ABC

Fertilitas Merosot, Populasi Indonesia 2045 Sekitar 319 Juta Orang

Populasi Indonesia diproyeksikan hanya naik sekitar 0,66-0,74 persen sepanjang periode 2015-2045. Dengan kata lain, populasinya akan kurang dari 319 juta jiwa pada 27 tahun mendatang.

Merosotnya tingkat fertilitas disebut sebagai penyebab. Di sisi lain, jumlah populasi yang menua justru meningkat cukup tajam.

Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, populasi Indonesia diproyeksikan berada di rentang 311,6 juta dan 318,9 juta jiwa pada tahun 2045.

Proyeksi jumlah penduduk itu dijabarkan dalam dua skenario yang dibuat dari sejumlah asumsi terkait fertilitas, mortalitas dan migrasi.

Dalam laporan proyeksi kependudukan 2015-2045 yang dirilis oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia Agustus lalu, skenario A menyebut penduduk Indonesia berada di angka 318,9 juta dengan tingkat pertumbuhan 0,74 persen.

Sementara skenario B menyebut penduduk Indonesia sejumlah 311,6 juta jiwa di tahun yang sama dengan tingkat pertumbuhan 0,66 persen.

Hasil itu sebenarnya tak terlalu berbeda dari proyeksi kependudukan 2010-2035.

“Dari sisi jumlah penduduk itu, dari proyeksi yang lama 2010-2035, dengan yang ada pada SUPAS 2015, bedanya hanya sedikit kalau tidak salah, cuma 300 ribu. Cuma perbedaan di dalamnya itu yang agak berbeda.” jelas Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosisl BAPPENAS, Maliki.

Ia melanjutkan, “Jumlah penduduk usia muda yang usia nol sampai empat (tahun) itu relatif lebih kecil daripada yang diperkirakan. Berarti memang jumlah anaknya relatif lebih sedikit daripada perkiraan.”

Menurut Maliki, hasil studi itu tak mengherankan mengingat tren pertumbuhan penduduk yang makin lama makin turun.

“Karena TFR (tingkat fertilitas total) itu turun 2,28 dibanding dengan yang diperkirakan. Karena TFR turun terus, pertumbuhan penduduk pasti ke depan akan turun terus juga.”

Skenario penduduk Indonesia di tahun 2045.
Skenario penduduk Indonesia di tahun 2045.

Supplied; Bappenas

Faktor pendidikan dan ekonomi diduga berada di belakang turunnya tingkat fertilitas.

“Kalau saya duga (TFR yg turun terus), (itu) karena tingkat pendidikan kita dan juga tingkat ekonomi sudah relatif cukup baik, ini memang belum secara empiris kita teliti,” ujar Maliki.

Ia lantas menguraikan bahwa tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi sangat memengaruhi keputusan jumlah anak yang ingin dimiliki dalam sebuah rumah tangga.

Turunnya tingkat fertilitas juga tak sendirian dialami Indonesia, kata Maliki. Meski di tiap negara, tendensi keputusan memiliki anak tidaklah sama.

Di sisi lain, Indonesia diproyeksikan mengalami lonjakan penduduk lanjut usia (lansia) pada tahun 2045.

Berdasarkan hasil perhitungan dari skenario A, persentase penduduk lansia diperkirakan meningkat dari 9,0 persen pada tahun 2015 menjadi 19,8 persen pada tahun 2045.

Sedangkan hasil perhitungan dari skenario B menunjukkan persentase lansia pada tahun

2015 adalah sebesar 9,0 persen dan diestimasikan naik menjadi 19,7 persen

pada tahun 2045.

Menurut laporan proyeksi kependudukan tersebut, bertambahnya penduduk lansia merupakan implikasi dari penurunan angka fertilitas dan peningkatan umur harapan hidup saat lahir, dari tahun ke tahun.

“Jadi kita ini akan aging (menua). Dengan TFR yang sama, tapi derajat kesehatan kita makin meningkat, usia harapan hidup makin panjang, jadi ada penumpukan atau akumulasi penduduk usia tua,” jelas Maliki.

Ia kemudian mengatakan, saat ini penduduk Indonesia dengan usia 60 tahun ke atas, atau kategori lansia, sudah hampir mencapai 10%, dan akan mencapai 10% di tahun 2021.

Dibandingkan dengan Malaysia -yang saat ini populasi lansianya telah mencapai 10%, sepuluh persen dari penduduk Indonesia sudah berjumlah 26 jutaan.

Uniknya, sebut Maliki, populasi lansia Indonesia, jika dilihat profilnya, mereka masih bekerja. Hampir sekitar 40% dari konsumsi mereka masih didapat dari pekerjaan.

Tidak ada perbedaan antara penduduk miskin dan non-miskin, semuanya sama-sama tetap bekerja.

Meski demikian, ada perbedaan latar belakang.

“Kalau yang miskin tadi, memang harus bekerja karena dia tidak punya pensiun. Sementara yang tidak miskin, karena mereka memang aktualisasi dirinya memang cukup besar. Jadi mereka ya memang ingin melakukan itu,” sebut Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosisl BAPPENAS.

Sisanya, yakni 60% dari pembiayaan konsumsi mereka dibiayai dengan cara yang berbeda.

“Untuk yang miskin, menurut data 2005, walau agak lama tapi relatif agak relevan, itu berasal dari transfer pemerintah, dari bansos, dan sebagainya. Sementara yang tidak miskin, itu berasal dari investasi, pendapatan mereka dari aset itu memang cukup besar.”

Perkembangan usia harapan hidup penduduk Indonesia dari tahun ke tahun, berdasarkan sensus.
Perkembangan usia harapan hidup penduduk Indonesia dari tahun ke tahun, berdasarkan sensus.

Supplied; Bappenas

Pemerintah dan generasi muda diminta persiapkan diri

Menanggapi proyeksi kependudukan 2015-2045, sejumlah warga dari berbagai daerah di Indonesia memiliki respon yang berbeda.

Bagus Nasution (35), praktisi properti, menilai Pemerintah harus lebih serius memikirkan fokus pembangunan.

“Harusnya ada riset potensi-potensi ekonomi di luar Jawa dengan lebih serius. Menurut saya, sekarang perekonomian masih terpusat di Pulau Jawa, pulau-pulau lain jadi satelit, akibatnya, ya begini-begini saja ekonominya,” ujar warga Sidoarjo, Jawa Timur, tersebut.

Ia lalu mengungkapkan, “Karena ketika masyarakat tersebar merata, perekonomian bisa lebih seimbang. Begitu perekonomian rata, perkonomian domestik mungkin lebih kuat, kebutuhan-kebutuhan industri dalam negeri bisa saling support (mendukung).”

Sementara Dewi Sartika asal Jawa Tengah mengatakan, proyeksi jumlah penduduk di tahun 2045 masih wajar.

“Program KB sekarang bukan lagi sebuah program masif yang diharuskan seperti zaman Pak Harto dulu, sekarang menjadi pilihan saja. Dengan kebangkitan paham agama yang begitu pesat di Indonesia, penganutnya lebih memilih untuk tidak mengambil program KB karena dianggap menyalahi kodrat manusia dari Tuhan untuk berkembangbiak,” pendapatnya.

Menanggapi, melonjaknya populasi lansia, Yanti Nisro, warga Jakarta mengatakan hal tersebut juga merupakan fenomena yang wajar dan mencerminkan peluang.

“Sementara sekarang ini, kita masih banyak populasi anak muda, yang merupakan generasi produktif, jadi kita harus bekerja keras, walau sebenarnya positif tapi bisa jadi negatif kalau generasi mudanya tidak ambil kesempatan ini.”