ABC

Diplomasi Wayang di Australia

Suatu malam di akhir bulan Mei 2016, udara dingin Canberra begitu menusuk tulang. Angka yang tertera pada termometer kala itu adalah 2 derajat celcius. Semakin malam, suhu udara terus turun sampai mendekati angka 0.

Namun, dinginnya udara Canberra kala itu tidak menghalangi ratusan warga Autralia dan Indonesia untuk datang ke Pusat Budaya Australian National University (ANU). Warga dari berbagai latar belakang memenuhi gedung berkapasitas 300 orang itu.

Mereka datang bukan untuk menonton konser, melainkan untuk menikmati pertunjukan wayang kulit. Ya, wayang kulit budaya Jawa yang akan dipentaskan di hadapan warga Australia.

Wayang Kulit yang dipentaskan saat itu menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. Tujuannya tentu saja agar para penonton yang kebanyakan adalah warga Australia paham dengan isi dan pesan yang disampaikan.

Pertunjukan Wayang Kulit selain sebagai hiburan juga sarat dengan pesan-pesan luhur. Selalu ada pesan bijak yang disisipkan dalam beberapa plot cerita pewayangan.

Pada kesempatan itu, sang dalang Dr Djoko Susilo membawakan lakon Brajadenta-Brajamusti. Ki Dalang Djoko Susilo adalah warga negara Indonesia yang sudah puluhan tahun menjadi pengajar di Fakultas Musik di Universitas Otago di Selandia Baru.

Bukan tanpa alasan Djoko memilih lakon itu. Ada pesan dalam yang ingin disampaikannya kepada penonton.

“Lakon ini menceritakan pertikaian antara Gatotkaca dan Brajadenta yang disebabkan salah paham. Ada bisikan dari Sengkuni yang memprovokasi mereka,” kata Djoko kepada detikcom dan 2 media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International.

WAYANG SATU.jpg
Pertunjukan wayang di Canberra. (Foto: Ikhawanul Khabibi/detik.com)

Djoko menjelaskan, pesan khusus yang ingin dia sampaikan adalah jangan mudah terprovokasi dan jangan mudah percaya dengan bisikan orang lain. Pesan ini berlaku bagi hubungan Indonesia-Australia yang begitu dinamis. Seperti diketahui, tak jarang kedua negara bersitegang karena salah paham terkait beberapa isu. Oleh karena itu, Djoko ingin menyampaikan pesan lewat pertunjukan wayang tanpa bermaksud untuk menggurui.

“Ini juga sebagai bentuk diplomasi kan, diplomasi dengan pendekatan budaya,” jelasnya.

Seperti layaknya pertunjukan wayang di Indonesia, Djoko diiringi para pemain gamelan. Gamelan menjadi satu bagian wajib dari pertunjukan wayang.

Menariknya, para pemain gamelan dalam petunjukan itu terdiri dari beberapa pegawai kedutaan dan ada juga warga Australia yang bermain gamelan. Warga Australia yang tampil malam itu terlihat sangat mahir memainkan berbagai instrumen gamelan.

Para pemain gamelan dari Australia itu berasal dari berbagai latar belakang, ada yang profesor di bidang fisika, diplomat, mahasiswa, hingga ada siswa SMA. Bahkan pemain termuda Ayu Hancock masih duduk di kelas 9 di Alfred Deakin High School, Canberra.

Pertunjukan dimulai pukul 20.00 waktu setempat. Ki Djoko membuka pertunjukan dengan goro-goro. Alunan gamelan terdengar begitu merdu mengiringi sinden bersenandung.

Bahasa Inggris nan fasih yang dilafalkan Ki Djoko sangat membantu para penonton memahami cerita wayang yang tengah dipertunjukkan. Sesekali Ki Djoko menyisipkan candaan dan sindiran bernuansa politik, penonton pun langsung terbahak.

Sabetan tangan Ki Djoko begitu lincah memainkan wayang. Apalagi ketika masuk adegan peperangan, sabetan-sabetan Ki Djoko mengundang decak kagum penonton.

wayang dua.jpg
Ratusan penonton memadati ruang pertunjukan wayang di Canberra.

Tak terasa dua jam berlalu ditandai dengan Ki Djoko yang menutup pertunjukannya. Penonton pun bertepuk tangan meriah tanda mereka sangat menikmati pertunjukan.

Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema mengungkapkan bahwa pertunjukan wayang adalah program tahunan KBRI Canberra. Warga Australia disebut Nadjib selalu antusias dengan pertunjukan wayang.

Tak sedikit pula warga Australia yang akhirnya tertarik mempelajari wayang dan gamelan. Bahkan, program pelatihan gamelan di KBRI Canberra pun selalu diminati warga.

“Ini memang merupakan program tahunan dan selalu full penontonnya. Tahun ini kami coba 2 jam full dengan bahasa Inggris agar semua bisa menikmati,” tegas Nadjib.