ABC

Ditemukan Tes Mata Untuk Mendeteksi Penyakit Alzheimer’s

Pakar syaraf dari Brown University dan RS Rhode Island Hospital di AS, Professor Peter Snyder, mengungkapkan tes mata sederhana akan bisa menentukan apakah seseorang nantinya terkena penyakit Alzheimer’s puluhan tahun sebelum gejala penyakit tersebut muncul.

Prof. Snyder menjelaskan adanya titik noda di platina seseorang yang bisa menjadi penentu apakah yang bersangkutan di kemudian hari akan mengidap penyakit tersebut.

Prof. Snyder mengunjungi Griffith University di Gold Coast, Australia, pekan lalu dan memaparkan penemuan tersebut dalam sebuah konferensi di sana.

Dia mengatakan penelitian awal yang dilakukannya sangat menjanjikan, walau teknologi pendeteksi noda di platina itu masih memerlukan waktu beberapa tahun lagi untuk bisa tersedia.

“Yang saya amati adalah adanya titik kecil (plaque) di retina yang tampaknya memiliki hubungan dengan jumlah protein amyloid yang terbentuk di dalam otak.” katanya.

“Ketika seseorang memiliki gejala, bila penyakit ini sudah berada di otak selama 20 atau 30 tahun, ketika gejala itu muncul ke permukaan, maka sudah terlambat,” tambah Prof Snyder.

"Susah sekali menyelamatkan jaringan yang sudah mati atau dalam keadaan sekarat. Makanya saya ingin melakukan pelacakan dini sehingga bisa membuat terapi yang efektif," jelasnya.

Prof Snyder melakukan penelitian termasuk mengajukan tes terhadap 80 orang dengan rerata usia 61 tahun, dan melakukan pemindaian terhadap otak mereka.

Dari semua itu, 20 orang di antaranya memiliki protein amyloid di otak mereka, yang sudah diketahui menjadi pertanda adanya penyakit Alzheimers’s dan semua dari 20 orang tersebut memiliki titik noda di retina (retinal plaque).

Terdeteksi secara dini

Prof Snyder memahami bahwa beberapa di antara kita tak ingin mengetahui apakah kemungkinan akan mengidap Alzheimer’s atau tidak.

“Orang-orang ini (yang nantinya dites dan positif), adalah mereka yang masih dalam keadaan sehat.” katanya.

“Mereka memiliki keluarga dan masih bekerja, dan anak-anak mereka akan sekolah ke universitas, dan saya khawatir mengenai hal tersebut,” tambahnya.

“Ini seperti masalah telur dan ayam. Namun saya sejujurnya percaya bahwa bila kita tidak mencoba menguji obat-obatan, atau terapi yang bisa efektif mencegah penyakit di masa awal, maka kita tidak akan bisa menemukan sesuatu untuk memperlambat penyakit tersebut,” jelas Prof Snyder.

Dia mengatakan bahwa ketika seseorang sudah terdeteksi memiliki resiko terkena penyakit tertentu, mereka akan menjaga dirinya sendiir lebih baik. Dan juga mereka yang tidak memiliki resiko terkena, tidak harus menjaga diri sendiri.

“Ada berbagai hal yang bisa dilakukan, mereka bisa mulai merawat diri sendiri lebih baik, mereka bisa mulai melakukan diet yang lebih sehat, mereka bisa mulai berolahraga lebih banyak, mereka bisa mulai meningkatkan kebiasaan tidur yang baik,” katanya.

“Dan lucunya adalah bahwa mereka yang tidak memiliki resiko terkena, tidak akan melakukan apapun untuk meningkatkan kesehatan mereka. Jadi mestinya ada manfaat bila kita mengetahui lebih dini,” ujar Prof Snyder.

Penyakit Alzheimer’s adalah jenis demensia paling umum yang awalnya ditandai oleh melemahnya daya ingat, hingga gangguan otak dalam melakukan perencanaan, penalaran, persepsi, dan berbahasa. Dalam bahasa Indonesia, Alzheimer’s ini juga kadang disebut sebagai gejala pikun.

Diterjemahkan pukul 13:45 AEST 11/11/2016 oleh Sastra Wijaya dan simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini