Evakuasi Berlanjut di Tengah Getaran Gunung Agung
Getaran akibat aktivitas Gunung Agung di Bali terus meningkat intensitas dan frekuensinya, menunjukkan letusan gunung ini semakin dekat.
Seismograf yang terhubung ke peralatan pemantauan di gunung berapi tersebut mencatat lebih dari 800 getaran hingga pukul 18:00 Hari Minggu malam.
Getaran tersebut disebabkan oleh magma yang terdorong ke permukaan. Kebanyakan getaran tersebut juga lebih dangkal dibanding hari-hari sebelumnya, dan menurut para ahli vulkanologi hal ini berarti kritis.
Bali telah mengumumkan keadaan bencana alam, artinya seluruh wilayah kabupaten kota di pulau ini harus mendirikan tempat penampungan bagi pengungsi.
Sejauh ini, lebih dari 35.000 orang telah dipindahkan ke penampungan sementara dan menurut Gubernur I Made Mangku Pastika, jumlah tersebut bisa meningkat menjadi 70.000 jika terjadi letusan.
Sekitar 600 personil polisi telah berusaha memindahkan warga dari zona eksklusi yang berada di antara 9 hingga 12 kilometer dari kawah gunung berapi tersebut.
Kemarin, petugas polisi di Bali berpatroli ke desa-desa di pinggiran zona evakuasi, membantu penduduk setempat memindahkan barang dan mendorong mereka untuk keluar saat masih ada waktu.
"Pekerjaan terberat dalam menangani bencana adalah mengevakuasi warga, menyuruh orang untuk mengungsi tidak mudah, terutama di Bali," kata Pastika.
Dia mendesak wisatawan untuk menjauh dari zona evakuasi.
“Tolong jangan mendekat, kami sibuk menangani pengungsi. Kami tidak ingin ada yang terjadi pada mereka,” katanya.
Sementara itu Gunung Agung bukan satu-satunya gunung berapi yang sedang menunjukkan tanda-tanda meletus.
Kantor Penanggulangan Bencana Nasional Vanuatu kini juga melakukan evaluasi terhadap aktivitas gunung berapi Ambae seperti dilaporkan Radio New Zealand.
Disebutkan bahwa Departemen Geohazards Vanuatu telah meningkatkan peringatan resmi dari level tiga menjadi empat.
Warga berusaha kembali
Di Desa Selat, mayoritas warga telah meninggalkan desanya yang berada dalam zona 9 km dari gunung berapi.
Namun jalan-jalan utama tampak dipenuhi warga yang berusaha kembali untuk coba menyelamatkan apa yang mereka bisa.
Petani setempat Wayan Suparna mengatakan dia telah meninggalkan rumahnya namun kembali untuk membawa ternaknya. Dia dan penduduk lainnya berusaha menaikkan ternak sapi ke truk mereka.
“Kami menggunakannya untuk membajak sawah,” katanya.
"Kami akan mengeluarkan mereka karena gunung itu akan meletus," tambah Suprana.
Dia menjelaskan bahwa para pencari keuntungan kini masuk ke zona-zona evakuasi untuk menawar ternak dengan yang tertinggal dengan harga murah.
“Kami tidak akan menjualnya dengan harga segitu,” ujar Suprana.
“Katakanlah harganya 12 juta, sekarang mereka menawar hanya 4 atau 5 juta perekor,” jelasnya.
“Mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan uang,” tambah Suprana.
Warga lainnya membawa persediaan barang-barang dari toko mereka.
Gunung meletus seperti wanita melahirkan
Seorang warga setempat Ketut Sumidra memindahkan mesin fotokopi dari toko kecilnya, mengaku tidak khawatir dengan maling.
“Saya perlu menyelamatkan mesin dari gas piroklastik,” jelasnya. “Mengantisipasi apa yang akan terjadi.”
“Jika Gunung Agung meletus, bisnis kami siap dibuka kembali,” katanya.
Warga lainnya, Subur, sedang memindahkan barang-barang termasuk motornya dengan mobil bak terbuka.
“Ini yang terakhir. Saya sudah melakukannya selama tiga hari,” katanya.
"Saya khawatir hari-hari besok. Letusan gunung itu tak begitu penting. Sebuah gunung akan meletus, seperti wanita hamil akan melahirkan," kata Subur.
“Yang saya khawatirkan masalah ekonomi, jika saya kena. Berapa biayanya, siapa yang akan membayarnya, bagaimana saya bisa makan?” katanya.
Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News di sini.