Bunuh Temannya, Pemuda Sydney Ini Dihukum Penjara 45 Tahun
Seorang pria asal Sydney yang menganiaya dan membunuh temannya, yang berusia 16 tahun, secara brutal dihukum penjara 45 tahun. Hakim menyebut tindakannya sebagai ‘kekerasan yang mencengangkan’ dan kejahatan yang meresahkan.
Juri menemukan bahwa Aymen Terkmani yang berusia 24 tahun bersalah atas kekerasan seksual dan pembunuhan seorang temannya, Mahmoud Hrouk, pada bulan Agustus.
Terkmani mengaku tidak bersalah atas dakwaan yang dituduhkan kepadanya selama sidang.
Hakim Mahkamah Agung New South Wales (NSW), Lucy McCallum, mengatakan, kasus ini begitu rumit mengingat sang terduga pelaku tak menjelaskan apapun atas aksinya.
Dalam keterangan putusannya, Hakim McCallum mencatat adanya ‘kebiadaban keji’ dari kejahatan ‘mengerikan’ yang telah menghancurkan keluarga korban.
Hakim McCallum mengatakan, ia mempertimbangkan hukuman seumur hidup tapi di sisi lain juga mempertimbangkan umur pelaku yang masih muda.
Hancur tak dikenali
Mahmoud terakhir kali terlihat hidup pada tanggal 16 Mei 2015 malam, ketika kamera sekuriti menangkap adegan di mana remaja tersebut sedang makan bersama Terkmani di sebuah restoran cepat saji di kawasan Villawood.
Tubuhnya, yang berlumuran darah, ditemukan di sebuah rumah kosong di Fairfield East, pinggiran barat Sydney, keesokan harinya.
Ia dipukul dengan pemanggang dan penggulung adonan roti, dicekik, dan dianiaya secara seksual.
Korban ditinggalkan tergeletak di kolam penuh darah dan pengadilan mengungkap, Terkmani mengambil pakaian, ponsel serta uang-nya.
Pengadilan mengungkap, saudara laki-laki Mahmoud menemukan tubuhnya dalam keadaan ‘hancur tak dikenali’ di rumah itu.
Ia terlihat menahan tangis saat hakim memintanya berdiri dan mendengar vonis untuknya.
Terkmani baru bisa mengajukan pembebasan bersyarat setelah menjalani hukumannya selama 33 tahun.
“Pelaku seharusnya tidak layak mendapat tebusan,” ujar Hakim McCallum.
Dampak terhadap keluarga korban
Dalam keterangan putusannya, hakim menggambarkan korban sebagai remaja pekerja keras dan baik hati yang menyerahkan semua upahnya sebagai buruh kepada orang tua dan bermimpi untuk membuatkan rumah untuk sang ibu.
Ia menjelaskan betapa keluarga yang sebelumnya ‘bahagia dan dekat’, yang bermain kriket dan footy di halaman belakang rumah bersama-sama, berubah selamanya dan dijerumuskan dalam ‘kepahitan, kelumpuhan dan kehancuran’.
Hakim mengatakan, luka yang diderita korban -yang terlalu mengerikan untuk digambarkan -mengindikasikan bahwa sang pelaku memiliki motif psiko-seksual.
Di luar pengadilan, sekelompok besar keluarga dan teman-teman Mahmoud berkumpul dan berterima kasih kepada pengadilan atas vonis yang dijatuhkan.
“Kami semua percaya pada hukum, kami semua di sini patuh pada hukum,” ujar ibu Mahmoud, Maha Dunia.
“Saya ingin berterima kasih kepada anda semua dan Tuhan memberkati anda.”