ABC

Cerita Keluarga China India di Australia

Ketika Kevin Bathman menghadiri sebuah acara seminar beberapa tahun lalu di Sydney, dia tidak menyadari itu akan menjadi awal dari perjalanan panjang mengenal kembali asal usulnya

Bathmans grandparents
Kakek Kevin Mahalingam Pillay, warga Tamil India menikahi neneknya asal China, Ang Ah Hee, hal yang tabu ketika itu.

Supplied: Chindian Diaries

Kakek Kevin dari pihak ayahnya Mahalingam Pillay, adalah warga Tamil India yang berasal dari Thanjavur, menikahi neneknya asal China Ang Ah Hee di tahun 1930-an.

Hubungan mereka dianggap tabu ketika itu karena pernikahan antar bangsa masih dianggap sebagai hal yang tidak bisa dibenarkan. Neneknya bahkan dikucilkan dari keluarganya.

Tanpa dukungan keluarga, Ang kemudian masuk ke dalam budaya India suaminya, dengan belajar bahasa Tamil dan belajar masakan tradisional. Dia bahkan mengambil nama India: Jeyah Ang.

“Ketika saya tumbuh, ayah saya sering bercerita mengenai perjuangan yang dihadapi oleh kakek nenek.” kata Kevin.

Ini adalah perjalanan yang sulit dalam masalah integrasi antar budaya, dan perjalanan lebih sulit lagi bagi pencarian identitas personal bagi Kevin dan ayahnya.

“Saya memulai ini sebagai proyek pribadi, menelusuri akar budaya dari keluarga besar saya, dan akhirnya menjadi proyek untuk mengenal lebih jauh para Chindians.” kata Kevin.

Proyek dokumenter online ini disebut The Chindian Diaries, dan dibuat untuk menjadi tempat berbagi cerita mengenai kisah-kisah terlupakan dari kedua budaya.

Apa itu Chindian?

“Kata ini relatif baru, dan merujuk kepada keluarga yang berasal dari mereka yang memiliki latar budaya China dan India.” kata Kevin.

Di Malaysia, yang menjadi pusat percampuran berbagai budaya di Asia Tenggara, pengalaman dibesarkan di dua budaya ini bukanlah hal yang aneh, karena adanya migran asal India dan China dalam jumlah besar di sana.

Namun pengalaman Kevin bukanlah hal yang mudah.

Chindian hanya diakui dalam catatan resmi dari garis keturunan ayah.

“Berbagi pengalaman pribadi keluarga saya bukanlah maksud saya pada awalnya. Namun foto dan peninggalan lain oleh kakek nenek saya memberikan nilai sejarah dan emosional yang besar dan membawa kembali cerita dari masa lalu, sesuatu yang saya rasakan perlu saya bagikan dengan yang lain.” kata Kevin.

"Melihat kembali identitas saya dan kebingungan budaya ketika masih muda, saya memutuskan untuk menerima sejarah dua budaya ini dan menceritakan kepada dunia – dengan bercerita saya berharap akan membantu orang lain yang bingung dengan asal usul mereka."

“Niat utama dari proyek ini adalah mengumpulkan cerita dan foto untuk menunjukkan adanya budaya yang sering terlupakan, dan jarang sekali ditulis.”

Visi Kevin adalah di satu hari nanti The Chindian Diaries bisa menjadi sebuah pertunjukkan, dengan dokumenter danvideo, dan berbagi cerita mengenai Chindian yang lain, dengan media besar dan masyarakat yang lebih luas.

Cerita Priya Gauri Anandan

Skip YouTube Video

FireFox NVDA users – To access the following content, press ‘M’ to enter the iFrame.

YOUTUBE: Chindian Diaries

Tonton Bindis and Adventures YouTube: Chindian Diaries

Ibu Priya Manonmani, lahir tahun 1951 dari sebuah keluarga China di Malacca di Malaysia. Dia diadopsi oleh sebuah keluarga India Malaysia sejak lahir, dan ketika remaja, banyak orang mengira dia adalah warga asli India yang berkulit terang. Dia dibesarkan menurut tradisi Hindu, dan tidak mengikuti tradisi China sama sekali.

Ikuti kisah Priya di The Chindian Diaries di sini

Cerita Cindy Yeoh Rana

“Di tahun 2010, saya bertemu dengan suami saya, Robin Rana lewat seorang teman kita berdua di tempat kerja saya di Stamford Airport Hotel di Sydney.

Waktu itu hari ulang tahun saya, dan kami memutuskan merayakan dengan pergi makan dan minum di restoran. Kami mengundang Robin dan malam itu, kami ngobrol banyak. Ketika waktunya pulang, dia memeluk saya dan mengatakan ‘I love you.”

Cindy and Robin Rana
Cindy Yeoh Rana dan suaminya Robin Rana.

Supplied: Chindian Diaries

Karena ketika itu kami banyak minum, saya tidak menanggapi dengan serius dan hanya tertawa.

Keesokan harinya, kami bertemu lagi namun dia tidak mengatakan apapun. Dalam beberapa minggu ke depan, kami mulai saling mengenal dan mulai chatting di Facebook – setiap hari lebih dari lima jam.

Dalam salah satu obrolan, dia mengatakan sedang mencari istri. Saya terkejut dan mengatakan saya akan mengikuti arus kehidupan saja. Kalau memang jodoh, itu akan terjadi, bila tidak kami masih bisa bersahabat.

Ketika kami berkencan, kami masih bingung dengan status kami. Saya sering bertanya ‘apakah kami hanya berteman atau lebih dari itu”. Bila bertemu dengan teman,apa yang kami katakan?

Akhirnya semua orang tahu, termasuk keluarganya di India.

Robin mengatakan kepada saya bahwa keluarganya sudah memiliki calon istri untuknya di India. Saya terkejut, ketika dia mengatakan kepada keluarganya bahwa dia sudah menemukan pasangan yaitu SAYA.

Keluarganya tidak bisa menerima hal tersebut, dan terus mendesak dia agar pulang ke India dan menikahi pilihan keluarganya. Merasa kesal dia mengatakan hanya akan pulang dan akan menikah dengan saya, dan bukan dengan yang lain.

Setelah membujuk selama dua tahun, keluarganya menerima saya dan mengundang kami ke Haryana di New Delhi ketika adiknya Sachin menikah.

Ketika kami sampai di Haryana, seluruh warga desa menyambut kami. Saya merasa seperti adegan dalam film India, sekelompok perempuan menyambut saya.

Dalam beberapa hari ke depan, saya bertemu lebih dari 1000 perempuan dan menjawab ratusan pertanyaan dengan bantuan tante Robin, Prakash, yang bisa berbahasa Inggris dan menjadi penterjemah.

Dua pekan sebelum pernikahan Sachin, ibu Robin Santosh mendekati saya dan bertanya apakah saya bersedia menikahi Robin sebelum adiknya menikah. Santosh mengatakan dia lebih suka Robin, anak tertua menikah dulu sebelumnya adiknya Sachin.

Saya terkejut dan awalnya saya enggan, karena saya ingin keluarga saya sendiri hadiir dalam pernikahan, dan diperlukan waktu untuk mendapatkan visa.

Meskipun ibu saya Diana lebih suka saya menikahi pria China, dia mengerti mengenai pilihan saya.

Di hari pernikahan Sachin, Robin masuk ke kamar dan mengatakan untuk mempertimbangkan menikah hari itu juga.

Saya tidak tahu apakah karena suasana pernikahan, tanpa berpikir saya saya mengatakan ‘Okey, mari kita menikah.”

Robin terkejut. Dia tersenyum, mencium saya dan mengatakan “Kita hanya memiliki waktu enam jam untuk bersiap-siap.”

Sepupunya membawa kami ke kota untuk membeli gaun pengantin dan kami berhias hanya dalam waktu satu jam. Bahkan tukang jahat hanya memerluakn waktu satu jam untuk membuat pakaian tradisional ‘lengga’.

Sebelum upacara, saya berbicara dengan ibu saya dan menceritakan rencana kami. Dia setuju kami menikah di India, dan berjanji bahwa akan ada pesta pernikahan berikutnya di Kuala Lumpur, kota kelahiran saya. Karena waktu tidak seorang pun yang tahu bahwa saya menikah di India termasuk saudara perempuan saya.

Ketika saya memuat foto pernikahan kami di Facebook, keluarga dan teman-teman banyk yang kaget. Beberapa diantaranya mengira bahwa ini hanya lelucon.

Setahun kemudian, Robin dan saya mengadakan pesta pernikahan ala China di Kuala Lumpur.

Sampai hari ini, tidak banyak yang percaya bahwa persiapan pernkahan saya di India hanya dalam waktu enam jam.

Baca cerita Cindy di The Chindian Diaries di sini.

Cerita Balaji Jayakumar

Balaji Jayakumar
Balaji Jayakumar dan istrinya Natalia warga China Indonesia asal Batam.

Suppled: Chindian Diaries

“Hampir semua pernikahan berdasarkan cinta di India ditentang oleh keluarga. Ini juga sama dengan keadaan kami.

Saya lahir di Hyderabad namun dibesarkan di Tamil Nadu India. Istri saya Natalia adalah warga China Indonesia asal Pulau Batam.

Saya bertemu Natalia ketika saya bekerja di Pulau Batam selama dua tahun. Kami bekerja di perusahaan yang sama dan harus bekerjasama karena pekerjaan kami. Karena pekerjaan, kami banyak menggunakan telepon untuk berkomunikasi. Dan karenanya lebih gampang mengajak Natalia untuk berkencan.

Namun sayangnya reputasi pria India tidak begitu bagus di Batam, karena banyak yang meninggalkan pacar mereka dan kemudian menikahi wanita asal India.

Setelah pacaran dengan Natalia selama empat tahun, kami memutuskan untuk pindah ke Australia untuk memulai hidup baru. Pada saat itu, saya belum mengatakan kepada orang tua mengenai hubungan kami.

Salah satu hal terberat bagi saya adalah ketika saya harus meninggalkan Natalia untuk bermukim di Australia di tahun pertama. Kami berpisah selama 10 bulan, dengan hanya kontak dilakukan lewat email dan SMS.

Sampai sekarang Natalia masih berpikiran bahwa saya tidak akan kembali lagi.

Orang tua saya semula tidak setuju ketika saya bercerita mengenai Natalia. Saudara perempuan saya Ashwini mengyakinkan mereka untuk bertemu dengan Natalia, dan membuat keputusan setelah bertemu dengannya.

Bagi orang tua, mereka selalu berpikiran bahwa menantu asing akan selalu bersikap buruk kepada mertua mereka.

Mereka juga khawatir dengan tingginya angka perceraian, dan sama seperti banyak keluarga India lainnya, takut dengan pendapat dari sanak keluarga yang lain.

Setelah mereka bertemu dengan Natalia dan melihat bagaimana baiknya dia, mereka akhirnya setuju. Selama bertahun-tahun, Natalia belajar memasak masakan India, dan bisa berbicara beberapa kata Tamil. Karena ibu saya, Natalia sekarang suka menonton film Tamil.

Bagian terbaik dari hubungan antara suku ini? Karena kedua keluarga tidak bisa berkomunikasi satu sama lain karena hambatan bahasa, kami tidak mengalami masalah dalam menentukan tata cara pernikahan. Kami menikah dengan cara tradisional Tamil dan ini membuat orang tua sangat bahagia.

Baca cerita Balaji’s story di The Chindian Diaries di sinin

Ini adalah cerita pertama dari seri kami Mixed Blessings,cerita mengenai hubungan antar budaya di Australia.