ABC

China dan India Berebut Pengaruh Politik Lewat Diplomasi Vaksin COVID-19

Para pakar mengatakan China dan India mengirimkan jutaan dosis vaksin COVID-19 ke berbagai negara sebagai bagian dari usaha diplomasi meningkatkan reputasi mereka.

Persaingan India dan China

  • Media pemerintah China berulang kali memuat berita mengkritik program vaksinasi India
  • Netizen India menyebarkan berita jika China ‘mengekspor virus’ sementara India ‘membunuh virus’
  • Seorang pakar mengatakan India menggambarkan diri sebagai alternatif demokrasi dibandingkan China

Februari tahun lalu, ketika virus COVID-19 melanda kota Wuhan di China, muncul gerakan diplomatik yang dilakukan kedutaan India di Beijing.

Dutabesar India untuk China, Vikram Misri mengatakan warga Wuhan “memiliki tempat khusus di hati banyak warga India” dan ia menawarkan bantuan “apa saja agar Wuhan keluar dari krisis”.

Perdana Menteri India, Narendra Modi menulis surat ke Presiden China, Xi Jinping menyampaikan rasa solidaritasnya.

Kemudian di akhir Februari, ia mengirimkan pesawat militer C-17 ke Wuhan yang membawa 15 ton pasokan medis.

Namun dalam 12 bulan sudah banyak terjadi perubahan.

Jumlah kasus COVID-19 meningkat dengan drastis di India di tahun 2020, sementara di China jumlah kasusnya menurun dengan cepat.

Rasa solidaritas berubah menjadi persaingan, dengan kedua negara menggunakan vaksin untuk menguatkan posisi dan pengaruh mereka di Asia dan di seluruh dunia.

Di saat negara-negara kaya menguasai sebagian besar vaksin yang sudah diproduksi di negara Barat, negara-negara miskin masih berjuang untuk mendapatkan pasokan vaksin.

A woman wearing a mask and gloves holds a syringe in front of her face.
India adalah produsen vaksin terbesar di dunia dan menyebut dirinya 'apotek bagi dunia'.
.

AP: Anupam Nath

India berusaha menjadi ‘apotek dunia’

Reputasi India menurun karena kegagalan menangani penyebaran virus corona dan reputasi China juga tercoreng karena dituduh sebagai tempat asal-usul virus, namun berusaha menutup-nutupinya.

Kedua negara ini pun kemudian berusaha mengalihkan perhatian dan meningkatkan reputasi mereka di seluruh dunia.

China menggantungkan diri pada dua vaksin yang dibuat di dalam negeri, sementara India lebih pada produksi dan distribusi vaksin yang dikembangkan Oxford-AstraZeneca.

Pradeep Taneja dosen senior kajian Asia di University of Melbourne mengatakan kedua negara sedang berusaha keras melakukan apa yang disebut “diplomasi vaksin”.

Sementara itu India, negara produsen vaksin terbesar di dunia, sudah menyatakan siap menjadi “apotek dunia”, slogan yang sudah banyak digunakan oleh politisi dan komentator politik di India.

Serum Institute di India saat ini sedang memproduksi vaksin Oxford-AstraZeneca dan berharap bisa memproduksi hingga satu miliar dosis di akhir tahun 2021.

India sudah mengirimkan vaksin ke Myanmar, Bangladesh, Nepal, Sri Lanka dan Maladewa sebagai bagian dari inisiatif “Vaccine Maitri” atau “Vaksin Persahabatan”.

Menteri Luar Negeri India minggu ini mengatakan Vaccine Maitri adalah “langkah praktis yang menunjukkan apa yang kami percayai dan pendekatan kami”.

Sementara itu, China sudah memiliki dua vaksin yang disetujui penggunaannya di dalam negeri, dari satu perusahaan BUMN Sinopharm dan satu lagi dari Sinovac Biotech.

Indonesia, Turki, Brazil, Chile, Colombia, Uruguay dan Laos sudah memberikan izin darurat bagi penggunaan vaksin Sinovac, walau masih ada pertanyaan soal efikasi dari vaksin tersebut.

China mengatakan motivasi mereka bukan politik

Minggu ini, Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin mengatakan dengan “berpartisipasi dalam kerjasama internasional, China berusaha menjadikan vaksin barang yang bermanfaat bagi publik global’.

Dia juga mengatakan China mengirimkan vaksin ke 27 negara, sebagian besar adalah negara berkembang dan menyediakan vaksin kepada 53 negara yang memerlukan.

Namun para pakar mengatakan kedua negara terlibat dalam kampanye yang diatur sedemikian rupa, sehingga usaha diplomatik ini menjadi perhatian media ketika mendistribusikan vaksin ke negara tetangga.

A container labelled "The first delivery of COVID-19 vaccine to Thailand" is unloaded from a Thai plane.
Pengiriman 200 ribu vaksin Sinovac dari China telah tiba di Thailand minggu ini.

Reuters: Athit Perawongmetha

“Diplomat juga mengunggah video dan gambar penerimaan vaksin.”

Persaingan kedua negara juga melibatkan netizen dan media dimana mereka menyampaikan narasi negatif mengenai vaksin di negara lainya.

Sebuah laporan dari Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) menggambarkan perang yang terjadi di internet dan juga di media masing-masing negara China dan India.

Analis ASPI, Ariel Bogle mengatakan pengguna media China berulang kali menerbitkan berita yang mengkritik program vaksinasi India.

“The Global Times menerbitkan 20 berita mengenai India dan program vaksinasinya di bulan Januari, sebagian besar adalah berita negatif, mempertanyakan keamanan dan efikasi vaksin India,” kata Ariel, yang sebelumnya pernah menjadi wartawan ABC.

Sementara itu, netizen di India berulang kali mengatakan China “mengekspor virus” dan India “berhasil mematikan virus” lewat program vaksinasi.

Negara mencari mitra baru

Persaingan strategis ini tampak sekali terjadi di negara-negara yang menjadi tujuan China dan India untuk memperkuat pengaruhnya.

Nepal yang secara geografis terletak antara kedua negara sudah menjadi pusat pergerakan geopolitik ini.

China dan India mengirimkan vaksin ke Nepal.

Menurut Ariel, ada pertanyaan tidak resmi dari Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli, jika negaranya lebih “menyukai” vaksin India dibandingkan China dan itu sudah disebarluaskan oleh media India.

Kedua negara juga berusaha mencari negara-negara baru di luar mitra tradisional yang ada.

Pradeep Taneja mengatakan Kamboja selama ini dipandang sebagai sekutu terdekat China di Asia Tenggara, namun PM Hun Sen menelpon PM India untuk meminta bantuan soal vaksin.

Sementara China sudah menawarkan satu juta dosis vaksin Sinopharm ke Kamboja, dengan ratusan ribu sudah dikirimkan.

Tapi ada permintaan juga dari Kamboja ke India yang “menunjukkan Kamboja tidak sepenuhnya percaya bahwa China akan bisa memenuhi permintan mereka,” kata Taneja.

India juga bersaing pengaruh dengan pesaing utamanya, yakni Pakistan.

Setengah juta dosis vaksin AstraZeneca sudah tiba di Afghanistan bulan ini, negara di mana India dan Pakistan sedang berebut pengaruh.

Hanya ada satu negara yang bisa memenuhi permintaan dunia

Pengiriman vaksin dari China ke luar negeri sejauh ini menghadapi beberapa kendala dan sudah terjadi penundaan dalam pengiriman vaksin ke Turki dan Brasil.

Namun di Afrika, China memiliki jaringan diplomatik lebih luas dibandingkan India sehingga bisa mendistribusikan vaksin lebih cepat.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron pekan ini memperingatkan jika tidak ada vaksin dari negara-negara Barat yang tiba dalam enam sampai 12 bulan mendatang, maka beberapa negara Afrika akan menghadapi “tekanan dari rakyat mereka sendiri” untuk membeli dari China atau Rusia.

“Dan kekuatan negara Barat hanya tinggal konsep saja, bukan realitas lagi,” katanya.

India sekarang menggunakan kemampuan manufakturnya yang besar untuk meningkatkan kekuatan diplomasi mereka.

Duta besar Australia untuk India, Barry O’Farrell bulan Desember lalu mengatakan “hanya ada satu negara di dunia yang memiliki kemampuan manufaktur untuk memasok ke seluruh negara di dunia” dan “negara itu adalah India’.

“India memiliki kapasitas dalam masalah produksi vaksin, namun kapasitas diplomatik mereka yang menjadi masalah karena India memiliki korps diplomatik paling kecil dalam perbandingan besarnya negara,” kata Taneja.

Namun menurut Pradeep, dalam distribusi vaksin ini India akan bisa menandingi China.

ABC sudah berusaha mendapatkan komentar dari Departemen Luar Negeri China.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dan lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

Achamd Andika