Generasi Muda Australia Ditengah Meningkatnya Ateisme
Jika data Sensus Nasional Australia terbaru benar-benar mencerminkan suatu kenyataan, maka masyarakat Australia semakin kurang religius daripada waktu-waktu sebelumnya.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Australia, pada data sensus tahun 2016 keterangan “tidak beragama” berhasil menyalip keterangan “Katolik” sebagai status keagamaan yang paling umum yang dinominasikan pada hari pelaksanaan sensus.
Data statistik ini menunjukan telah terjadinya penurunan besar jumlah penduduk yang mengidentifikasi dirinya sebagai penganut agama Kristen/Nasrani – namun jumlah penduduk yang menganut sejumlah agama seperti Hinduisme dan Islam terus meningkat.
Berikut empat pemuda Australia yang menggambarkan dengan kata-kata mereka sendiri apa arti iman atau keyakinan bagi mereka.
Zainab Kadhim, 27, Muslim, koordinator pengembangan pemuda
“Seiring dengan saya tumbuh dewasa, saya pikir saya telah ditakdirkan untuk menjadi seseorang yang bukan orang Arab, bukan juga orang Thailand dan juga bukan orang muslim sebisa mungkin yang dapat saya lakukan agar saya bisa diterima [di masyarakat],” kata Zainab yang memiliki darah campuran Thailand dan Arab.
“Kesadaran ini baru terjadi pada awal kehidupan dewasa saya, dimana saya merasa perlu mengetahui lebih banyak tentang kebudayaan saya dan tentang keimanan saya karena hal itu merupakan bagian dari diri saya. Itu bukan sesuatu yang dapat Anda abaikan begitu saja – identitas itu terkandung dalam nama saya, terkandung juga didalam cara pandang saya.”
“Apa yang benar-benar membantu saya menyesuaikan diri dengan ideologi Syiah adalah bahwa ada penekanan pada keadilan dan kesetaraan dan kehausan akan pengetahuan. Kami didorong untuk mencari ilmu dan membahas Alquran dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menjabarkannya dan menjadi terbuka dengan keraguan.”
“Rasa spiritualitas dan hubungan saya dengan Tuhan sangat ditekankan saat saya berada di alam dan saya dapat duduk dan melihat tanaman dan hewan serta melihat kreativitas dan keindahan dari apa yang telah Tuhan ciptakan. Salah satu hal yang saya benar-benar senang melakukannya adalah membangun hubungan yang kuat dengan Tuhan hanya dengan duduk [merenung] di alam terbuka. “
Tom Ballard, 27, atheis, komedian
“Saya adalah seorang penganut atheis yang kuat dan secara teratur mengakui hal itu dalam komedi saya,” kata Tom.
“Agama tentu saja merupakan tambang emas untuk komedi karena tidak banyak logika terjadi dalam beberapa kepercayaan.
“Perdebatan seputar perkawinan sesama jenis mungkin adalah contoh yang paling jelas di mana orang-orang, seperti, katakanlah, Margaret Court, akan bersuara lantang dan berkata, ‘Begini, saya membaca dalam buku ini yang ditulis 2.000 tahun yang lalu dan mengatakan hal ini, dan karena itu sekelompok besar warga negara harus diperlakukan sebagai kelas dua.”
“Anda [perlu] melihat ajaran-ajaran dalam buku-buku itu dan menjalankannya melalui proses moral anda sendiri. Anda membawa nilai-nilai anda sendiri kedalam Alkitab, dan anda menimbang ajaran-ajaran tersebut terhadap kode etik internal tersebut.
“Saya akan mengatakan bahwa selama beberapa tahun terakhir dari pengakuan kuat saya mengenai atheisme telah sedikit menjadi tabiat, dan itu terjadi seiring dengan keterlibatan saya dalam advokasi para pengungsi. Melalui keterlibatan ini saya telah bertemu dengan banyak pemimpin agama yang, bagi saya, sedang menjalani nilai-nilai terbaik dalam ajaran Kristen.
“Saya pikir orang-orang seusia saya secara luas tertarik pada utilitarianisme – seberapa besar kebaikan dapat dihadirkan ke dunia ini, atau seberapa besar penderitaan akan dapat dihasilkan dari tindakan ini? – sementara pada saat bersamaan, juga mengakui absolutisme dalam hal sesuatu seperti hak asasi manusia .
“Sejujurnya saya berpikir, tanpa terlalu banyak bicara, gagasan tentang kemanusiaan secara umum dan bersama-sama dalam kepentingan semua orang sangat menarik bagi warga global seperti saya.”
Hemangini Patel, 21, Hindu, mahasiswi
“Tumbuh besar dalam keyakinan Hindu di Australia, menjadikan hubungan saya dengan agama adalah satu-satunya hubungan yang saya miliki dengan warisan dan budaya saya,” kata Hemangini.
“Saya berasal dari Kuil Swaminarayan BAPS di Harris Park, Sydney, NSW yang merupakan sebuah organisasi global, tapi berbasis di Gujarat, India. Ketika pertama kali masuk pada tahun 2002, mungkin hanya ada 400 atau 500 orang [yang beribadah di kuil itu], dan sekarang memiliki 1.200, 1.300 orang. Kami telah membangun sebuah kuil baru beberapa tahun yang lalu dan pada hari pertama kuil itu di buka, kuil itu menjadi sangat padat untuk bisa memuat semua pengunjung [yang hendak beribadah didalamnya].
“Hinduisme benar-benar didasarkan pada spiritualitas Kami meyakini kalau orang itu adalah roh mereka dan bukan tubuh mereka, sehingga apa pun yang akan mempengaruhi tubuh anda, entah itu komentar orang lain atau apakah itu kecanduan atau keterikatan, harus merupakan sesuatu yang anda bisa kendalikan melalui meditasi, sembahyang atau pengabdian.
“Menurut saya, saya tidak memiliki kesempatan untuk membicarakan tentang apa itu Hinduisme dan apa artinya bagi saya dan identitas saya, kesempatan seperti itu benar-benar tidak muncul karena agama tampaknya menjadi topik yang kontroversial, tapi saya pikir, banyak orang tidak memiliki pemahaman yang terang mengenai bagaimana cara kerja Hinduisme, terutama di Australia.
“Banyak orang tidak cenderung bisa membedakannya apa artinya sebagai orang India, atau apa maknanya juga untuk berbahasa India, dengan menjadi penganut agama Hindu.”
Matt Aroney, 31, pelayanan gereja Anglikan
“Saya adalah salah satu dari anak-anak yang diajak ke sekolah Minggu ketika saya masih kecil, tapi kemudian saya mulai bermain bola basket dan berhenti menghadiri sekolah minggu,” kata Matt.
“Orang-orang di lingkungan gereja ini penuh keimanan. Mereka mencintai spiritualitas, dan mereka memiliki kepercayaan akan sesuatu. Kami adalah kebudayaan yang tidak terlihat seperti kekuatan supranatural di luar kita. Kita melihat kekuatan supernatural yang ada di dalam kita [manusia]. Jadi iman kita tidak lenyap, itu hanya direlokasi. Kita menaruh kepercayaan kita pada hubungan dan didalam perbuatan kita.
“Saya melihat kategori “Tidak beragama” [dari hasil sensus terbaru] sebagai sebuah peluang – bahwa ada orang-orang yang tidak yakin, tapi terbuka. Gagasan bahwa mungkin mereka tidak memiliki pengalaman atau pengetahuan [mengenai ajaran Kristen] yang dapat menghubungkan mereka mengenai gereja adalah hal yang lebih baik lagi.
“Kami tahu bahwa orang-orang rindu untuk menjadi milik atau bagian dari sesuatu, jadi kami mendirikan komunitas di mana mereka bisa bergabung. Hal-hal seperti bengkel sepeda. Kami memperbaiki sepeda untuk penduduk setempat, tapi kami juga menerima sumbangan dan memberikan sepeda kepada para pencari suaka.
“Saya sangat menyukai saat-saat itu karena kita bekerja sama dan mereka bisa merasakan sesuatu tentang komunitas gereja. Begitulah cara kita maju sebagai sebuah gereja.”
Diterjemahkan pada 10:10 AEST 5/7/2017 oleh Iffah Nur Arifah dan simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.