ABC

Detensi Imigrasi Australia di Nauru Dinyatakan Tidak Melanggar Hukum

High Court atau Mahkamah Agung (MA) Australia memutuskan pusat detensi imigrasi negara itu yang berada di negara lain, yaitu di Nauru, sah dan tidak melanggar hukum.

Keputusan itu diambil MA saat menolak kasus yang diajukan seorang tahanan imigrasi di Nauru. Tahanan asal Bangladesh itu sempat dibawa ke Brisbane untuk melahirkan.

Setelah melahirkan, dia tidak rela dikembalikan ke Nauru bersama bayinya. Karena itu, dia mengajukan gugatan mengenai legalitas langkah pemerintah Australia membiayai detensi imigrasi di negara lain.

Kalangan pengacara wanita ini menyatakan tindakan pemerintah membiayai operasional detensi imigrasi di negara lain adalah ilegal dan melawan hukum.

Diketahui bahwa selama proses gugatan ini, Pemerintah Australia telah mengubah UU yang mengatur mengenai operasional detensi imigrasi Australia yang berada di negara lain.

Para hakim agung Australia hari Rabu (3/2/2016) memutuskan bahwa tindakan pemerintah saat ini tidak melanggar UU dan konstitusi.

Sebelumnya Menteri Imigrasi Peter Dutton telah menyatakan rencananya untuk mengirim para pencari suaka kembali ke Nauru, terdiri atas 160 orang dewasa, 37 bayi, dan 54 anak-anak yang saat ini telah berada di Australia.

Namun rencana itu memicu kecaman karena salah seorang anak yang akan dikembalikan ke Nauru berusia 5 tahun dan pernah diperkosa di detensi imigrasi tersebut.

Parahnya lagi, pelaku pemerkosaan anak laki-laki itu diketahui masih bertugas di pusat detensi tersebut saat ini.

Para politisi Partai Hijau (The Greens) yang menentang kebijakan ini menyebut jika pemerintah tetap mengirimkan sekitar 90 anak-anak dan bayi ke Nauru, maka tindakan tersebut sama dengan pelecehan.

Senator Sarah Hanson-Young mendesak PM Malcolm Turnbull untuk segera membatalkan rencana pengiriman para pencari suaka ini kembali ke Nauru.

Kalangan LSM seperti Save the Children mendukung sikap Partai Hijau dan meminta pemerintah bisa menunjukkan simpatinya terhadap risiko yang dihadapi para pencari suaka ini di Nauru.

LSM lainnya bernama ChilOut menyebut pemerintah sebenarnya tahu bahwa kondisi di Nauru tidak aman bagi anak-anak pengungsi tersebut.