ABC

Dua Hari Lagi Batas Veronica Koman Melapor Diri Ke Polda Jawa Timur

Veronica Koman telah mengeluarkan pernyataan yang mengatakan dirinya pernah mendapat intimidasi dan menganggap kepolisian Indonesia telah melakukan “pembunuhan karakter” terhadap dirinya.

Pernyataan Veronica dikeluarkan hari Sabtu kemarin (14/09/2019) lewat akun Facebook pribadinya dan menjadi yang pertama kalinya sejak ia dijadikan tersangka oleh Kepolisian RI karena dianggap telah menyalahi UU ITE dengan menyebarkan hoaks dan bersikap provokatif.

Perempuan kelahiran Medan, 14 Juni 1988 ini diketahui sedang berada di salah satu kota besar di Australia.

Dalam pernyataannya, Veronica mengaku pernah mendapat “intimidasi” dari staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), saat sedang berbicara soal pelanggaran hak asasi di Papua.

“Para staf KBRI tidak hanya datang ke acara tersebut untuk memotret dan merekam guna mengintimidasi … tapi saya juga dilaporkan ke institusi beasiswa atas tuduhan mendukung separatisme,” tulisnya.

Hari Jumat (13/9), Polda Jawa Timur mengatakan telah menemukan 8 rekening atas nama Veronica Koman dengan “transaksi yang tidak wajar”.

“Ada aliran dana masuk yang cukup besar, sebagai seorang mahasiswi ini kayanya enggak masuk akal. Uangnya dari dalam negeri,” kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan.

Tapi Veronica mengaku jika saldo di rekeningnya dalam batas yang wajar, sebagai seorang pengacara dan peneliti.

Penarikan uang saat ia mengunjungi Papua hanyalah untuk kebutuhan sehari-hari, menurut pengakuannya, sementara ia tidak ingat apakah pernah menarik uang di Surabaya, seperti yang dituduhkan Polda Jatim.

“Saya menganggap pemeriksaan rekening pribadi saya tidak ada sangkut pautnya dengan tuduhan pasal yang disangkakan ke saya,” katanya yang juga menganggap kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya.

Polisi bantah melakukan ancaman

Veronica telah diminta untuk melapor kepada Polda Jatim paling lambat 18 September dan jika ia mangkir, maka polisi akan memasukannya dalam Daftar Pencarian Orang, atau DPO.

Polda Jatim juga mengatakan akan melibatkan Interpol, atau kepolisian internasional, untuk membantu proses penegakan hukumnya.

Tapi kepada ABC Indonesia, Kepolisian Jawa Timur menepis jika kepolisian telah melakukan ancaman atau intimidasi.

Polda Jawa Timur tidak memberikan pemaparan lebih lanjut kemungkinan penangkapan Veronica oleh Interpol.

Dari penelusuran ABC, pengeluaran ‘Red Notice’ atau penangkapan bagi tersangka yang berada di luar negeri oleh interpol, hanya bisa dilakukan jika memenuhi beberapa persyaratan.

Australia dan Indonesia telah menandatangani perjanjian ekstradisi di tahun 1992 dan ditetapkan dua tahun setelahnya di Jakarta.

Seseorang bisa diekstradisi jika melakukan 33 jenis kejahatan yang dapat dihukum menurut hukuman di kedua negara dengan hukuman minimal satu tahun.

Tapi, seseorang tidak akan diekstradisi karena melakukan kejahatan politik, kecuali diputuskan oleh negara yang diminta.

Polda Jatim telah mendatangi Konsulat Jenderal Australia di Surabaya dan mereka mengatakan Australia tidak akan mencampuri dan menghalangi proses hukum yang diupayakan.

Mencari provokator jadi ‘pola yang sama’

Jacob Rumbiak
Jacob Rumbiak di Melbourne menegaskan jika pihaknya tidak benci bangsa Indonesia, hanya kebijakan pemerintah yang salah.

Foto: ABC News, Erwin Renaldi.

Keterlibatan Veronica dengan Papua sudah dimulai sejak ia mengetahui adanya insiden penembakan yang menewaskan murid sekolah pada Desember 2014.

Sejak tahun 2018, Veronica disebut-sebut telah aktif mendampingi mahasiswa Papua yang sedang sekolah di Surabaya, saat mereka berhadapan dengan hukum.

Menurut pengamat Richard Chauvel dari Asia Institute di University of Melbourne, pemerintah Indonesia masih menggunakan pola yang sama dalam mengatasi masalah Papua, yakni menuduh adanya provokator dan pihak ketiga.

“Sudah tercatat dalam sejarah bagaimana tokoh-tokoh pemerintahan di Jakarta tidak mau mendengarkan suara-suara tokoh Papua dan selalu menduga ada pihak ketiga yang terlibat,” katanya.

Richard menegaskan mencari-cari “provokator” tidaklah akan membantu mencari akar permasalahan Papua.

Veronica sendiri merasa solusi permasalahan Papua adalah lewat dialog antara Jakarta dan Papua dengan “sejajar, bukan sebagai pemerintah pusat dan pemerintah daerah”.

Sementara itu, kelompok Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) mengatakan akan melanjutkan perjuangan mereka untuk merdeka dengan membawanya ke tingkat PBB.