Bos Narsis Cenderung Manipulasi Laporan Laba Perusahaan
Bos yang terobsesi dengan dirinya sendiri alias narsis cenderung menggunakan trik akuntansi untuk manipulasi secara berlebihan laporan keuntungan perusahaan dibandingkan rekan sesama pemimpin perusahaan yang lebih introvert, demikian kesimpulan dari sebuah studi terbaru di Australia.
Alex Frino, Dekan Fakultas Pasca Sarjana Universitas Manajemen Macquarie Sydney, menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meneliti perilaku narsis dikalangan para eksekutif dari sejumlah perusahaan terkemuka.
Dalam studi terbarunya, Frino menemukan adanya keterkaitan antara perilaku manajer yang terus menerus berbicara mengenai dirinya sendiri dengan perilaku orang yang memanipulasi laporan keuangan perusahaan.
"Kami mendapatkan script percakapan di kalangan CEO yang kemudian kami analisa dan kami menghitung frekuensi penggunaan kata ganti pertama tunggal seperti 'saya (me)' atau 'milik saya (my)' atau 'aku (I)' dibandingkan dengan kata ganti pertama tunggal seperti 'kita (we)', 'kami (us)' atau 'perusahaan kita(our)'." katanya.
"Kata-kata itu dalam psikologi bahasa dianggap sebagai indikator yang cukup baik untuk menunjukan perilaku narsis dikalangan CEO,"
Profesor Frino dan timnya kemudian meneliti transkirp dari ceramah analisa para CEO dari 1000 perusahaan ternama di Bursa Saham New York antara tahun 2008 dan 2012.
"Kami kemudian menyusun peringkat dikalangan perusahaan itu dari yang dipimpin oleh CEO yang sangat narsis hingga perusahaan yang dipimpin oleh CEO yang sangat tidak narsis, dan membedakanya menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 100 perusahaan,"
"Kami mendapati ternyata 100 perusahaan yang dipimpin oleh CEO yang paling narsis ternyata cenderung memanipulasi jumlah keuntungan perusahaan mereka lebih tinggi hingga 14 persen, sementara perusahaan yang dipimpin oleh CEO yang sangat tidak narsis tidak menunjukan kecenderungan mendongkrak angka laba perusahaan mereka.
Riset ini sendiri tidak menyimpulkan para CEO tersebut melakukan hal-hal yang ilegal untuk mendongkrak laporan keuntungan perusahaan, hanya saja menurut Profesor Frino ada beberapa dari CEO yang paling narsis itu menggunakan strategi akuntansi yang kreatif untuk meyakinkan pemilik saham kalau mereka berhasil mencatatkan keuntungan yang lebih sehat dibandingkan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
"Aturan laporan keuangan mereka menyisakan ruang untuk bisa bermanuver dalam mencatatkan keuntungan dan pengeluaran,"
"Ada sejumlah perilaku memanipulasi laporan keuangan perusahaan itu yang mungkin saja memang melanggar standar akuntansi, tapi umumnya mereka melakukan manuver masih dalam ruang lingkup aturan akuntansi yang berlaku.
Peneliti mendapati sejumlah alasan dibalik kecenderungan bos narsis menggelembungkan laporan keuntungan perusahaan.
"CEO yang narsis sangat meyakini kalau angka keuntungan perusahaan mencerminkan penampilan pribadi dirinya sendiri, jika kinerja perusahaan baikm maka nilai prestasi kerjanya juga baik dan CEO yang narsis sangat ingin merasa dicintai atau disayangi oleh atasan mereka," kata Professor Frino.
Meski demikian studi ini tidak berhasil melihat keterkaitan antara perilaku narsis ini dengan gender di kalangan CEO, semata karena hanya sedikit CEO wanita yang memimpon perusahaan di AS. Karenanya mereka kesulitan mencari sampel untuk perimeter ini.
"Dari 100 perusahaan yang kami teliti, hanya 4 perusahaan yang dipimpin oleh CEO wanita. Dan ketika hendak menghitung skor perilaku narsis dikalangan CEO wanita maka jumlah mereka terlalu sedikit,"
"Tapi meski sampelnya sangat kecil, sudah sangat jelas kalau bos perempuan rata-rata cenderung bersikap lebih tidak narsis ketimbang bos pria."