ABC

Budaya Kopi Dari Melbourne Menyebar ke Manca Negara

Budaya kopi asal Melbourne (Australia) mulai menancapkan pengaruh signifikan di beberapa negara Asia, dengan mantan warga yang pernah tinggal di Melbourne membuka cafe dan restoran di Singapura, Malaysia, dan Indonesia.

Pengalaman tinggal dan studi di Melbourne merupakan hal penting dalam gerakan penyebaran kopi ke seluruh dunia, dimana berbagai langkah penting mulai dari perjalanan biji kopi sampai menjadi minuman : dari menanam kopi dalam kondisi ideal, sampai memanen ketika waktu tiba, dan kemudian meracik biji kopi, sampai berakhir ke menghidangkannya.

Cafe di Melbourne banyak menyediakan produk bernama speciality coffee (kopi pilihan), dimana kopi disajikan memang sengaja ditanam dengan kondisi tertentu.

Salvatore Malatesta, St Ali
Salvatore Malatesta, CEO St Ali di Melbourne.

Supplied: St Ali

Salvatore Malatesta, St Ali Jakarta

Salvatore adalah salah satu ikon budaya kopi asal Melbourne, CEO dari toko kopi speasial St Ali merupakan bagian penting dari gerakan kopi spesial secara global.

Setelah bertemu dengan Aston uton, pemilik Common Ground Coffee and Roastery di Indonesia, dalam lomba Barista Dunia, Salvatore dan Aston memutuskan untuk bekerjasama dan membuka St Ali Jakarta di awal tahun 2016.

“Gagasannya adalah kami ingin menjadi bagian dari kehidupan lokal, bukan seperti sebuah wahana angkasa luar yang datang dari tempat lain.” kata Salvatore.
Seluruh staf St Ali Jakarta adalah pekerja lokal, mereka biasanya dilatih oleh St Ali di Melbourne, atau dilatih oleh staf St Ali dari Melbourne yang mengunjungi Jakarta.

Sebuah kedai kopi asal Melbourne yang sekarang bisa membuka cafe di Jakarta merupakan pertanda bahwa gerakan kopi tidaklah mengenal perbatasan.

Yang patut dicatat juga bahwa budaya kopi asal Melbourne ini juga sudah menyebar ke negara-negara lain termasuk Jepang, Korea, Thailand dan Amerika Serikat.

“Ini mirip dengan ketika orang mengatakan ‘mari minum di pub Irlandia’ dan kita sudah bisa membayangkan bagaimana keadaan pub Irlandia. dan sekarang kita sudah bisa membayangkan bagaimana bentuk sebuah kedai kopi di Melbourne dan banyak orang di dunia membuat cafe Melbourne.”

Australian sirloin open steak sandwich
Sandwich sirloin steak dari St Ali.

Supplied: St Ali

Bagian dari budaya cafe Melbourne ini adalah mengenai perhatian yang diberikan kepada makanan yang lebih seksama.

Jeremy Chan, Bean Reserve
Jeremy Chan, pemilik Bean Reserve dan Brewmen di Kuala Lumpur.

Supplied: Bean Reserve

Jeremy Chan, Bean Reserve and Brewmen, Malaysia

Setelah menyelesaikan pendidikan S1 di bidang Sport Science di Victoria University tahun 2009, Jeremy kembali ke Kuala Lumpur untuk bermain golf secara profesional.

Setelah mengalami cedera, dia terpaksa harus mengubah haluan.

Dia kemudian beralih ke hal yang paling diingatnya semasa menjadi mahasiswa di Melbourne: kopi.

Dia membuka dua kedai kopi: Brewmen di tahun 2014 dan Bean Reserve di tahun 2015, yang juga menjadi tempat untuk penggilangan kopi (roastery).

Sama dengan komitmen cafe Melbourne terhadap makanan, Brewman menyediakan makanan Korea modern – karena lokasi cafe tersebut dikenal warga setempat sebagai ‘Korean town’.

Bean Reserve
Bean Reserve, Kuala Lumpur.

Supplied

Jeremy berusaha keras memperkenalkan budaya kopi ini di Malaysia, hal yang juga penuh tantangan. “Mengyakinkan orang mengenai kopi pilihan cukup susah, karena warga di sini sudah terbiasa dengan rasa kopi lokal ‘ yang disajikan di kopitiam

Bagi Jeremy, pengalaman budaya kopi di Melbourne masih terus menjadi ingatan yang tidak terlupakan.

“Perbedaan utamanya adalah suasana yang ditimbulkan. Kita masuk ke dalam cafe, mengantri, dan bisa menghirup aroma kopi. Kita kemudian disambut barista yang dengan antusias membuat kopi kita. Ketika kopi kita siap dan mulai meminumnya, serasa seluruh masalah yang kita hadapi menghilang. Kita merasa berada di dunia sendirian.”

Raphael Ouyang, The Pourover Bar
Raphael Ouyang, pemilik The Pourover Bar di Singapura.

Supplied: The Pourover Bar

Raphael Ouyang, The Pourover Bar, Singapore

Belajar S1 Bisnis di Monash University dan S2 di bidang Manajemen di University of Melbourne menjadi bagian dari perjalananan Raphael menyukai kopi.

“Semua dimulai dari secangkir kopi flat white, dan setelah itu saya menemukan kopi yang disaring, biji kopi yang ditanam di iklim tertentu dan pertanian ramah lingkungan, dan berbagai jenis kopi khas lainnya.” kata Raphael.

Ketika dia kembali ke Singapura di tahun 2013, Raphael memulai karirnya di perbankan.

Di sela-sela itu, dia belajar merasai berbagai jenis kopi dengan produk dari Melbourne.

Dia akhirnya memutuskan terjun sepenuhnya ke dunia ini dengan membuka The Pourover Bar di awal 2016 dan menemukan seorang mitra untuk membuka kedai dengan suasana kopi di Melbourne.

Salah satu makanan yang mereka sajikan adalah roti croissant berisi kepiting pedas.

Signature Chilli Crab Croissant
Croissant kepiting pedes, salah satu sajian utama di Foxhole Cafe, yang menjadi mitra The Pourover Bar.

Supplied: The Pourover Bar

Raphael mengatakan sajian kopi pilihan mereka tidaklah bertentangan dengan budaya kopi lokal di Singapura.

“Kopi dari Kopitiam sudah menjadi bagian dari warisan unik di Asia Tenggara. Waktu persiapannya lebih pendek dan mereka melayani selera dan kebutuhan yang berbeda. Saya juga suka dengan kopi kopi tiam khususnya ketika saya perlu minum kopi cepat karena tidak ada waktu. Kalau waktu sela saya lebih banyak, saya akan menikmati kopi yang disiapkan dengan tangan, yang lebih lama dan intens.

Suasana kedai kopi di Melbourne masih menjadi hal yang dingat oleh Raphael..