ABC

‘Dari Tiga Bulan Jadi Enam Bulan’: Visa Warga Tetap Australia Makin Sulit Didapat

Setiap tahun Australia menerima ratusan ribu imigran baru namun untuk tahun 2018-2019 target penerimaan sekitar 162 ribu mungkin tidak tercapai karena persyaratan yang diberikan semakin ketat untuk mendapatkanya.

  • Kuota penerimaan Warga Tetap di Australia turun sebanyak 10.000
  • Pekerja regional turun, perekonomian lokal diprediksi memburuk
  • Imigran pertimbangkan pulang, berdampak negatif untuk jangka panjang

Demikian perkiraan beberapa pakar di Australia diperkuat juga dengan pendapat seorang agen migrasi asal Indonesia di Melbourne Yapit Yapoetra.

Di tahun 2015-2016, Australia menerima 190 ribu migran baru, dalam berbagai kategori, dan di tahun berikutnya patokan penerimaan diturunkan yaitu menjadi 182 ribu.

Seiring dengan munculnya banyak pembicaraan di dalam negeri bahwa jumlah penerimaan migran baru harus dikurangi, di tahun 2018-2019 angkanya dikurangi menjadi 162 ribu.

Namun menurut perkiraan sekitar 10 ribu visa tidak akan diberikan sehingga target 162 ribu tersebut tidak akan dicapai.

Selain karena pemeriksaan yang lebih ketat dan peraturan yang semakin sulit, jumlah peminat visa golongan tertentu juga tidak setinggi yang diperkirakan.

Perubahan ini dirasakan oleh Yapit Japoetra, agen migrasi Indonesia di Melbourne ketika sedang memproses izin tinggal tetap kliennya.

“Sebelumnya untuk mendapatkan skilled independent visa subclass 189 hanya satu sampai tiga bulan sudah dapat. Sekarang bisa empat sampai enam bulan.” katanya kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia hari Jumat (23/8/2019).

Ia mengatakan bahwa semakin sulitnya perizinan visa ini sudah menjadi topik hangat dari lima bulan yang lalu.

Berdampak bagi ekonomi lokal

Walau sebagian politisi dan masyarakat mendukung lebih sedikitnya migran yang datang, peneliti masalah migrasi Henry Sherrell mengatakan bahwa kebijakan pemerintah tersebut akan menimbulkan dampak jangka panjang bagi Australia.

“Meski dampaknya tidak akan begitu terlihat dalam jangka pendek, menurut sejarah, akan mempengaruhi jangka panjang,” kata Henry.

“Karena orang-orang yang tidak dapat beralih dari visa Warga Sementara pasti akan berpikir untuk meninggalkan Australia.”

Menurutnya, hal ini akan turut mempengaruhi laju perekonomian daerah lokal Australia yang biasanya menerima pemegang visa Warga Tetap.

Dengan menghilangkan kesempatan bagi para pemegang visa yang akan mencari nafkah di sana, penghasilan ekonomi daerah pun akan ikut menurun.

“Jika menggunakan konsep penggandaan, ibaratnya orang dapat uang $ 50.000, jumlah itu akan berputar dalam komunitas,” terang Henry.

“Kalau tidak ada orang yang bisa menghasilkan uang sejumlah itu, maka efek perputaran uang dalam komunitas juga tidak ada dan mungkin perusahaan tidak akan bisa mempekerjakan orang.”
Dari kacamata mahasiswa Indonesia

Susan Purba
Susan yang awalnya berencana untuk mengajukan aplikasi Warga Tetap di Australia mengurungkan niat karena persyaratan yang makin ketat.

Foto: supplied

Susan Purba lulus dari Universitas RMIT di Melbourne dengan gelar S1 Akuntansi dan langsung mengajukan visa Warga Sementara setelah lulus di bulan Desember 2017.

Karena visa Warga Sementara yang aktif hingga Oktober 2019 ini akan segera berakhir, dia berencana untuk mengajukan izin tinggal Warga Tetap.

Niat ini namun batal melihat syarat pengajuan visa yang semakin sulit dari tahun ke tahun.

Demi status Warga Tetap, ia juga sempat diusulkan oleh agen migrasi untuk mendaapt gelar sarjana di bidang pendidikan karena standar poinnya lebih rendah yaitu 65.

Karena tidak sesuai minat, Susan memilih untuk melanjutkan pendidikannya di bidang terapi kecantikan di Institut Academia di Melbourne.

“Saya memang mau belajar bidang ini dan secara pribadi belum mau pulang ke Indonesia,” kata Susan kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

“Jadi kata orangtua boleh tinggal satu tahun lagi di Australia.”

Butuh poin sangat tinggi

Untuk memperbesar kemungkinan diterimanya permintaan visa warga tetap, agen migrasi Yapit mengatakan bahwa pengaju harus memiliki poin yang sangat tinggi.

“Poin ini meliputi umur, kemampuan Bahasa Inggris, sekolah di Australia, studi regional, kualifikasi spesialisasi, pengalaman kerja, kursus profesional dan sponsor daerah,” kata Yapit.

“Terhitung 16 November 2019 nanti, pengaju berstatus lajang akan mendapat poin 10 sama halnya dengan seseorang yang menikah dengan orang Australia.”

Tentang jenis visa yang paling berpotensi untuk didapatkan, Yapit menyarankan untuk mencoba mengajukan aplikasi pada visa subclass 189 atau 190.

“Kalau bisa punya poin sendiri, boleh mengajukan visa warga tetap skilled independent subclass 189 karena tidak terikat harus tinggal di negara bagian tertentu selama dua tahun.”

Visa lainnya, yaitu subclass 190 atau visa sponsor dari negara bagian mengharuskan pengaju untuk menetap di negara bagian selama dua tahun, namun lebih mudah didapat.

“Untuk visa sponsor negara bagian ada beberapa negara bagian (seperti Austtralia Selatan atau Northern Territory) yanga akan memberikan visa menetap permanend kalau sudah sekolah dan tinggal di sana selama dua tahun atau kerja enam atau 12 bulan.”

Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia