ABC

Demi Bersekolah, Anak Desa Ini Nekat Hadapi Binatang Buas

Ketinggian air yang meningkat membuat perjalanan ke sekolah sehari-hari menjadi perjalanan yang membahayakan bagi anak-anak di desa Chepkenion, yang terletak di bibir Danau Baringo, Kenya.

Anak-anak sekolah dari desa Chepkenion di Kenya, mengayuh prakit yang terbuat dari batang kayu lunak, dan diikat dengan tali nilon. (Foto: Elphas Ngugi)
Di Kenya barat, tepatnya di ujung utara lembah ‘Great Rift’, ketinggian air di danau setempat telah meningkat secara signifikan pada tahun ini, yang kemudian mengisolasi beberapa desa dan merusak sekolah di Lurok.

Tujuh dari para siswa yang terdaftar di SD Katuwit berasal dari komunitas yang desanya terputus atau terisolir akibat naiknya ketinggian permukaan danau.

Untuk mencapai sekolah, mereka duduk di rakit buatan yang tersusun dari batang kayu lunak dan diikat dengan tali nilon murahan.

Tentu saja perjalanan ini membahayakan. Seorang warga desa terbunuh oleh seekor kuda nil pada Maret lalu, dan 9 lainnya juga telah tewas akibat ketinggian air yang meningkat ini.

Stephen Kigen, 14 tahun, melakukan perjalanan berbahaya ini setiap hari dan pernah selamat dari bahaya binatang buas yang ada di danau tersebut.

Ia menuturkan, dirinya pernah bertemu seekor kuda nil saat tengah menyeberang, binatang itu lantas menyentuh rakitnya dan menjungkir-balikkan Stephen.

Ia harus berenang ke sebuah pohon dan lalu memanjatnya. Ia mengisahkan, pohon itu benar-benar menyelamatkannya.

Kepala SD Katuwit, Brian Temanyon, mengatakan, banyak anak yang nekat menempuh perjalanan beresiko ke sekolah tiap harinya.

“Beberapa dari mereka tinggal di pulau yang berasal dari perpanjangan Danau Baringo. Dulunya tempat itu tak ada. Para orang tua merasa bahwa anak-anak mereka harus tetap mendapatkan pendidikan yang mereka butuhkan,” ujarnya.

Kepala SD risaukan perjalanan menyeberangi danau

Sebuah sekolah baru, dengan atap terpal, telah dibangun di atas permukaan air, yang artinya sekolah ini harus ditinggalkan jika musim hujan datang.

Dindingnya terbuat dari batang kayu dan tiap pagi para guru harus memeriksa dinding-dinding itu, mencari keberadaan ular.

Brian menuturkan, perjalanan melintasi danau, dengan resiko bertemu buaya dan kuda nil, sungguh mengkhawatirkan.

“Ya, mereka yang datang dari pulau itu dan ada buaya, ada kuda nil dan terkadang ada ombak juga. Anak-anak itu jadinya tidak aman,” keluhnya.

Lima anak yang melintasi danau itu tiap hari berasal dari satu keluarga. Ayah mereka, Elijah Cheposo, juga harus melintasi danau itu.

“Jika mereka tetap tinggal di sana, kemana mereka harus sekolah? dan dari mana kami mendapat makanan? tak ada alternatif karena semua daratannya kini terendam air,” urai Elijah..

Wilayah Kenya ini adalah daerah miskin, baik secara geografis dan ekonomi.

Seperti yang terjadi pada banyak negara di Afrika, pendidikan seringkali menjadi jalan satu-satunya untuk keluar dari kemiskinan, sehingga kondisi membahayakan itu adalah resiko yang tak keberatan dihadapi oleh para orang tua dan anak-anak tersebut.