memilih melajang”. Apa yang akan dilarang dari setiap properti gereja adalah “advokasi untuk ekspresi seksualitas manusia” yang bertentangan dengan ini.

Kartu ucapan nikah sesama jenis

Yang tidak jelas adalah seberapa luas “penggunaan” dan “advokasi” itu harus ditafsirkan.

Seorang juru bicara Keuskupan Sydney mengatakan itu tidak akan berdampak pada, katakanlah, seorang lelaki gay yang telah menikah yang sedang bernegosiasi dengan gereja, itu hanya akan berdampak pada bagaimana ia mungkin menggunakan properti itu.

Ketika ditanya apakah hal ini mungkin berlaku untuk toko alat tulis yang memiliki kartu pernikahan sesama jenis, toko buku yang menjual buku tulisan transgender, atau pesta yang diadakan di sebuah toko, ia mengatakan kebijakan itu dimaksudkan untuk penggunaan “utama” , bukannya “kebetulan”.

Ia menambahkan bahwa dirinya tak berpikir kebijakan itu akan berlaku untuk sewa yang sudah ada, tetapi itu akan berlaku untuk negosiasi dari setiap sewa di masa depan.

Menurut kebijakan properti yang diusulkan, tidak ada properti yang bisa digunakan untuk “memfasilitasi, atau menghasilkan pendapatan dari, kegiatan yang tidak konsisten dengan doktrin, ajaran atau keyakinan Keuskupan.”

Belum jelas bagaimana dampak kebijakan ini terhadap bisnis yang melayani klien LGBT.
Belum jelas bagaimana dampak kebijakan ini terhadap bisnis yang melayani klien LGBT.

News Video

Yoga juga dianggap tak sesuai

Bukan hanya pernikahan sesama jenis yang menjadi target. Di bawah aturan baru itu, properti gereja “tidak boleh digunakan untuk menyembah Tuhan lain”, kelas yoga yang “lebih dari sekedar ‘posisi yoga’ dan melibatkan praktik meditasi dan nyanyian yang berasal dari agama Hindu, dan upacara asap di mana tujuannya adalah untuk membersihkan tempat dari roh-roh dari mereka yang telah meninggal,” juga harus dilarang.

Keputusan ini telah membuat marah beberapa pemimpin komunitas Aborijin, yang menyatakan ketidakpercayaannya bahwa upacara asap dianggap “tidak konsisten” dengan nilai-nilai Anglikan.

“Ini adalah keputusan yang mengecewakan,” kata mantan ketua Komite Masyarakat Adat Anglikan Sydney dan Pendeta Anglikan Sydney, Ray Minniecon.

“Tidak yakin apakah ada orang Aborijin yang diajak berkonsultasi tentang masalah ini. Tapi ini adalah keuskupan paling konservatif di negara ini.”

Di Melbourne, perempuan Aborijin keturunan Ngarrindjeri, pendeta senior di Overnewton Anglican Community College Melbourne, Helen Dwyer, mengatakan ia khawatir bagaimana upacara asap akan berjalan dengan kebijakan pendidikan.

“Ini seperti versi lain dari asimilasi.”

Dominic Wy Kanak, kandidat lokal Partai Hijau untuk daerah pemilihan Wentworth dan anggota komite manajemen untuk Dewan Rekonsiliasi New South Wales, mengatakan: “Fakta bahwa dokumen Sinode mencantumkan upacara asap sebagai salah satu kegiatan yang tak bisa diadakan di properti gereja adalah sangat menghina warga Aborijin.”

“Setelah berabad-abad dilecehkan, sebagian di tangan gereja, ini adalah langkah mundur.”

Kandidat Partai Hijau mendesak Sinode untuk segera menghapus bagian itu dari rancangan peraturan tersebut.

“Kami membutuhkan penyembuhan, bukan pengusiran. Saya mendesak hierarki gereja untuk secara aktif mendorong penggunaan upacara asap di acara-acara gereja untuk menyembuhkan kerusakan yang disebabkan oleh kebijakan yang merusak ini dan membangun hubungan yang konstruktif dengan komunitas kami.”

Upacara asap Aborijin juga akan dilarang di bawah usulan kebijakan ini.
Upacara asap Aborijin juga akan dilarang di bawah usulan kebijakan ini.

ABC News: Tim Leslie

Waktu pengusulan kebijakan

Pemberlakuan kebijakan ini dilakukan menjelang Pemilu Sela Sydney Wentworth pada hari Sabtu (20/10/2018) untuk mengisi kursi mantan Perdana Menteri Malcolm Turnbull, di mana 15,3 persen pemilih adalah pemeluk Kristen Anglikan.

Menjelang Pemilu Sela, bocoran tentang Ruddock Review ke dalam perlindungan agama memaksa kandidat asal Wentworth untuk membahas posisi mereka di undang-undang federal yang akan mendiskriminasi siswa LGBT.

Tinjauan itu ditugaskan oleh kubu Koalisi Australia setelah pernikahan sesama jenis dilegalisir dan belum akan dirilis.

Sebagai tanggapan terhadap proposal kebijakan Sinode Anglikan, kandidat Partai Buruh untuk daerah pemilihan Wentworth, Tim Murray, pada hari Jumat (20/10/2018) mengatakan:

“Organisasi-organisasi keagamaan telah lama mempertahankan hak untuk mengoperasikan entitas mereka dengan cara yang sesuai dengan keyakinan dan doktrin mereka – kesetaraan pernikahan tidak mengubah hal ini.”

Kandidat asal Partai Liberal dari daerah pemilihan Wentworth, Dave Sharma, mengatakan: “Pada akhirnya, penting bagi kelompok-kelompok agama ini untuk bersikap atas hal-hal ini, menjelaskannya dan membela dasar pemikiran mereka. Saya mendorong semua lembaga untuk bersikap terbuka dan adil seperti warga Australia.”

Politisi independent, Dr Kerryn Phelps, juga dihubungi untuk dimintai komentar.

Ada tiga sekolah Anglikan, yang mengajar ribuan siswa, di daerah pemilihan Wentworth dan satu sekolah di perbatasan wilayah itu.

Kepala sekolah Cranbrook School, Nicholas Sampson, mengatakan bangunan sekolah bukanlah milik gereja.

“Meskipun tetap setia pada prinsip Anglikan tempat sekolah kami didirikan, Cranbrook School mempertahankan kebijakan yang bertujuan untuk memastikan kesetaraan dan keragaman bagi semua dan calon staf dan siswa yang ada.”

“Cranbrook School jarang menyewa sejumlah fasilitas … persetujuan untuk penggunaan fasilitas sekolah seperti itu pada dasarnya bergantung pada proses untuk memastikan bahwa mereka tidak menghalangi pembelajaran, masa tinggal siswa reguler, atau acara olahraga yang terjadwal.”

Stephen O’Doherty, CEO dari Sekolah Kristen Australia, sebuah asosiasi nasional yang mewakili sekolah-sekolah Kristen dari tahun 2002 hingga 2016, mengatakan kebijakan itu “bijaksana, mutlak diperlukan, dan tak bisa diperdebatkan”.

“Saya selalu menyarankan sekolah untuk secara jelas menetapkan standar mereka terhadap guru dalam kaitannya dengan ajaran moral dan agama seperti yang diharapkan, sesuai persyaratan pekerjaan mereka, untuk mengajar dan menjadi panutan.”

“Ini karena sekolah Kristen adalah komunitas iman yang hidup, bukan kumpulan ayat-ayat Alkitab steril yang hanya perlu diajarkan tetapi tidak diterapkan.”

“Ini untuk alasan yang sangat penting bahwa undang-undang negara bagian dan federal memungkinkan badan-badan agama untuk membuat pilihan dalam pekerjaan yang konsisten dengan doktrin dan ajaran mereka.

Sangat penting bahwa ini terus berlanjut, jika tidak, tidak ada jaminan bahwa ketika keluarga mencari pendidikan berdasarkan agama, hal itu akan terpenuhi.”

Politisi Partai Liberal, Dave Sharma (kiri)
Politisi Partai Liberal, Dave Sharma (kiri) mengatakan, penting bagi kelompok agama untuk bersikap atas hal ini, menjelaskannya dan membela alasan mereka.

ABC News

Potensi implikasi lanjutan

Pakar hukum mengatakan bahwa meloloskan kebijakan ini berpotensi memiliki konsekuensi yang luas terhadap kesehatan, pendidikan dan bahkan bisnis komersial di keuskupan Sydney, yang terbesar di Australia.

“Misalnya, layanan perawatan lansia yang didanai negara tidak diizinkan untuk mendiskriminasikan warga gay atau transgender. Jika kebijakan ini mengharuskan rumah perawatan lansia Anglikan untuk tidak mengizinkan pasangan sesama jenis berbagi tempat tidur, misalnya, maka mereka akan terjebak antara kewajiban mereka kepada gereja dan hukum, “kata direktur advokasi hukum di Pusat Hukum Hak Asasi Manusia, Anna Brown.

“Jika properti gereja termasuk aset komersial yang disewa oleh organisasi sekuler atau bisnis maka mereka akan mengalami masalah yang lebih besar, karena penyewa tersebut harus mematuhi hukum, termasuk undang-undang anti-diskriminasi yang mengharuskan mereka untuk menerima semua pelanggan mereka atas dasar kesetaraan. “

Pengacara asal Sydney, Kate Eastman, mengatakan bahwa uji coba hukum dalam kasus-kasus diskriminasi tidak hanya tentang menyatakan dan mengikuti doktrin agama yang relevan, tetapi juga memberikan bukti bahwa kebijakan tersebut “perlu untuk menghindari keburukan di antara penganut gereja”.

Hal ini jarang diuji.

Ancaman terhadap keyakinan

Desakan untuk keputusan ini tampaknya berasal dari kebutuhan untuk secara eksplisit menyatakan doktrin yang akan memungkinkan suatu agama untuk melakukan diskriminasi.

Laporan dari komite tetap – yang bertindak seperti kabinet sinode dan tahun lalu memberikan suara untuk menyumbangkan $ 1 juta (atau setara Rp 10 miliar) dalam kampanye menolak pernikahan sesama jenis – mengidentifikasi tiga ancaman dari mempertahankan kepercayaan Kristen tradisional tentang pernikahan.

Yang pertama berkaitan dengan perekrutan staf – kemampuan gereja untuk mempekerjakan orang-orang yang memiliki pandangan sama dengan mereka tentang pernikahan.

Ini sebagian merupakan tanggapan terhadap keputusan Pengadilan Tinggi negara bagian Victoria di acara Perkemahan Pemuda Kristen Terbatas melawan Lembaga Cobaw Community Health Services Limited di tahun 2014 yang menyatakan bahwa jika agama tidak merujuk pada “perkawinan, hubungan seksual atau homoseksualitas” dalam deklarasi fundamental iman mereka maka bisa diasumsikan bahwa mereka bukan “doktrin fundamental agama.”

Ancaman kedua adalah penggunaan properti gereja oleh pihak ketiga dan risiko nyata yang, misalnya, sekolah mungkin percaya bahwa mereka “secara hukum diminta untuk menyewa gedung sekolah sebagai tempat untuk pernikahan sesama jenis”.

Ancaman ketiga adalah kekhawatiran bahwa orang-orang yang mendukung pernikahan sesama jenis bisa duduk di dewan lembaga mereka.

Kelompok Penyintas Upaya Perubahan Orientasi Seksual (SOCE) mengunggah status di Facebook: “Ideologi yang menopang gerakan eks-gay / eks-transgender / berganti kelamin kini dipertontonkan untuk seluruh warga Australia. Perlawanan terhadap individu LGBTIQA + bagi Keuskupan Anglikan Sydney tampaknya begitu penting dalam iman Kristen.”

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.