“Ganti Rugi Rp 70 Miliar”: Pria Australia Dipenjara 19 Tahun Ternyata Tak Bersalah
David Eastman yang dipenjara selama 19 tahun karena dituduh membunuh salah satu perwira polisi top Australia, kini dinyatakan tidak bersalah dan mendapat ganti rugi Rp 70 miliar.
Tahun lalu, Eastman dibebaskan dari tuduhan pembunuhan asisten komisioner Kepolisian Federal Australia Colin Winchester.
Kasusnya dibuka kembali pada 2013 setelah adanya keterangan baru mengenai bukti-bukti dari sidang di tahun 1990an, yang membuatnya divonis bersalah.
Pemerintah negara bagian khusus ibukota Canberra (ACT) telah menawarkan ganti rugi 3 juta dolar, namun Eastman meminta minimal 18 juta dolar.
Hakim Michael Elkaim pada hari Senin (14/10/2019) memutuskan ganti rugi sebesar 7 juta dolar atau sekitar Rp 70 miliar kepadanya.
Dalam pertimbangannya, Hakim Elkaim merujuk kesulitan yang dialami Eastman selama di penjara, termasuk pelecehan dari sesama narapidana.
Eastman mengaku telah kehilangan kesempatan untuk memiliki keluarga dan berkarier. Ibu dan dua saudaranya pun telah meninggal saat dia mendekam di penjara.
Pengacara Sam Tierney yang mewakili Eastman mengatakan kliennya lega dan menerima baik keputusan ini.
“Eastman mengungkapkan keinginannya untuk melanjutkan kehidupannya,” ujarnya.
Pertarungan hukum yang panjang
Selama mendekam di penjara Eastman tetap berjuang secara hukum, termasuk di Mahkamah Agung, untuk membuktikan dirinya tak bersalah.
Upayanya membuahkan hasil pada 2014 ketika dibentuk majelis untuk memeriksa kembali kasus ini di Mahkamah Agung ACT, dipimpin Hakim Brian Martin.
Pembentukan majelis itu dipicu oleh klaim adanya bukti baru dari seorang teman Eastman, yang mengaku bisa menjelaskan bagaimana residu tembakan masuk ke mobil Eastman saat kejadian pembunuhan.
Teman bernama Benjamin Smith itu mengaku dirinya telah menembak kelinci milik Eastman sebelumnya, tanpa sepengetahuan Eastman.
Dia juga mengatakan bahwa, pada hari pembunuhan Komisioner Winchester, Eastman terlibat percakapan panjang dengan ibunya.
Bukti berupa partikel berwarna hijau, rata, yang ditemukan di dalam mobil menjadi kunci dalam persidangan Eastman pada 1995. Bukti itulah yang digunakan jaksa untuk mengaitkannya dengan TKP.
Dalam sidang ulang kasus ini, Hakim Martin menolak penjelasan Smith mengenai bukti kunci tersebut, menyebutnya tidak memiliki kredibilitas.
Tapi keterangan Smith ini berhasil membuka penyelidikan yang menemukan kelemahan pada bukti kunci yang digunakan menghukum Eastman.
Bukti forensik tak dapat diterima
Saksi utama yang menjadi pusat penyelidikan kasus ini yaitu ilmuwan forensik Robert Collins Barnes.
Ketika tampil bersaksi di pengadilan, dia ditanyai mengenai partikel residu tembakan secara terperinci.
Pemeriksaan ulang ini menyimpulkan bahwa kedua TKP, yaitu lokasi pembunuhan di halaman rumah Komisioner Winchester dan mobil Eastman, tidak dapat dikaitkan secara positif.
Residu tembakan yang ada di mobil Eastman, katanya, hanyalah merupakan bukti sirkumstansial.
“Jelas bahwa saksi Barnes tidak mungkin melakukan analisis organik yang menjadi dasar pendapatnya,” kata Hakim Martin.
Dia menyinmpulkan telah terjadi kesalahan hukum dan merekomendasikan agar hukuman Eastman segera dibatalkan.
Hakim ini mengakui dirinya yakin bahwa Eastman telah melakukan kejahatan itu, namun ada keraguan yang mengganggunya.
Karena itu, dia pun memutuskan untuk digelarnya persidangan ulang kasus pembunuhan ini.
Sidang ulang dan terakhir
Terdakwa Eastman terus melakukan perlawanan hukum selama persidangan ulang kasus ini.
Sidangnya sempat tertunda karena Eastman keberatan jika Hakim Anthony Whealy asal New South Wales yang menangani kasus ini.
Pada Juni 2018 sidang kedua ini akhirnya dimulai dan berlangsung enam bulan, dipimpin Hakim Murray Kellam asal Victoria.
Pihak JPU tetap pada tuntutannya bahwa Eastman bersalah membunuh Komisoner Winchester – dibuktikan dengan bukti forensik yang valid.
Bahkan pihak JPU menggunakan teknologi baru untuk membuktikan jenis senjata yang digunakan dalam pembunuhan itu.
Penuntutan yang diajukan Jaksa Murugan Thangaraj sangat rapi dan berusaha meyakinkan para juri bahwa tidak mungkin ada orang lain yang membunuh Winchester.
Tapi pengacara Eastman, George Georgiou, yang akhirnya memenangkan persidangan.
Dia mengajukan teori alternatif – bahwa pembunuhan lebih cenderung dilakukan kejahatan terorganisir.
Satu-satunya saksi yang mungkin bisa membuka kasus ini – pria yang menjual senjata beberapa hari sebelum pembunuhan – telah meninggal tanpa menunjuk Eastman.
Ketika para juri menyimpulkan Eastman tak bersalah, dia tampak mengucapkan “terima kasih” kepada mereka.
Istri Colin Winchester, Gwen, tidak pernah bisa melihat hasil sidang kedua ini, karena telah meninggal pada Februari 2015.
Siapa pembunuh Colin Winchester?
Selama bertahun-tahun beredar desas-desus bahwa pembunuhan bergaya eksekusi ini tak lain adalah tindak kejahatan terorganisir.
Komisioner Winchester terlibat dalam Operasi Seville yang melibatkan tanaman ganja dekat Canberra.
Dia menyamar seakan-akan melindungi tanaman ganja tersebut, sebagai jebakan untuk pengedar narkotika.
Keadaan ini menimbulkan motif sangat kuat.
Bukti rahasia, termasuk bukti baru keterlibatan kejahatan terorganisir, diajukan saat pemeriksaan kembali kasus ini di tahun 2014 dan tahun 2018.
Dalam kesimpulannya, Hakim Martin di tahun 2014 menyebutkan bukti baru itu menunjukkan adanya motif.
Namun demikian, dia mencatat bahwa bukti ini hanya desas-desus dan saksi kunci “jelas mencurigakan”.
Para juri tidak dibenarkan mengungkap pendapat mereka mengenai bukti tersebut.
Satu-satunya hal yang pasti dari kasus ini sekarang, keluarga Colin Winchester jadi tak punya jawaban siapa pembunuhnya.
Simak berita selengkapnya dalam Bahasa Inggris di sini.