ABC

Eksportir Australia Desak Kerjasama yang lebih Konsisten dan Transparan

Pengusaha eksportir pertanian Australia berharap pertemuan dengan Pemerintah Indonesia pekan ini akan memberikan hubungan perdagangan yang lebih konsisten dan terbuka antara kedua negara.

Pelaku industri eksportir pertanian Australia tidak mengharapkan adanya resolusi yang cepat, namun mereka tetap optimistis bahwa kedua negara akan berhasil memenuhi kerangka waktu perjanjian perdagangan menyeluruh yang “ambisius tapi bisa dicapai”, seperti yang ditetapkan oleh Pemerintah Australia.
Menteri Perdagangan Steve Ciobo pekan ini akan berkunjung ke Jakarta untuk bertemu dengan Menteri Perdagangan Indonesia yang baru, Enggartiasto Lukita.
Diluar masalah ukuran dan kedekatan jarak geografis, Indonesia saat ini hanya menempati urutan ke-11 pasar ekspor terbesar Australia.
Namun Indonesia tetap menjadi pasar yang penting, jika kadang-kadang tak terduga, dan merupakan tujuan utama produk daging sapi dan gandum Australia, tetapi masih merupakan pasar yang bergejolak bagi eksportir hortikultura khususnya.
kuota baru yang diberlakukan telah membuat mustahil bagi produsen jeruk untuk mengirim buah ke Indonesia, pasar yang menurut industri Australia sebenarnya siap untuk membayar premi bagi produk berkualitas mereka.
Ciobo mengatakan bahwa dirinya tetap “sangat optimistis kalau Indonesia sebenarnya mengenali manfaat besar yang akan mengalir dari perdagangan bebas dan liberalisasi,” dan bahwa kesepakatan bisa dilakukan.
Ketua Citrus Australia, Tania Chapman juga berharap hal yang sama. Namun dirinya tidak yakin akan terjadi kemajuan pesat mengingat kedua menteri masih relatif baru mengenal satu sama lain.
Ada beberapa spekulasi terkait pembentukan perdagangan Australia bahwa Menteri Lukita mungkin akan kurang antusias mengenai liberalisasi perdagangan dibandingkan pendahulunya. Namun industri pertanian Australia mengatakan mereka akan memilih menunggu dan melihat perkembangan dahulu.
“Saya tidak terlalu optimis bahwa kita akan mendapatkan hasil konkrit dalam beberapa bulan ke depan, [tetapi] itu adalah langkah maju,” kata Chapman.
“Kami memiliki Menteri perdagangan baru di Australia, mereka juga memiliki menteri perdagangan baru di sana, jadi mungkin saja kedua orang yang baru ini mungkin ingin [menemukan] cara mereka sendiri dan mendapatkan hasilnya terlebih dahulu.
Terkait masalah umum yang dihadapin industri pertanian Australia dalam negosiasi transaksi perdagangan baru-baru ini, Chapman menyerukan agar pemerintah berusaha mengatasi hambatan non-tarif sebagai bagian dari negosiasi mereka.
“Kami benar-benar perlu membantu pemerintah untuk memastikan mereka memiliki semua pengetahuan yang dibutuhkan saat pergi melakukan negosiasi ini.
“Sudah terlalu lama, setiap kali negosiasi dilakukan, industri tidak dilibatkan.”
“Saya kira sekarang waktu yang tepat bagi pemerintah untuk mulai memiliki hubungan kerja yang lebih dekat dengan industri sebelum mereka melakukan perundingan dagang dengan pihak lain, sehingga mereka tahu apa yang kita butuhkan untuk meningkatkan perdagangan.
“Mereka perlu tahu apa yang tidak akan berhasil; jangan diteruskan dan melakukan pertukaran yang benar-benar akan merugikan perdagangan, jangan menyetujui protokol yang kita tidak pernah bisa penuhi dan karena perdagangan tidak akan meningkat..”
Hambatan non-tarif, termasuk sistem kuota tak terduga dan pembatasan pada beberapa jenis produk, hingga kini masih menjadi isu penting bagi industri daging sapi Australia.
Troy Setter, Direktur Eksekutif dari Konsolidasi Pastoral, salah satu perusahaan agribisnis terbesar Australia, mengatakan pertemuan ditingkat industri dan pemerintah untuk mengatasi masalah mereka sudah mengalami kemajuan.”
“Kami ingin melihat pembicaraa ini memperluas perdagangan dua arah di Indonesia.
“Ada banyak produk yang bisa kita impor ke Australia seperti makanan berprotein yang akan sangat membantu industri daging sapi Australia, jadi negosiasi ini tidak hanya soal mengirim lebih banyak ternak dan daging sapi ke Indonesia,” katanya.
“Keberhasilan bagi kita tidak hanya berarti mengurangi tariff, tapi juga bisa menciptakan proses yang lebih transparan seputar perizinan dan sehingga industri di Australia dan industry di Indonesia dapat menyusun rencana bersama dengan baik, untuk memastikan kita bisa mengirim ternak dan daging sapi dengan biaya yang lebih efektif ke Indonesia.”
Setter mengatakan kerangka waktu 12-18 bulan Menteri Ciobo merupakan target yang ambisius tapi bisa dicapai untuk perjanjian kerjasama luar negeri.
“Tapi industri sapi berharap dapat terjadi peningkatan yang spesifik dalam waktu yang lebih cepat dari pada kerangka waktu tersebut.
“Saya berharap komitmen yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia seputar izintahunan bagi ternak dan membebaskan pasar sekunder dan daging potong alternative dapat diselesaikan tahun ini,” katanya.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini. Diterjemahkan pada pukul 17:54 wib, 01/08/2016, oleh Iffah Nur Arifah.