Ekspor Kayu Hasil Penebangan Ilegal Terus Berlanjut di Papua Nugini
Sebuah kelompok perlindungan lingkungan mengatakan bahwa kayu hasil operasi pembalakan liar di Papua Nugini digunakan sebagai material untuk lantai yang dijual di Amerika Serikat, dan mungkin di Australia -terlepas dari janji Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O’Neill, untuk mengakhirinya.
Kelompok Global Witness melacak kayu dari operasi yang dimaksudkan sebagai proyek perkebunan itu, namun nyatanya justru memasok kayu tropis ke pasar material lantai yang menguntungkan.
Kelompok tersebut mengatakan bahwa kayu tersebut sampai ke Amerika Serikat, walaupun AS memiliki undang-undang untuk melarang penggunaan kayu dari penebangan ilegal atau yang mencabut hak milik penduduk asli.
Rick Jacobsen dari Global Witness adalah salah satu penulis laporan penjualan kayu dari Skema Bisnis Perkebunan Khusus (SABL) yang kontroversial di Papua Nugini.
“Ternyata kayu yang dipotong di sana -sering dikaitkan dengan pelanggaran hak atas tanah masyarakat adat dan penggundulan hutan -kayu itu benar-benar muncul di pasar AS, dalam wujud lantai kayu yang keras,” katanya.
Global Witness melacak kayu dari Papua Nugini ke China, lalu dari China ke peritel besar di Amerika Serikat.
Kelompok itu menemukan, perusahaan-perusahaan manufaktur asal China percaya bahwa peritel kecil di AS bisa mengakali undang-undang yang mengatur penggunaan kayu ilegal itu dengan impunitas.
Global Witness mengatakan, satu produsen, yakni Nature Flooring, mengiklankan kayu Papua Nugini melalui anak perusahaannya di Australia.
Kayu -yang berjenis taun -itu diiklankan sebagai “Mahoni Pasifik” dalam sebuah katalog di situs web perusahaan Australia.
Namun juru bicara Nature Flooring mengatakan bahwa kayu itu tidak dijual di Australia.
“Nature Flooring tidak dan belum menjual kayu asal PNG [Papua Nugini] di Australia,” kata juru bicara tersebut.
“Kayu tersebut telah ditawarkan untuk penjualan di Amerika Utara, namun telah ditarik.”
Jacobsen mengatakan bahwa tidak ada batasan bagi produsen China untuk mendapatkan kayu mereka.
“Para importir di China tidak memperhitungkan apakah kayu itu ditebang secara legal di PNG [Papua Nugini] atau tidak,” sebutnya.
"Jadi itu bukan dukungan bagi undang-undang yang harus diikuti di PNG [Papua Nugini].”
“Jika Anda bisa mengabaikan undang-undang dan masih menemukan pasar kayu yang bersedia, Anda benar-benar tak mendukung tata kelola pemerintahan yang baik.”
Skema SABL telah diperdebatkan sejak tahun 2011, ketika Pemerintah Papua Nugini membentuk Komisi Penyelidik atas legalitas mereka.
Perdana Menteri salahkan departemennya
PM O’Neill telah mengeluarkan instruksi pembatalan bagi semua negara SABL tahun lalu, namun banyak yang terus mengekspor kayu gelondongan.
Ia menyalahkan departemennya, mengatakan bahwa mereka tidak mengikuti instruksinya.
“Pemerintah kami sudah membatalkan semua lisensi SABL,” sebutnya.
"Instansi pemerintah-lah yang seharusnya melakukan pekerjaan mereka, yang justru tidak melakukan pekerjaan mereka.”
“Saya sudah mengatakan kepada para pemilik lahan yang mengeluh tentang lisensi SABL, untuk mengusir para pengembang.”
Tapi saat pemilik lahan protes, mereka sering ditangkap oleh polisi yang mendukung perusahaan penebangan kayu.
Sejumlah pemilik lahan dari kawasan Pomio telah berusaha menghentikan penebangan oleh perusahaan hutan raksasa Rimbunan Hijau, yang memiliki lisensi SABL di daerah tersebut.
Pemilik lahan memblokir jalan untuk menghentikan perusahaan masuk ke wilayah baru kecuali jika mereka melakukan negosiasi ulang sewa, namun banyak yang telah ditangkap oleh polisi dan ditahan.
Rimbunan Hijau mengatakan, sebagian besar pemilik lahan mendukung operasinya, dan bahwa ia memiliki semua izin hukum dan izin pemilik lahan yang relevan untuk melakukan pekerjaannya.
"Proyek ini mendapat dukungan kuat dari lebih dari 80 persen pemilik lahan," katanya dalam sebuah pernyataan.
Perusahaan tersebut mengatakan bahwa pihaknya belum menerima informasi baru dari Pemerintah mengenai status sewa SABL-nya, kemungkinan karena Papua Nugini berada dalam masa Pemilu.
Penebangan kayu di Papua Nugini disebut-sebut “dikontrol dan diaudit dengan ketat” dan bahwa kelompok pemerhati lingkungan menjalankan kampanye tanpa alasan yang bertujuan untuk mengakhiri penebangan hutan tropis.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterbitkan: 16:10 WIB 03/08/2017 oleh Nurina Savitri.