ABC

Buku Berisi Kumpulan Foto Warga Aborigin di Australia Diterbitkan

Lewat buku ini para pembaca diajak untuk melihat sisi kehidupan di era pra-kolonial di Australia, yang tak pernah diceritakan sebelumnya. Dan tentunya memotret wajah-wajah komunitas Bumiputera, atau warga Aborigin.

Buku bernama 'Calling the shots' mengumupulkan foto-foto dari warga Aboriginal sebelum Australia didatangi kaum imigran dari benua Eropa.

Kehidupan mereka terekam jelas, mulai dari pria Aborigin yang memegang tombak hingga para perempuan yang sedang mengasuh anak-anak mereka.

Banyak dari foto-foto bersejarah tersebut digambarkan sebagai alamiah, diambil untuk direproduksi dan dicetak untuk menjadi kartu pos, atau hanya sebagai dokumentasi.

Profesor Jane Lydon, ahli sejarah yang juga berperan sebagai editor mengatakan butuh bertahun-tahun bekerja mengumpulkan arsip foto-foto tersebut. Ia ingin membuktikan asumsi yang salah soal foto-foto warga Aborigin yang dianggap buruk dengan mencoba mencari makna yang lebih modern.

Freddy Wheeler, pria Aborigin di Australia, 1870. (Foto: Thomas Washbourne).

"Warga kulit putih yang mengambil foto-foto mereka, untuk kemudian dijadikan sejumlah alasan di tahun 1860-1870-an, tetapi bukan berarti foto-foto tidak bisa diberikan arti yang lebih dari keadaan sekarang," ujar Profesor Lydon.

Dari sebuah penelitian juga ditemukan jika komunitas Bumiputera memiliki kepahaman yang kuat soal visualisasi dan ketertarikan dengan media.

"Mereka langsung tertarik dengan media baru [kamera], tapi sebelumnya pun mereka sudah memiliki budaya visual yang canggih sebelum kedatangan orang kulit putih."

George Walter Arthur dan isterinya Maryann, 1858. Foto: F.R. Nixon, Bishop dari Tasmania.

Profesor Lydon juga menegaskan bahwa tidak semua foto-foto yang diambil oleh bangsa kolonial terhadap warga Bumiputera memiliki kesan negatif.

Misalnya saja sejumlah foto-foto komunitas Eyre Peninsula, Australia Selatan di abad ke-19, yang mengambarkan pria-pria Aborigin dengan pakaian seperti kaum aristokrat, lengkap dengan jas yang terbuat dari kain sutera.

Pria Aborigin di Poonindie, Australia Selatan

"Apa yang mereka tampilkan adalah orang-orang yang berprestasi dengan martabat tinggi, mereka memiliki pendidikan tinggi dan berpakaian sangat baik," jelas Profesor Lydon.

Ia juga berpendapat sangat menarik melihat kembali sejarah dan menemukan bukti bahwa suku Aborigin telah memiliki kebudayaan dan peradaban yang cukup kaya.

Lewat proyek buku ini, Profesor Lydon mengatakan ia tak hanya ingin memberikan penjelasan yang lebih positif dari foto-foto warga Aborigin, tetapi juga dengan menyediakan informasi kepada komunitas Bumiputera mengenai keturunannya.