Didominasi Petahana, Sebagian Warga Pesimistis Dengan Anggota DPR RI Yang Baru
Di tengah gelombang unjuk rasa dan mosi tidak percaya pada parlemen di berbagai daerah, sebanyak 575 anggota DPR RI baru mulai berkantor di Gedung Parlemen Jakarta pasca dilantik pada Selasa (1/10/2019).
Komposisi wakil rakyat baru yang mayoritas petahana dan anggota parpol koalisi, kian menebalkan pesimisme warga akan kinerja dan keberpihakan mereka.
Meriah dan sumringah wajah anggota parlemen baru masa bakti 2019-2024 usai menjalani pelantikan di Gedung DPR RI Jakarta pada Selasa (1/10/2019) ditanggapi dingin oleh warga. Diantara mereka bahkan tidak tahu kalau pada hari itu wakil mereka mulai berkantor di Gedung DPR.
“Tadi pas jam istirahat, kebetulan saya nongkrong di warung kopi dekat kantor.”
“Disana orang pada ngobrol soal anggota DPR. Kalau gak minum kopi disitu mungkin saya gak tahu kalau hari ini ada pelantikan DPR,” tutur Muzammil seorang warga Jakarta Timur saat ditemui ABC di sebuah rumah makan di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat.
Selain jarang menonton TV, ia juga mengaku tidak berminat mengikuti sepak terjang yang terjadi di Gedung DPR/MPR karena baginya mereka tidak lagi mewakili aspirasi warga.
Terlebih lagi sejak caleg pilihannya di pemilu legislatif lalu tidak lolos melenggang ke Senayan.
“Bagi saya anggota DPR itu imejnya hanya berusaha mengembalikan modal kampanye mereka sama bolos sidang. Kalau tidur waktu sidang sih, gak usah dibilang lagi udah biasa banget,” katanya.
Muzammil tidak sendiri, sejumlah warga lainnya juga mengutarakan pesimismenya terhadap wakil baru mereka di Senayan.
“Paling sama saja, anggota yang baru ini masih muda-muda, belum pengalaman, masih baru jadi politisi.” kata Adi Siswandi, 47 tahun pengemudi Bajaj asal Tegal.
“Kita tahulah pileg kemarin seperti apa, mereka banyak yang menangnya karena banyak duit sama pinter ngomong aja, mana bisa mereka ubah DPR itu. Jadi kita kurang percaya, paling begitu-begitu aja.” tambahnya.
Sementara itu Jenny Sihaloho seorang ibu rumah tangga di Jakarta Barat merasa tidak ada anggota DPR yang benar-benar membela rakyat.
“Mereka ambil keputusan bukan pro rakyat hanya untuk kepentingan golongannya, Cuma berkoar-koar aja.”
“Itulah yang kita lihat dan kita rasa sebagai rakyat. Kepercayaan itu sudah pudarlah!” ungkap Jenny Sihaloho.
Didominasi wajah lama
Menanggapi rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap wakil rakyat yang baru dilantik ini, Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), I Made Leo Wiratma mengatakan ini karena akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap kinerja buruk DPR periode sebelumnya.
Ia menilai pesimisme itu sulit ditepiskan jika melihat komposisi wakil rakyat saat ini yang didominasi petahana.
Formappi mencatat dari total 575 anggota legislatif periode 2019-2024, sebanyak 321 (56 persen) adalah incumben, sementara wajah baru di Senayan hanya mencakup 254 (44 persen).
“Kita tidak bisa berharap banyak lah, karena pada periode sebelumnya saja dimana muka barunya jauh lebih banyak dari petahana dengan komposisi 243 (43%) petahana dan wajah baru 317 (57%) kebalikannya dari sekarang jumlahnya, itupun dengan didominasi wajah baru, tetep gak bisa memperbaharui kinerja DPR.”
Dalam laporan hasil pemantauan kinerja anggota DPR RI periode lalu, Formappi mengatakan meski didominasi wajah baru, legislator periode lalu sampai akhir September 2019 hanya berhasil mengesahkan 84 RUU, lebih sedikit dari capaian DPR 2009-2014 yang mencapai 125 RUU.
Fakta lain yang juga makin memperbesar keraguan publik ini adalah karena DPR periode ini dikuasai oleh partai politik koalisi pemerintah.
I Made Leo Wiratma memperkirakan ini akan membuat DPR semakin tumpul, karena dari total 9 parpol, 7 diantaranya adalah parpol pendukung pemerintah.
“Tidak akan ada kekritisan, DPR akan semakin tumpul karena begitu besar dukungan DPR pada pemerintah.
Padahal dalam paham trias politika yang kita anut DPR itu fungsinya kan mengawasi apa yang dikerjakan pemerintah, tapi dengan dikuasai koalisi maka akan terjadi kompromi diantara mereka,” ungkapnya.
Prioritaskan RUU agar lebih efektif
Kekhawatiran ini seakan terkonfirmasi ketika susunan pimpinan DPR RI baru terbentuk pada Selasa (1/10/2019) malam dan hasilnya anggota dari partai politik koalisi pemerintah mendominasi kursi pimpinan DPR RI.
Puan Maharani (PDIP) terpilih menjadi ketua, didampingi 3 wakilnya yakni Azis Syamsuddin (Golkar), Muhaimin Iskandar (PKB), Rachmat Gobel (Nasdem) sementara Gerindra sebagai oposisi diwakili Sufmi Dasco Ahmad.
Susunan ini diyakini akan semakin melapangkan jalan pemerintah untuk menggolkan kebijakannya di parlemen.
Dan dalam keterangannya kepada pewarta usai dilantik sebagai Ketua DPR RI perempuan pertama, Puan Maharani mengatakan dibawah kepemimpinannya DPR tidak akan banyak membuat Undang-Undang (UU).
Sebaliknya akan fokus pada Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas agar lebih efektif.
“Harapan saya DPR ke depan itu tidak perlu memuat produk UU terlalu banyak, namun kita pilih yang jadi prioritas dan itu akan jadi fokus bagi DPR ke depan yang berguna untuk bangsa dan negara,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Sementara itu menyikapi pesimisme masyarakat ini, anggota termuda DPR RI periode 2019-2024, Hillary Brigitta Lasut menilai ini reaksi yang wajar.
Namun ia menyatakan siap membuktikan komitmennya sebagai anak muda di parlemen.
“Citra negatif warga itu bisa datang dari citra DPR sendiri secara historis atau mungkin kami anak-anak muda dianggap masih belum punya pengalaman.”
“Itu hal yang wajar karena masyarakat cukup gambling ketika memilih kami yang tidak punya pengalaman. “
“Saya hanya akan berusaha meyakinkan masyarakat bahwa ide dan gagasan perubahan masa depan itu hanya dibawa dan dicanangkan oleh anak-anak muda” jawab politisi dari Partai Nasdem tersebut.
Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia