ABC

DNA Buktikan Nenek Moyang Orang Pasifik dari Asia

Nenek moyang para pelaut awal yang tinggal di pulau-pulau Pasifik Selatan seperti Vanuatu dan Tonga berasal dari Asia. Demikian terungkap dari hasil analisis DNA terhadap empat kerangka tulang-belulang kuno.

Sebuah bukti arkeologi yang lengkap, termasuk tembikar yang rumit, mengindikasikan orang yang terkait dengan kebudayaan Lapita, merupakan kelompok pertama yang menghuni pulau-pulau terpencil di Pasifik. Persebaran terakhir manusia secara besar-besaran ke wilayah tak berpenghuni itu terjadi sekitar 3.000 tahun lalu.

Tapi sebelum analisis ini dibuat, menurut Profesor Matius Spriggs dari Australian National University yang turut menulis laporan penelitian, kita tidak tahu siapa orang-orang tersebut.

“Sekarang kita punya DNA dari orang-orang Lapita purba. Kejutan besarnya adalah mereka benar-benar seperti orang-orang (pribumi) Taiwan,” kata Profesor Spriggs.

Hari ini, hingga derajat tertentu semua orang Kepulauan Pasifik Selatan memiliki warisan DNA yang mencakup DNA dari orang Papua maupun orang Asia Timur.

Hubungan antara orang Lapita (nenek moyang orang Pasifik dari era prasejarah) dan orang Papua, yang mendominasi wilayah tersebut selama 50.000 tahun, telah lama jadi perdebatan.

Secara bahasa dan budaya, orang Lapita mirip dengan kelompok orang Asia.

Tapi banyak arkeolog mengira orang Lapita berbaur dengan penduduk Papua saat mereka melakukan perjalanan melalui Papua Nugini dan Kepulauan Solomon sebelum berangkat menuju pulau-pulau terpencil 3.000 tahun lalu.

tengkorak utama.jpg
Orang Ni-Vanuatu saat ini bisa melacak 40 hingga 50 persen asal-usul mereka dari orang Asia yang tiba sekitar 3000 tahun silam.

Kelompok Pertama Tak Berbaur

Untuk mengungkap asal-usul orang-orang Lapita, Profesor Spriggs dan rekannya Dr Stuart Bedford bekerja sama dengan Pusat Kebudayaan Vanuatu. Tujuannya, untuk menggali dan mengambil DNA dari kerangka di pekuburan Teouma di Vanuatu.

“Ini sebenarnya upaya keempat untuk mengambil DNA purba selama dekade terakhir,” kata Profesor Spriggs.

Akhirnya, analisis genetik oleh tim pimpinan Dr David Reich dari Harvard University mengungkapkan, tiga kerangka berusia antara 3.100 tahun dan 2.700 tahun tidak mengandung jejak DNA orang Papua.

Tulang-belulang orang Lapita keempat yang berusia antara 2.700 dan 2.300 tahun digali di Tonga oleh tim kedua pimpinan Dr Geoffrey Clark dari Universitas Nasional Australia. Tulang-belulang itu dianalisis di laboratorium di Jerman, dan hasilnya juga tidak mengandung DNA orang Papua.

Analisis lainnya mengenai DNA 778 orang dari Asia Timur dan Oceania saat ini yang secara sukarela mengikuti riset, menunjukkan keempat tulang-belulang mengandung DNA unik yang sudah tidak ada lagi. Namun DNA-nya mirip dengan yang ditemukan dalam kelompok pribumi di Taiwan serta beberapa populasi pribumi di Filipina utara.

“Orang-orang pertama yang sampai ke Vanuatu bukanlah dari kelompok manusia yang telah hidup di kawasan itu selama 50.000 tahun … mereka ini berasal dari populasi Asia,” kata Profesor Spriggs.

Analisis itu juga menunjukkan bahwa gen-gen Asia pada orang Pasifik saat ini berasal dari kelompok Oceania pertama ini.

“Apa yang bisa kami katakan adalah bahwa asal-usul Asia (dari orang Pasifik) berasal dari orang Lapita,” kata Profesor Spriggs.

Dia mengatakan temuan yang telah dimuat dalam jurnal Nature, mempertanyakan istilah seperti Melanesia dan Polinesia untuk menggambarkan orang-orang dari berbagai belahan Pasifik.

“Saya ingin memanggil mereka orang Pasifika. Sebab, saya pikir kategori tua (Melanesia dan Polinesia) yang kita warisi dari abad ke-19, tidak masuk akal secara biologis ataupun budaya,” katanya.

“Variasi itu hanya semata-mata terkait persentase warisan genetika dari kelompok pertama yang tiba di pulau-pulau ini 3.000 tahun lalu,” jelasnya.

Gelombang Kedua

tengkorak dua.jpg
Sebuah motif lingkaran pada pecahan tembikar Lapita dari Nukuleka di Tonga.

Foto Kiriman: David Burley

Data genetika ini bukan hanya menunjukkan keturunan Asia di kalangan warga Kepulauan Pasifik Selatan saat ini berasal dari orang Lapita. Namun juga lebih besarnya kemungkinan mereka berasal dari perempuan dibandingkan laki-laki.

Hal ini menunjukkan gelombang pertama pelaut Lapita segera diikuti oleh gelombang kedua orang Papua – terutama kaum pria.

“Para pria ini kemungkinannya bergerak dari area Papua Nugini-Solomon dan mereka menikahi wanita Asia. Dan itulah percampuran yang terjadi,” kata Profesor Spriggs.

Namun kapan saatnya dua garis keturunan itu bertemu di pulau-pulau yang tersebar di seluruh Pasifik itu, belum jelas.

“Kami memperkirakan untuk Vanuatu hal itu terjadi pada akhir periode Lapita sekitar 2.800 hingga 2.700 tahun lalu, saat populasi yang kecil,” kata Profesor Spriggs.

Namun dia mengatakan hal itu mungkin terjadi lebih kemudian untuk tempat-tempat seperti Fiji dan Polinesia.

“Untuk Fiji kita tidak tahu. Tapi untuk Polinesia kita memiliki waktu pasti terjadinya, yaitu 1.000 tahun lalu,” katanya.

Pada saat itu, penduduk mulai berpindah dari Tonga dan Samoa ke timur pulau-pulau Pasifik Hawaii dan Tahiti, kemudian 700 tahun lalu bergerak ke selatan dan menjadi penduduk Maori di Selandia Baru.

“Ketika mereka melakukan perpindahan ini 1.000 tahun lalu, perbauran telah terjadi,” katanya.

Tapi penelitian lebih lanjut DNA kuno kerangka dari berbagai era diperlukan untuk memperjelas kapan tepatnya percampuran terjadi di berbagai lokasi, demikian menurut Profesor Spriggs.

tengkorak tiga.jpg
Kuburan berusia 3000 tahun di Vanuatu dengan tulang-belulang yang disusun berbentuk segitiga.

Supplied: Frederique Valentin

Petunjuk dan Pertanyaan

Mengomentari hasil penelitian ini, Direktur Australian Centre for Ancient DNA Professor Alan Cooper mengatakan makalah itu memberikan informasi lebih banyak tentang asal-usul orang Pasifik dan Polinesia “yang sebelumnya hanya berupa dugaan”.

“Riset ini menjelaskan seluruh permasalahan tentang bagaimana dua kelompok manusia bersama-sama membentuk satu kelompok lain yang kemudian melakukan pelayaran paling menakjubkan,” kata Profesor Cooper.

Dia mengatakan penelitian ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai kapan percampuran orang Papua terjadi di Tonga dan kemudian di Polinesia, yang warganya saat ini memiliki 26 persen DNA Papua.

“(Temuan bahwa) seorang individu Tonga memiliki sedikit atau tidak ada keturunan DNA Papua mengkonfirmasi bahwa populasi leluhur orang Polinesia belum sepenuhnya terbentuk atau menyebar pada akhir era Lapita,” katanya.

“Jadi berapa lama sebelum [orang Papua] menyusul? Itu perjalanan jauh di Pasifik,” ujarnya. “Kita sadari bahwa percampuran genetika yang menghasilkan orang Polinesia terjadi sebelum mereka pergi menjelajah ke pulau-pulau tersebut.”

Dia mengatakan hal itu juga menimbulkan pertanyaan tentang identitas orang Papua kuno, yang memiliki campuran DNA orang Aborigin Australia dan orang Papua.

“Saya tertarik dengan yang kelompok Australia-Papua itu – dari mana asal mereka?” katanya

“Saya memperkirakan yang ada di pikiran saya, (mereka berasal dari) Pulau-pulau Selat Torres atau beberapa kelompok pesisir, yang mungkin melakukan perdagangan dengan kelompok orang Lapita,” kunci Prof. Cooper.

Diterbitkan Pukul 14:30 AEST 4 Oktober 2016 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di sini.