Ditemukan Anjing Purba Langka Kerabat Dingo Australia
Ilmuwan berhasil memastikan keberadaan spesies anjing purba di salah satu tempat paling terpencil di dunia – pegunungan Papua Nugini dan di Propinsi Papua, Indonesia.
Tim ilmuwan internasional yang dipimpin oleh ilmuwan dari Universitas Papua, Indonesia berhasil mendapatkan gambar yang menjadi bukti keberadaan anjing liar di dataran tinggi Papua Nugini (New Guinea) selama eksepedisi yang dilakukan tahun 2016 lalu ke pegunungan curam, sebuah kawasan yang berada di dataran tinggi dekat tambang Grasberg, salah satu tambang tembaga terbesar di dunia.
Penemuan ini merupakan penemuan pertama yang berhasil memastikan penampakan dari spesies ini selama lebih dari 40 tahun.
Anjing liar ini diyakini kemungkinan besar adalah spesies yang sama dari anjing menyanyi di Papua Nugini, yakni anjing liar yang telah dikembangbiakan dalam penangkaran sejak beberapa pasang dari mereka diambil dari pedalaman dataran tinggi Papua Nugini di perbatasan kedua negara pada tahun 1950-an dan 1970-an.
Ada sekitar 200 ekor anjing menyanyi Papua Nugini di kebun binatang di seluruh dunia, tapi hanya sedikit hal yang diketahui mengenai leluhur dari anjing anakan yang terkenal dengan vokalisasi unik mereka.
Namun demikian, para ilmuwan meyakini kalau anjing menyanyi Papua Nugini berbagi leluhur yang sama dengan anjing liar Australia – Dingo.
Pakar hewan asal Amerika Serikat (AS) James McIntyre, yang telah meneliti anjing yang sulit ditangkap gambarnya ini selama bertahun-tahun. Ia bergabung dengan tim ekspedisi tersebut sebagai penasihat penelitian yang membawa mereka ke lereng gunung tertinggi di Provinsi Papua, Puncak Jaya.
James McIntyre pernah memimpin ekspedisinya sendiri pada tahun 1990-an ke dataran tinggi Papua Nugini barat laut – namun meski timnya mendengar suara lolongan saat fajar dan senja, mereka tidak berhasil mendapatkan penampakan anjing liar ini.
Dia tetap yakin spesies canid yang sulit dipahami ini masih menjelajahi hamparan hutan berkabut di dataran tinggi tersebut, beberapa ribu meter di atas permukaan laut.
“Anjing itu telah diabadikan dalam kain tenun dari kebudayaan dan tradisi mereka.”
Meskipun sudah ada beberapa laporan penampakan sejak ekspedisi awalnya, namun baru pada tahun lalu McIntyre menemukan apa yang dianggapnya sebagai bukti ilmiah yang dapat dipercaya yang menunjukkan tidak hanya keberadaan populasi yang sehat dari anjing liar dataran tinggi tersebut, tapi juga sifat penasaran anjing itu.
“Kami menjelajahi lembah yang indah ini yang terdiri dari tiga danau bertingkat yang akhirnya terbentang di dua gletser yang aktif.
“Saya memutarkan suara lolongan coyote Amerika Utara – anjing coyote jantan dan betina, anjing coyote wanita dalam kesulitan, dan anjing coyote dalam keadaan tertekan,” katanya.
McIntyre mengatakan meski suara lolongan itu tidak spesifik dari spesies yang sama, namun segala jenis kebisingan atau lolongan yang berbeda di wilayah hewan lain cenderung akan membangkitkan keingintahuan.
Dia bahkan menanggalkan sepatu botnya pada satu tahap dalam perjalanan eksepedisi itu dan meninggalkan jejak kaki telanjangnya.
Sekembalinya, James McIntyre menemukan jejak kaki anjing segar di samping tapaknya sendiri.
Para periset memasang perangkap foto, melingkari tanah dengan aroma yang mereka harapkan akan memancing anjing tersebut, dan menunggu.
Baru pada hari terakhir, setelah cuaca cerah, saya mendapatkan foto anjing liar dataran tinggi tersebut,” kata McIntyre.
“Saya tidak keberatan mengatakan dengan keras bahwa saya menjerit ketika akhirnya saya melihat bukti dokumenter tentang hewan-hewan ini.”
Sebuah jendela untuk melongok sejarah anjing liar atau dingo Australia
Anjing liar dataran tinggi dipandang sebagai kanvas “murni” – contoh bagaimana anjing pada saat mereka mulai dijinakkan.
McIntyre mengatakan bahwa penemuan anjing purba di lokasi terpencil ini sangat penting untuk memahami koevolusi anjing dan manusia.
James McIntyre mengatakan penyelidikan penuh mengenai DNA anjing-anjing ini akan membuktikan kalau anjing liar purba di dataran tinggi New Guinea, anjing menyanyi Papua Nugini dan dingo adalah satu-satunya binatang di planet bumi yang meski terpencar sangat jauh tapi mereka berkaitan satu sama lain”.
“Bertahun-tahun lalu, Australia dan Nugini tersambung oleh jembatan daratan ketika lautan jauh lebih dangkal ketimbang lautan pada saat ini, dan kemungkinan mereka satu spesies anjing yang tinggal di kedua negara.
“Ketika permukaan air laut meningat dan jembatan daratanitu terhapus, anjing-anjing itu terisolasi di kepulauan di Australia dan beradaptasi dan berevolusi menjadi dingo,”
“Dan anjing-anjing yang terisolasi di kepulauan Papua Nugini tampaknya kembali ke dataran tinggi dan bervolusi dan beradaptasi menjadi mereka sekarang.
Kendala penelitian
Ilmuwan berkerjasama dengan Yayasan Aning Liar New Guinea yang baru dibentuk, dimana James McIntyre menjadi presidennya, berencana untuk kembali ke daerah yang sama pada bulan Juli tahun ini untuk menjebak anjing-anjing tersebut dan memberi mereka pemeriksaan menyeluruh.
Meskipun penduduk desa di Dataran Tinggi New Guinea melaporkan tanda-tanda anjing tersebut, kedekatan tambang Grasberg dengan penemuan anjing purban tahun 2016 dianggap sebagai keuntungan bagi para periset.
McIntyre mengatakan para ilmuwan menghadapi hambatan yang besar untuk sampai ke sisi Indonesia dari pulau New Guinea, yang mengalami pemberontakan yang mendidih oleh Penduduk Asli Papua yang mencari kemerdekaan.
Pulau berpegunungan di New Guinea adalah salah satu tempat yang paling kaya keanekaragaman hayatinya di bumi.
Dia mengatakan bahwa operator tambang telah membantu memfasilitasi ekspedisi baru-baru ini, dan telah mengindikasikan bahwa mereka akan melakukannya lagi.
James McIntyre mengatakan bahwa sangat penting bagi tim anjing liar dataran tinggi juga untuk memasukkan ilmuwan lokal untuk dilibatkan dalam pelestarian warisan nasional mereka.
“Kami tentu saja tidak akan bisa melakukannya – dan kami juga tidak akan melakukannya – tanpa b berhubungan dengan Universitas Papua,” katanya.
“Saya memastikan, dan saya akan memastikan di masa depan, bahwa salah satu siswa dan salah satu profesor yang kami miliki adalah orang Papua.”