ABC

Dipastikan, Virus SARS Berasal dari Kelelawar

Virus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang menewaskan 774 orang dipastikan berasal dari kelelawar jenis sepatu kuda dari China. Meski saat ini telah berhasil dikendalikan namun virus SARS yang mewabah di China dan Hongkong tahun 2002-2003, telah menelan korban jiwa sekitar 10 persen dari mereka yang terinfeksi.

Kepastian itu terungkap dalam publikasi di Jurnal Nature yang dirilis pekan ini. Para peneliti, termasuk ilmuwan dari lembaga ilmu pengetahuan Australia CSIRO di Geelong, menemukan kaitan sangat erat virus SARS pada sampel kotoran dari kelelawar jenis sepatu kuda.

Peneliti Gary Crameri mengatakan, tim ilmuwan sudah lama mencurigai kelelawar sebagai sumber virus SARS.

Crameri mengatakan, kemungkinan kelelawar itu sudah menjalin hubungan yang produktif dengan virus SARS selama bertahun-tahun. "Tapi ketika mereka menularkannya kepada manusia, dampaknya luar biasa," katanya.

Crameri mengatakan, fokus riset itu adalah mencari sumber virus SARS dan virus-virus serupa lainnya, bukan pada mencari vaksin.

Ia mengatakan, pada umumnya kelelawar SARS tidak menimbulkan resiko pada manusia, namun ia menganjurkan agar berhati-hati pada waktu menyentuhnya.

SARS kini sudah berhasil dikendalikan, namun Middle East Respiratory Syndrome (MERS), yang ditimbulkan oleh coronavirus lainnya, saat ini masih menjadi masalah.

Crameri mengatakan, virus MERS, yang juga nampaknya berasal dari sejenis kelelawar, menjangkiti sel manusia melalui reseptor yang berbeda dan tidak terlalu menular seperti SARS, tapi menewaskan lebih banyak dari orang-orang yang terinfeksi.

Kelelawar adalah binatang kuno dari jutaan tahun lalu, dan Crameri mengatakan, mungkin itulah mengapa mereka membawa sejumlah besar pathogen yang tidak berpengaruh pada diri mereka sendiri.

"Kelelawar dan virus sudah bertumbuh bersama-sama," katanya.

Para pakar menyambut baik riset baru ini. "Sebelumnya, belum ada yang dapat menemukan coronavirus SARS pada kelelawar," kata Sanjaya Senanayake dari Australian National University.

Profesor Charles Watson dari Curtin University mengatakan, wabah MERS baru-baru ini mengingatkan kita bahwa coronavirus berpotensi menyebabkan epidemi besar pada manusia.