ABC

Desainer Muslim Indonesia Akan Tampil di Melbourne Fashion Festival 2016

Di bawah bendera ‘ETU’, desainer muda Indonesia, Restu Anggraini, siap menjajal pasar fesyen Australia lewat ‘Melbourne Fashion Festival 2016. Fesyen diharapkan menjadi sarana diplomasi yang efektif bagi hubungan bilateral kedua negara.

Restu Anggraini, 28 tahun, tak menyangka dirinya mendapat kesempatan untuk tampil dalam pagelaran busana Melbourne Fashion Festival 2016, tahun depan.

Dalam ajang Jakarta Fashion Week yang berlangsung mulai 24-30 Oktober 2015, nama Restu disebut sebagai pemenang ‘Indonesian Young Designer Award 2015’ yang diberikan oleh Australia Indonesia Centre (AIC) bekerjasana dengan penyelenggara Jakarta Fashion Week dan bank ANZ.

“Kaget banget saya, karena awalnya kan nothing to lose (tak berharap apa-apa), Cuma cari pengalaman aja. Tapi tentu saja saya senang menerimanya, ini peluang bagus,” utaranya kepada Australia Plus.

Restu Anggraini (kedua dari kiri) bersama Paul Ramadge (kedua dari kanan) dari Australia Indonesia Centre dan Laura Anderson (tengah), CEO Melbourne Fashion Festival. (Foto: Nurina Savitri, Jakarta Fashion Week 2016)
Restu Anggraini (kedua dari kiri) bersama Paul Ramadge (kedua dari kanan) dari Australia Indonesia Centre dan Laura Anderson (tengah), CEO Melbourne Fashion Festival. (Foto: Nurina Savitri, Jakarta Fashion Week 2016)

Restu mengungkapkan, untuk mendapat penghargaan ini, ia harus menyusun rencana bisnis yang berisi tentang strategi penetrasi ke pasar Australia; dan mengirim sampel koleksi kepada pihak Melbourne Fashion Festival serta AIC.

Desainer berhijab ini lantas menceritakan awal keterlibatannya di dunia fesyen.

“Awalnya saya bisnis baju Muslim karena waktu itu (2009), kondisinya belum banyak  pilihan. Ternyata tanggapannya positif, akhirnya setelah lulus S1 saya lanjut sekolah fesyen, dan lalu mendirikan brand Restu Anggraini di tahun 2011,” tutur perempuan pengagum desainer kenamaan Jason Wu ini.

Nama ETU sendiri ia temukan ketika bergabung dalam sesi pembinaan khusus desainer-desainer muda Indonesia.

“ETU sendiri memang nama kecil saya, tapi baru muncul setelah saya mengikuti Indonesia Fashion Forward, yang memang difokuskan agar perancang Indonesia bisa go international. Di situ mentor saya mengatakan, ‘kalau mau terjun ke dunia internasional, namanya harus lebih ear-catching, lalu dipilihlah ETU di tahun 2014,” kisah perancang yang mengaku sangat didukung keluarga dalam menjalani karir di bidang fesyen ini.

Bagi Restu, penghargaan yang diterimanya bisa menjadi modal yang bagus untuk memahami pasar fesyen Australia dan jembatan bagi hubungan kedua negara.

Busana rancangan Restu dengan label ETU di catwalk Jakarta Fashion Week 2016. (Foto: Jakarta Fashion Week 2016)
Busana rancangan Restu dengan label ETU di catwalk Jakarta Fashion Week 2016. (Foto: Jakarta Fashion Week 2016)

Hal senada juga disampaikan Paul Ramadge, Direktur AIC, yang menyebut kerjasama Australia dengan Jakarta Fashion Week adalah diplomasi fesyen dan budaya.

“Kerjasama fesyen ini sebenarnya tentang membangun kolaborasi, pertemanan dan kepercayaan. Kalau anda sudah membangun kepercayaan, anda bisa membangun apa saja, seperi bisnis dan inovasi misalnya.”

Ia mengungkapkan, dunia fesyen Indonesia dipenuhi talenta kreatif, sehingga kemampuan mereka bisa memberi warna lain pada dunia fesyen negeri kanguru.

“Kami ingin mengkolaborasikan dua kreatifitas dari dua negara sehingga terbentuk peluang pasar yang baru,” jelas Paul.

“Kerjasama ini terjadi karena kami ingin mendukung para desainer muda di dua negara,” sebut Laura Anderson, pimpinan Melbourne Fashion Festival, dalam jumpa pers dengan awak media di Jakarta.

Tahun lalu, AIC; Melbourne Fashion Festival dan Jakarta Fashion Week memberikan penghargaan serupa kepada desainer muda Indonesia, Patrick Owen serta Peggy Hartanto.