ABC

“Budak Seks Jepang” asal Australia Masih Menunggu Permintaan Maaf Resmi

Seorang wanita Australia, Jan Ruff-O'Herne, yang sekarang berusia 93 tahun, yang pernah menjadi jugun ianfu, atau yang dikenal dengan istilah comfort women, wanita yang dijadikan pemuas nafsu tentara Jepang semasa Perang Dunia kedua, mengatakan dia masih menunggu permintaan maaf resmi dari pemerintah Jepang.

Jan Ruff-O'Herne sekarang tinggal di ibukota Australia Selatan, Adelaide dan sebelumnya selama bertahun-tahun tidak pernah menceritakan riwayat hidupnya dari masa lalu.

Ruff-O'Herne yang adalah keturunan Belanda, tinggal di Indonesia ketika Perang Dunia 2 berlangsung.

Pada awalnya, dia dan anggota keluarga lain dipenjarakan oleh milter Jepang, namun di satu hari, tentara Jepang memilih 10 wanita dan anak-anak perempuan dari keluarganya untuk dijadikan 'budak seks' untuk memuaskan nafsu para tentara Jepang.

Menurutnya, malam pertama adalah malam yang paling mengerikan.

"Air mata saya mengalir deras di saat seorang tentara memperkosa saya. Rasanya seperti tidak akan pernah berhenti." katanya.

Kehidupan Ruff-O'Herne menjadi lebih menakutkan setelah dia menyadari kemudian bahwa dia hamil.

"Saya sangat ketakutan. Bagaimana saya bisa melahirkan dan kemudian menyayangi anak yang lahir dari situasi seperti ini." katanya.

Setelah minum pil, dia kemudian mengalami keguguran.

Selama 50 tahun, Ruff-O'Herne tidak pernah menceritakan hal yang dialaminya di masa perang tersebut kepada siapapun.

Dia kemudian menikah dengan seorang asal Inggris dan memutuskan untuk pindah ke Australia guna memulai hidup baru.

Di awal tahun 1990-an, dia melihat keberanian beberapa warga Korea yang mengalami nasib yang sama, yang meminta permintaan maaf dan kompensasi dari pemerintah Jepang.

Ruff-O'Herne kemudian berangkat ke Tokyo untuk menceritakan apa yang terjadi pada dirinya.

Pemerintah Jepang terkejut bahwa ada wanita asal Australia yang menjadi korban perbudakan seksual selama perang dunia kedua tersebut.

Setelah itu, selama hampir 20 tahun, Ruff-O'Herne berkeliling dunia mengkampanyekan penentangan pemerkosaan selama perang.

"Wanita tidak boleh diperkosa selama perang, pemerkosaan tidak bisa diterima hanya karena alasan ada perang."

Ruff-O'Herne masih menyerukan kepada Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk meminta maaf dan memberikan kompensasi.

Baru-baru ini PM Abe menyatakan penyesalan atas tindakan tentara Jepang di masa lalu dan memberikan jutaan dolar kompensasi namun hanya kepada warga asal Korea.

"Kenapa korban dari negara lain seperti China dan Filipina tidak mendapatkannya." kata Ruff-O'Herne.

Inilah yang diharapkannya akan terjawab dari pertemuan Menteri Luar negeri Australia Julie BIshop yang berada di Jepang minggu ini guna mengadakan pembicaraan antara lain dengan Menlu Jepang Fumio Kishida.

Bishop menyambut baik persetujuan antara pemerintah Korea Selatan dan Jepang, dan mengatakan 'Australia akan mempertimbangkannya, namun saat ini kami bekerja sama erat dengan pemerintah Jepang dan Korea Selatan untuk mengerti dampak persetujuan itu bagi yang lain."

Ruff-O'Herne  yang sekarang berusia 93 tahun mengatakan dia memiliki pesan kepada Perdana Menteri Jepang.

"Dia menunggu kami semua mati, namun saya tidak akan mati, saya akan hidup selamanya." katanya sambil tertawa.

Menurutnya, bila pun dia meninggal, keluarganya akan terus berjuang sesudahnya.