ABC

Bukan Massa Damai, Perusuh Pendukung ISIS Dan Preman Bayaran

Kepolisian Indonesia menangkap hampir 300 orang tersangka pelaku kerusuhan dalam aksi massa 21-22 Mei 2019 di Jakarta yang berakhir ricuh. Polisi menyebut mereka diduga preman bayaran dan anggota organisasi terafiliasi dengan ISIS.

Pelaku kerusuhan di aksi 21-22 Mei

Usut pelaku kerusuhan 21-22 Mei 2019:

  • Polri menangkap 300 orang tersangka pelaku kerusuhan di aksi 21-22 Mei
  • Pelaku kerusuhan preman bayaran dan simpatisan ISIS
  • Polti bentuk tim investigasi tewasnya setidaknya 7 orang dalam kerusuhan 21-22 Mei di Jakarta

Polisi menyatakan pihaknya menangkap mereka di sejumlah titik kerusuhan, seperti di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jl, MH Thamrin, asrama Brimob Petamburan, dan Jalan Brigjen Katamso, Slipi, Jakarta Barat.

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal mengatakan perusuh ini bukanlah massa damai yang ikut dalam aksi unjukrasa memprotes penetapan hasil Pilpres 2019 tanggal 21-22 Mei 2019 lalu.

Sebaliknya, kata Irjen M. Iqbal, para tersangka adalah massa perusuh yang sengaja mengacaukan aksi damai itu.

Irjen M. Iqbal menjelaskan, massa perusuh ini dapat dibedakan menjadi dua kelompk berdasarkan motivasi keterlibatannya.

Pertama, katanya, kelompok dari anggota organisasi Gerakan Reformis Islam (GARIS) yang terafiliasi dengan ISIS .

“Dari keterangan dua tersangka, mereka memang berniat berjihad pada aksi unjukrasa tanggal 21-22. Kami menemukan bukti yang sangat kuat,” katanya di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta, Kamis (23/5/2019).

Temuan ini menurut Iqbal menguatkan dugaan adanya kelompok tertentu yang menunggangi kegiatan unjukrasa 21-22 Mei.

"Ini kelompok yang diduga terafiliasi degan ISIS. Mereka pernah mengirim anggotanya ke Suriah," ujar Irjen M Iqbal.

“Nanti berikutnya akan kami sampaikan detailnya, siapa orangnya dan bagaimana jaringannya, karena masih ada satu dan dua tokoh yang kami kejar yang disebut oleh dua tersangka yang diamankan Polda Metro Jaya,” tambahnya.

perusuh aksi 21-22 mei
Polisi menangkap 300 orang pelaku kerusuhan yang dibayar untuk mengacaukan aksi unjuk rasa 21-22 Mei 2019.

Kumparan: Mirsan Simamora

Irjen M. Iqbal melanjutkan, kelompok kedua yaitu preman bayaran yang sengaja dikerahkan untuk melakukan provokasi, kerusuhan, menciptakan martir sehingga terjadi kemarahan publik.

“Tersangka yang diamankan oleh Polda Metro Jaya, 257 orang itu tattoo-nya banyak tuh. Ada 4 orang positif narkoba. Bagaimana mau unjuk rasa kalau mengkonsumsi narkoba.”

Polisi juga menyebut para preman ini berasal dari luar Jakarta, seperti Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan preman Tanah Abang. Dalam melakukan aksinya, kata polisi, mereka dibayar Rp 100.000 hingga Rp 250.000.

Dikatakan, polisi saat ini menyelidiki peran dari masing-masing tersangka perusuh. Siapa yang menjadi pelaku di lapangan, koordinator aksi hingga aktor intelektual yang mengerahkan dan membandari para perusuh.

Selain itu polisi juga sedang mendalami barang bukti yang ditemukan, seperti uang, bom molotov, senjata tajam, kendaraan, dan petasan.

Ambulans berlogo Gerindra

ambulans angkut batu untuk perusuh
Supir ambulans berlogo Partai Gerindra menyupiri ambulans karena diperintahkan partai.

Dok. Humas Polda Metro Jaya

Salah satu barang bukti yang disita polisi berupa mobil ambulans berlogo Partai Gerindra. Menurut polisi, di dalam mobil itu terdapat batu, atribut unjukrasa dan amplop berisi uang.

Polisi menuduh batu itu diduga diangkut dengan ambulans untuk dipasok ke pelaku kerusuhan di depan kantor Bawaslu. Uang dalam amplop, kata polisi, diduga untuk membayar perusuh, dimana di setiap amplop tertera nama-nama terduga pelaku kerusuhan.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah keras partainya terkait dengan barang bukti berupa mobil ambulans tersebut.

“Enggak ada itu. Saya yakin. Apalagi Gerindra. Gerindra tertib. Apalagi dengan cara-cara itu. Saya rasa tidak mungkin. Saya juga tidak yakin karena ambulans Gerindra jumlahnya ratusan,” kata Fadli Zon kepada awak media di Jakarta.

Sebaliknya dia menuding hal ini sebagai bentuk fitnah terhadap partai pemenang kedua Pileg 2019 ini.

"Ya, kalau memang logo. Tapi ambulans itu diisi oleh batu-batu, harus dicek. Jangan memfitnah seolah-olah mau memberi satu karakter kepada Gerindra," kata Fadli Zon.

“Saya kira kami ini partai yang sejak awal cinta kepada Indonesia. Namanya saja Gerakan Indonesia Raya. Kurang apa coba,” tukasnya lagi.

Namun pada Kamis (23/5/2019) di media sosial beredar video seorang pria yang mengaku bernama Yayan supir dari ambulans Partai Gerindra tersebut.

Sambil menunjukan dokumen surat perintah dari Partai Gerindra, Yayan mengaku dia diperintahkan menyopiri ambulans ke kantor pusat Gerindra dan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Saya nama Yayan dari sopir Gerindra diperintahkan untuk ke kantor pusat di Jalan HOS Tjokrominoto. Dari situ, saya langsung ke Bawaslu. Habis itu setelah diperiksa sama bapak polisi, ditemukan adanya batu dan tidak ada alat medis di dalam kendaraan saya sebagai sopir.” kata Yayan dalam video tersebut.

ABC belum bisa mengkonfirmasi kebenaran video tersebut secara independen.

karangan bunga untuk Polri
Sebuah karangan bunga mengapresiasi kinerja aparat TNI Polri dalam mengamankan aksi 21-22 Mei 2019 di jl. MH Thamrin dekat kantor Bawaslu RI.

ABC: Iffah Nur Arifah

Cegah narasi represif

Upaya Polri dan TNI dalam menindak aksi massa 21-22 Mei di Jakarta dan berhasil menangkap ratusan pelaku kerusuhan ini menuai apresiasi warga.

Di internet, warga memuji kerja keras aparat menghalau massa dan perusuh lewat cuitan dan foto-foto humanis aparat saat bertugas.

Selain itu warga juga mengungkapkan apresiasi dengan mengirimkan berbagai kebutuhan logistic kepada aparat yang berjaga.

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, penegakan hukum yang dilakukan TNI Polri amat penting bagi proses demokrasi di tanah air, khususnya untuk mencegah beredarnya informasi yang menyesatkan terkait penetapan hasil pemilu 2019.

"Situasi hari ini penuh berita yang penuh spekulasi dan provokasi. Ada yang bilang ini sikap represif kekuasaan terhadap oposisi atau juga sebaliknya oposisi yang anarkis, ada juga yang mengatakan ada penumpang gelap dan lain sebagainya."

“Penegakan hukum ini bisa membantu publik untuk terbebas dari berbagai disinformasi itu. Polisi harus terbuka dan transparan dalam proses penyelidikannya, ini penting agar masyarakat yakin ini murni penegakan hukum sehingga tidak membuka ruang untuk ini dipolitisasi lagi.” kata Titi Anggraini.

Unjuk rasa berakhir rusuh
Aksi unjuk rasa memprotes penetapan hasil pemilu 2019 berakhir rusuh di sejumlah titik setelah aparat berusaha membubarkan massa aksi setelah melewati batas izin.

AP: Dita Alangkara

Sementara itu, aksi massa 21-22 Mei 2019 juga telah mengakibatkan setidaknya 7 orang tewas dan ratusan warga luka-luka. Sebagian yang terluka masih menjalani perawatan di beberapa rumah sakit di Jakarta.

Polri kini telah membentuk tim investigasi untuk mengusut penyebab dari korban yang meninggal dunia dalam aksi massa ini. Polri menegaskan korban tewas adalah massa perusuh.

Ikuti berita-berita menarik lainnya dari situs ABC Indonesia.