ABC

Di Thailand, petani karet “cemburu” pada petani padi

Pemerintah Thailand sedang berusaha merundingkan diakhirinya protes oleh petani karet yang memblokir jalan dan meimbulkan kekacauan di Thailand selatan. Mereka menuntut pemerintah memberi bantuan seperti yang diberikan buat para petani padi di utara negara itu.

Audio: Thai government negotiating end to rubber farmer protests (ABC News)

Petani karet terpukul oleh merosotnya harga karet global. Mereka mengatakan pemerintah tidak cukup mengambil tindakan untuk membantu mereka.

Protes petani karet itu meningkat di minggu pemerintah memperpanjang program subsidi beras yang kontroversial, yang dipandang lebih menguntungkan petani padi di utara.

Ahli ekonomi pertanian dari Thailand Development Research Institute, Dr Viroj Naranong, mengatakan, harapan petani mengenai tingkat dukungan pemerintah tidak realistik karena trend harga sekarang ini menurun. "Mereka meminta 100 baht per kilogram dari pemerintah, atau kompensasi untuk menjadikan totalnya 100 baht per kilogram," jelasnya.

Dr Naranong berpendapat, para petani karet tidak suka bahwa petani padi di utara menerima subsidi besar untuk menutup harga yang rendah.

Thailand adalah eksportir karet terbesar di dunia, tapi para petani yang menyadap karet di perkebunan-perkebunan di Thailand selatan merasakan beban paling berat dari anjloknya harga global.

Harga karet turun kira-kira setengahnya dalam dua tahun terakhir, dan para pakar mengatakan itu disebabkan oleh produksi berlebihan di seluruh Asia Tenggara.

Petani yang menggelar protes di Surat Than mengatakan, sulit untuk hidup karena semua harga naik. Harga karet yang lebih tinggi akan sangat besar artinya bagi mereka.

Minggu ini kabinet Presiden Yingluck Shinnawattra memutuskan untuk memperpanjang suatu program yang sangat mahal, dimana pemerintah membeli beras dari petani dengan harga yang jauh di atas harga pasar.

Petani karet itu merupakan pendukung kubu Partai Demokratis, sementara para petani padi di utara adalah pendukung gerakan Kaos Merah yang akhirnya menghasilkan naiknya Yingluck menjadi Presiden.

Sejak Presiden Yingluck menerapkan skema pembelian beras di tahun 2011, telah diderita kerugian hampir 4,5 milyar dollar Amerika.

Walaupun pemerintah minggu ini memberlakukan batas baru jumlah yang bisa diklaim setiap petani padi, program itu diperkirakan akan menelan biaya satu milyar dollar lagi tahun ini

Dr Naranong mengatakan, bisa dipahami bahwa ini merupakan suatu program yang menuai perpecahan. "Banyak orang tidak menyukai program ini karena menelan biaya pemerintah yang banyak, pengelolaannya buruk dan telah menimbulkan banyak korupsi," katanya.