Donasi Paru Selamatkan Nyawa Anak Laki-Laki Ini
Sean Rice, berusia 11 tahun rencananya akan dicopot alat penopang kehidupannya pada suatu Minggu pagi dua tahun lalu. Sebuah kabar melalui sambungan telepon berhasil menyelamatkan nyawanya.
Malam sebelumnya, ibunya Leanne Rice menerima apa yang nyatanya menjadi sebuah panggilan telepon yang menyelamatkan nyawa anaknya.
“Keluarga saya telah terbang dari Melbourne untuk mengucapkan selamat tinggal [pada Sean Rice] dan saya baru saja mengatakan bahwa dia bisa menjadi donor organ,” tutur Leanne Rice, yang menceritakan kisah anaknya untuk acara Donate Life Week.
“Pada akhirnya dia [Sean] mengatakan kalau [kondisi yang dialaminya] tidak adil dan dia ingin menjadi seperti anak-anak lain, dan dia tahu dia sekarat, dan akhirnya dia benar-benar ingin mati karena hidup baginya berarti harus bersusah payah.”
Sean didiagnosis menderita penyakit paru interstisial pada usia tujuh tahun dan diberi waktu hanya dua tahun untuk dapat bertahan hidup.
“Saya layaknya orang sedang melamun, semuanya kabur dan kabur … tapi kenyataannya tidak demikian,” kata Leanne Rice.
Pada usia sembilan tahun Sean hanya memiliki 6,3 persen kapasitas paru-paru dan harus berada di kursi roda, dengan tabung oksigen permanen, dan perlu diberi makan melalui tabung.
Dia kemudian terkena flu dan dikirim dari rumahnya di South Tweed Heads di utara New South Wales ke sebuah unit perawatan intensif di Brisbane, Queensland.
“Ada berbagai tingkat alat penopang kehidupan dan dia telah menggunakan semuanya,” kata Leanne Rice.
Dua hari sebelum dirawat di rumah sakit secara intensif, keluarga Rice bertemu dengan seorang perwakilan dari Rumah Sakit Alfred di Melbourne untuk menilai kesesuaian Sean sebagai penerima organ.
“Kami sangat tidak yakin bahkan kami masih tercantum didalam antrian daftar tunggu donasi organ pada hari dia menerima paru-parunya,” kata Leanne Rice.
“Semuanya terjadi begitu cepat … pada hari Sabtu saya diberitahu ‘Sean pergi ke Melbourne, naik pesawat, dia menjalani transplantasi’.”
Panggilan itu diterimanya setelah ada seorang anak lain yang meninggal dan orang tua mereka telah setuju untuk menyumbangkan organ-organnya.
“Anda tidak bisa lebih berani lagi daripada kondisi seperti itu.”
Operasi yang menyelamatkan nyawa
Pada Sabtu malam dan dini hari Minggu sebelum operasi pencangkokan organ Sean berlangsung merupakan saat yang sangat kritis bagi kesuksesan operasinya.
“Dia [terbang ke Melbourne] dengan menggunakan jet pribadi dengan semua peralatan dan delapan orang dokter,” kata Rice.
“Butuh waktu sekitar 3 jam hanya untuk mengeluarkannya dari ruang perawatan dan mendorongnya di lorong rumah sakit menuju ke ambulans.”
“Operasi pencangkokan paru-paru Sean dimulai pukul 21.30 dan saya mendapat telepon pukul 4.15 pagi yang mengabarkan bahwa dia selamat dari operasi ini.”
Terlepas dari situasi yang begitu genting, Leanne Rice mengatakan bahwa dia tetap tenang.
“Saya hanya berpikir ‘Jika setidaknya dia bisa diberi kesempatan saja, maka ada kemungkinan dia bisa bertahan’ dan saya harus percaya pada dokter,” katanya.
“Saya cukup tenang, dan itu cukup mengejutkan saya, karena terkadang saya panik.”
Sean membuka matanya sembilan hari setelah operasi.
“Mereka akhirnya bisa menyapih dia dari alat-alat penopang kehidupannya dan saya berkata ‘Hei sayang, kamu sekarang akan lebih baik lagi, kamu punya paru-paru baru, kita sekarang berada di Melbourne, kamu pernah naik pesawat besar’,” kata Leanne Rice.
“Program rehab di Melbourne sangat menakjubkan … mencoba membangun kembali otot-otot yang hilang saat dia menggunakan alat medis penopang kehidupan.
“Dan ini masih merupakan pekerjaan yang terus berlangsung sampai hari ini.”
Leanne Rice mengatakan bahwa dokter telah memberi tahu mereka bahwa Sean perlu setidaknya menjalani dua transplantasi paru lagi untuk mencapai masa tuanya.
“Akan selalu ada kemungkinan penolakan. Beberapa orang langsung mendapatkannya, beberapa orang mendapatkannya 20 tahun kemudian,” katanya.
Tapi untuk saat ini, kata Rice, anaknya sedang berkembang.
“Operasi itu hampir dua tahun yang lalu dan saat ini dia adalah tidak ubahnya seperti tipikal anak laki-laki berusia 11 tahun,” katanya.
“Dia suka mengendarai skuternya, dia suka bermain bola basket, dia suka pergi ke sekolah untuk bermain dengan teman-temannya, dia berkelahi dengan adiknya, dia bermain dengan anjing-anjingnya.
“Setiap saat dan sekali lagi dia bersedia berbicara mengenai banyak hal, dan pada kesempatam yang lalu ketika di sekolah ia membuat pohon keluarga di dekat namanya dia ingin menulis ‘donor organ’ sebagai bagian dari pohon keluarga kami.
Diterjemahkan 2/8/2017 oelh Iffah Nur Arifah. Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.