ABC

Faktor Ketahanan Otak, Lebih Sedikit Perempuan Alami Autis

Otak perempuan lebih tahan terhadap kecacatan genetika, hingga kemungkinan perempuan mengalami kelainan seperti autisme akibat cacat genetika tersebut lebih kecil. Hal ini disampaikan dalam penelitian kolaborasi Amerika-Swiss yang diterbitkan dalam The American Journal of Human Genetics.

Penelitian tersebut mungkin bisa menjelaskan mengapa anak-anak laki-laki empat kali lipat lebih mungkin mengalami autisme ketimbang anak perempuan, dan kemungkinan laki-laki mengalami kesulitan intelektual 50 persen lebih besar dibanding perempuan.

Hasil penelitian yang dipimpin oleh Profesor Evan Eichler dari  University of Washington, Amerika Serikat, diterbitkan dalam jurnal The American Journal of Human Genetics.

Tim peneliti mencari cacat genetika 15.595 orang yang didagnosa mengalami kelainan neurodevelopmental, yaitu kelainan yang diperkirakan akibat perkembangan otak yang tidak sempurna. Beberapa yang didiagnosa mengalami kelainan terkait autisme (autism spectrum disorder).

Yang dicari adalah 'copy number variants' (CNV), yaitu bagian-bagian kromosom yang mengandung gen-gen yang hilang atau tergandakan.

Ternyata, perempuan yang diteliti memiliki lebih banyak CNV dibanding laki-laki. Maka, para perempuan yang ada di dalam sampel memiliki beban kerusakan genetika yang lebih besar.

Kemudian, tim tersebut berfokus pada autisme, dengan meneliti 762 keluarga dengan kelainan terkait autisme. Dalam kelompok ini, beban CNV perempuan bahkan lebih besar lagi.

Kini, Eichler ingin melakukan lebih banyak riset dengan jumlah sampel ribuan dan bukan ratusan laki-laki.

Menurutnya, ada kemungkinan faktor hormon berperan melindungi  perempuan dari autisme dan kesulitan lingkungan, dan juga karena perempuan "secara genetis lebih kuat, karena mereka punya dua kromosom X, sedangkan laki-laki hanya punya satu X, beserta seluruh mutasinya."

Profesor Cheryl Dissanayake, direktur Pusat Riset Autisme Olga Tennison di Universitas La Trobe, Australia, mengatakan bahwa meskipun Ia bukan ahli genetika, Ia berpendapat bahwa penelitian tersebut mungkin dapat menjelaskan tentang 'faktor pelindung perempuan', yang melindungi perempuan hingga lebih tahan terhadap kerusakan genetika.

Pertanyaannya sekarang adalah, "mengapa laki-laki lebih mudah terpengaruh kerusakan genetika ini ketimbang perempuan?"