Dalam 48 Jam, Terpidana Mati Bali Nine akan Dipindahkan ke Nusa Kambangan
Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Momock B. Samiarso mengatakan pihaknya akan memindahkan dua terpidana mati kasus narkoba asal Australia dari Penjara Kerobokan dalam waktu 48 jam, sebagai persiapan pelaksanaan eksekusi mereka di Pulau Nusa Kambangan.
Momock Samiarso merupakan orang yang bertanggung jawab atas pemindahan Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Sejauh ini semua rencana yang telah diumumkan sebelumnya telah ditunda.
Kedua terpidana mati anggota sindikat Bali Nine, menurut rencana akan dipindahkan ke Nusa Kambangan bulan lalu namun rencana itu ditunda.
Momock sekarang mengatakan dirinya telah memerintahkan agar mereka dipindahkan pekan ini dan rencana itu akan dilaksanakan malam ini (Selasa) atau besok malam.
Pasukan Brimob telah disiapkan untuk melakukan pengamanan, begitu juga dengan pengelola penjara yang bersiaga penuh sehingga kapan saja rencana itu bisa dilakukan.
Kuasa hukum Chan dan Sukumaran masih mengupayakan gugatan hukum, namun pemerintah Indonesia tampaknya mengesampingkan hal tersebut dengan menyatakan tidak ada upaya lain yang bisa dilakukan untuk menghindari eksekusi mati tersebut.
President Joko Widodo kembali menegaskan dirinya tidak akan meladeni intervensi asing atas hukuman mati di Indonesia.
Presiden Jokowi di depan pelajar sekolah menengah memperingatkan bahaya narkoba dan kembali menegaskan sikapnya yang tidak akan mentolerir kejahatan narkoba.
"Soal narkoba, tolong waspada dan hati-hati. Saat ini ada lebih dari 50 orang dari generasi muda kita yang tewas karena narkoba setiap harinya," kata Presiden Widodo.
Angka tersebut masih bisa dipertanyakan namun Jokowi menggunakannya untuk menggarisbawahi kebijakan kerasnya mengenai narkoba dan mengkampanyekannya di hadapan para pelajar untuk mendukung seruannya.
"Anda setuju tidak penyelundup narkoba harus dihukum mati," tanya Joko Widodo kepada pelajar. "Setuju!" jawab mereka.
Surat kabar ternama di Indonesia, Kompas, menerbitkan survey yang menunjukan 75% responden mendukung kebijakan Presiden Jokowo atas hukuman mati dan menolak untuk mengalah meski mendapat tekanan dari negara asing.
Pelaksana survey ini mengklaim metodologi survey mereka memiliki margin kesalahan 3,8 persen namun mereka hanya mengontak 1,000 orang di 12 kota dan hanya 652 orang yang sepakat atas pelaksanaan hukuman mati di Indonesia.
Survey ini juga tidak mewakili 250 juta warga Indonesia, meski demikian media lokal terus mempromosikan kebijakan pemerintah dengan istilah 'perang melawan narkoba'.