ABC

Generasi Milineal Indonesia: Jangan Percaya Medsos, Baca Buku, dan Bergaul Secara Global

Generasi milenial Indonesia yang sekarang masih menjadi mahasiswa disarankan lebih banyak membaca buku, tidak percaya begitu saja dengan apa yang ada di media sosial dan lebih banyak bergaul secara global.

Hanya dengan melakukan hal-hal seperti itu maka mereka bisa meningkatkan persaingan Indonesia di tingkat dunia.

Hal tersebut dinyatakan oleh Halim Alamsyah, ketua Dewan Komisioiner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Indonesia di depan seratusan peserta dalam sebuah acara di kampus Monash University hari Sabtu (4/5/2019).

Halim Alamsyah berada di Australia dan tampil bersama Prof Ariel Heryanto dari Monash University dan Wulan Guritno sebagai pembicara utama dalam acara bertajuk Millennials: Envisioning Creative Industry 4.0.

Acara ini diadakan kerjasama antara PPIA (Persatuan Pelajar Indonesia Australia) dan mahasiswa LPDP (lembaga pengelola dana pendidikan) dari universitas tersebut.

Selain menampilkan ketiga pembicara, para peserta juga kemudian mendapat mentoring dan bisa mengajukan ide-ide mengenai industri kreatif ke panelis, antara lain Arnold Poernomo, WNI yang tinggal di Australia yang pernah menjadi juri Masterchef Indonesia, dan Butet Manurung, pegiat sosial yang mengelola Sokola Rimba.

Dalam sesi utama, Halim Alamsyah menjelaskan perkembangan ekonomi Indonesia sekarang di tengah keadaan dunia yang tidak menentu, dan peluang apa yang bisa dimanfaatkan oleh generasi milineal di bidang keuangan.

Namun dalam sesi tanya jawab, Halim Alamsyah yang mendapatkan PhD dari Boston University menekankan pentingnya sikap kritis yang harus dimiliki generasi muda sekarang yang dibesarkan dalam dunia media sosial.

Oleh karena itu, Halim Alamsyah mengatakan pentingnya generasi milenial untuk berpikir lebih kriris lagi untuk tidak percaya begitu saja dengan informasi yang ada sekarang ini.

Berbicara soal ekonomi Indonesia saat ini Halim Alamsyah yang banyak menghabiskan karirnya di Bank Indonesia melihat bahwa dibandingkan 20-30 tahun lalu, dunia sudah banyak berubah, dengan fokus sekarang lebih banyak ke negara berkembang dan bukan lagi negara maju.

“Sekarang untuk pertama kalinya yang menentukan arah perkembangan ekonomi dunia adalah negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dan China, dan bukan lagi negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa.”

Ekonomi Indonesia pun sekarang lebih bertalian dengan apa yang terjadi di China.

Masalah yang dihadapi dalam perekonomian di Indonesia menurut Halim Alamsyah adalah bahwa investasi yang dilakukan oleh warga Indonesia sendiri di bidang keuangan masih lebih sedikit dibandingkan warga di negara ASEAN lainnya, padahal jumlah kekayaaan yang dimiliki warga Indonesia lebih banyak.

“Jadi kekayaan yang dimiliki warga Indonesia masih disimpan dalam bentuk tanah, bangunan, mungkn disimpan di bawah bantal, atau dalam bentuk emas. Masih banyak warga dewasa di Indonesia yang masih belum memiliki rekening bank.” tambahnya lagi.

Inilah bidang-bidang yang menuruttnya bisa menjadi perhatian generasi mahasiswa milenial beberapa tahun mendatang.

Wulan Guritno berdiri memegang gelang dan kotak kain untuk menyimpan gelang
Wulan Guritno sekarang selain menjadi artis juga terlibat dalam kegiatan sosial mengumpulkan dana untuk membantu penderita kanker di Indonesia.

Foto: Sastra Wijaya

Mempertanyakan konsep keindonesiaan

Sementara itu Prof Ariel Heryanto, Direktur Herb Feith Indonesian Engagement Center di Monash University dalam paparannya mengajak para mahasiswa dan peserta yang hadir untuk berpikir ulang mengenai pendapat yang ada mengenai Indonesia saat ini.

Hal seperti demokrasi, terorisme, keunikan sebagai orang Indonesia, krisis ekonomi dan berbagai hal lain menurut Ariel Heryanto perlu dikaji kembali oleh generasi milineal guna menghadapi kenyataan dunia yang sangat berbeda saat ini.

“Misalnya soal terorisme tidak ada lagi satu peristiwa terjadi di satu tempat merupakan produk lokal. Ini bisa kita lihat dari kejadian pemboman di Sri Lanka baru-baru ini.” kata Ariel Heryanto.

Ariel Heryanto juga mencontohkan bahwa pemikiran bahwa globalisasi yang sekarang ini terjadi seolah-olah merupakan konsep yang baru.

“Padahal globalisasi itu sudah terjadi selama 200 tahun terakhir, dan sebenarnya kolonialisme itu adalah salah satu bentuk globalisasi.”

Oleh karena itu, Prof Ariel Heryanto mengatakan bahwa keadaan dunia saat ini sebenarnya tidaklah lebih mudah dari sebelumnya.

“Oleh karena itu kebanyakan dari kita harus belajar dari awal lagi, karena kita hidup di dunia yang baru.”

Melengkapi Halim Alamsyah dan Prof Ariel Heryanto, pembicara ketiga adalah artis Indonesia Wulan Guritno yang sekarang terlibat juga dalam proyek sosial bernama Gelang Harapan, usaha membangkitkan solidaritas dan budaya menyumbang di masyarakat Indonesia.

Bersama dengan teman-temannya, Wulan Guritno menggunakan dirinya sebagai tokoh publik untuk mengumpulkan dana dengan menjual produk gelang yang dibuat dari limah kain pelangi jumputan.

Dana dari penjualan gelang tersebut antara lain digunakan untuk membantu mereka yang menderita kanker, dengan membantu mereka yang selain harus menjalani perawatan, juga memerlukan biaya untuk hal-hal yang lain.

Dalam paparannya, selain menceritakan kegiatan yang dilakukannya sejak tahun 2014 tersebut, Wulan Guritno juga menjelaskan beberapa hal yang harus dilakukannya untuk bisa berhasil di bidang layanan sosial seperti ini.

“Bagaimana kita bekerja sama dengan pihak lain, bagaimana kita tetap kreatif untuk menciptakan produk yang bisa menarik perhatian orang lain.” kata artis kelahiran Inggris tersebut.

Proyek bernama Gelang Harapan ini menurut Wulan pada awalnya sekedar menyebarkan harapan namun sekarang melakukan kegiatan seperti membantu usaha pelestarian alam di Sumatera.

Simak berita-berita ABC Indonesia lainya di sini