Ekonom Prof. Iwan Jaya Azis Optimistis Dengan Kepemimpinan Jokowi
Salah seorang ekonom asal Indonesia yang sekarang mengajar di Amerika Serikat Prof Iwan Jaya Azis mengatakan dia optimistis dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo di tengah situasi perekonomian dunia yang tidak menentu sekarang ini.
Iwan Jaya Azis mengatakan hal tersebut di Melbourne hari Selasa (19/7/2016) menjawab pertanyaan wartawan ABC Australia Plus Indonesia L. Sastra Wijaya di acara diskusi yang diselenggarakan oleh Kantor Australian National University (ANU) di Melbourne.
Prof Iwan Jaya Azis yang sudah lama menjadi tenaga pengajar di Cornell University di Amerika Serikat, sedang berada di Australia sebagai Professor Tamu Thee Kian Wie di ANU Indonesia Project di Canberra. Selain Iwan Jaya Azis yang juga berbicara dalam diskusi kemarin adalah Dr Arianto Patunru, dosen ekonomi ANU yang juga berasal dari Indonesia, dengan diskusi dipandu oleh Mantan Menteri Luar Negeri Australia Gareth Evans, yang Rektor (Kehormatan, Chancellor) ANU.
Tema diskusi adalah Economic Trends in Emerging Asia and Implications for Australia (Tren Ekonomi di Asia dan Dampaknya Terhadap Australia).
Dalam paparannya mengenai perekonomian dunia saat ini, Prof Iwan Jaya Azis menjelaskan apa yang disebutnya sebagai Great Divergen, adanya perubahan perkembangan ekonomi di kalangan perekonomian besar.
“Kalau kita lihat saat ini di Amerika Serikat sedang ada kemungkinan peningkatan suku bunga, sementara di negara seperti Uni Eropa dan Jepang, yang terjadi adalah tingkat suku bunga negatif. Ini adalah situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan apa yang akan terjadi tidak seorang pun yang bisa memperkirakannya.” kata Iwan Jaya Azis.
Oleh karenanya, menurut mantan dosen UI di Jakarta tersebut, keadaan sekarang ini adalah seperti ‘suasana tenang menjelang adanya badai besar (calm before the storm).
Ketika menjawab pertanyaan, karena situasi yang tidak menentu ini apakah pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi siap menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi, Prof Iwan Jaya Azis mengatakan dia tidak bisa memberikan jawaban pasti dalam soal kebijakan ekonomi pemerintah.
“Jawabannya saya tidak tahu. Namun saya bisa memberikan pendapat dari sisi pribadi. Saya baru-baru ini bertemu dengan Presiden Jokowi, yang menjelaskan apa menjadi pemikirannya. Saya juga diminta memberikan masukan.” katanya.
“Dari sisi pribadi, saya bisa memberikan penilaian bahwa Presiden Jokowi adalah seorang pemimpin yang bersungguh-sungguh. Dia sangat serius ingin melakukan sesuatu untuk memajukan Indonesia. Dia tampaknya mengerti mengenai apa yang terjadi dan apa yang ingin dilakukannya.” tambah Prof Iwan Jaya Azis yang sudah mengajar di Cornell University di Amerika Serikat sejak tahun 1992.
“Oleh karena itu secara pribadi, saya optimistis dengan kepemimpinan Jokowi.” katanya lagi.
Sementara itu, Dr Arianto Patunru mengkonsentrasikan pemaparannya mengenai kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia sekarang ini termasuk berbagai paket reformasi yang sudah diumumkan oleh pemerintah selama beberapa bulan terakhir untuk menggairahkan pertumbuhan ekonomi.
“Berbagai paket reformasi itu menunjukkan bahwa pemerintah serius namun paket tersebut memerlukan kredibilitas seperti yang dilakukan pemerintah di bawah pemerintahan Soeharto di tahun 1980-an.” kata Arianto Patunru.
“Yang juga diperlukan adalah paket itu menghasilkan terobosan dalam penerapannya. Karena dalam sebuah masa pemerintahan paket reformasi itu sudah biasa diharapkan terjadi.” katanya lagi.
Beberapa hal yang positif dari paket reformasi yang sudah ada menurut Arianto, misalnya perampingan perijinan, sikap lebih terbuka dalam menerima investasi asing, perijinan dimana tidak diperlukan lagi rekomendasi dari berbagai kementerian untuk satu ijin tertentu.
Namun di sisi lain, menurut Arianto yang sebelum ke Australia juga pernah menjadi dosen di Universitas Indonesia, ada beberapa hal yang masih menjadi ‘ganjalan’ dalam paket reformasi yang ada.
“Masih adanya beberapa hal yang tidak jelas dalam kebijakan di bidang perdagangan dan industri. Harga beras dan daging sapi yang masih tinggi di Indonesia. Juga ada insentif yang hanya diperuntukkan bagi perusahaan besar, sementara yang lain hanya bagi kalangan menengah dan kecil saja.” demikian Arianto Patunru.
Khusus mengenai hubungan ekonomi Indonesia dan Australia, Dr Arianto Patunru mengatakan bahwa nilai perdagangan dan investasi antar kedua negara masih sangat kecil. “Jumlah perdagangan dan investasi masih sekitar 2-3 persen saja.” katanya.